Satu

132 7 0
                                    

Tuhan bila masih ku diberi kesempatan
Izinkan aku untuk mencintanya
Namun bila waktuku telah habis dengannya
Biar cinta hidup sekali ini saja~

***
Rasanya jika seseorang bertahan untuk satu orang yang jelas- jelas tidak ada minat dengannya memang sangat bodoh. Alasan apa yang membuat seseorang mampu bertahan? Apa karena ketampanannya? Kekayaannya? Atau alasan lain yang jelas- jelas dimiliki oeh lelaki lain? Itu bukan bodoh. Tapi gila.

Lalu bagaimana kali ini? Jika seorang gadis rela menunggu selama lebih dari dua jam hingga seorang pelayan mengusirnya? Apakah itu yang dinamakan bodoh? Ya. Jawabannya iya.

Danau. Menjadi tempat paling fanatik untuk sekedar bersantai bersama pasangan atau keluarga. Udaranya yang sejuk tidak dapat menghalangi setiap orang untuk datang kesini.

Seorang gadis cantik tengah duduk di bangku tepi danau. Dress pink selutut yang ia kenakan menambah aura penampilannya. Make up tipis membalut wajah cantiknya.

"Pertama kali aku mau pake make up." Gumamnya. Manik hitamnya menatap lurus ke tengah danau.

"Demi kamu, Baal. Tapi kenapa kamu malah bikin aku ngerasa ga berarti apapun buat kamu." Lirihnya. Entah untuk keberapa kalinya gadis ini meratapi nasibnya hari ini.

(Namakamu) Devayani. Gadis cantik, polos, sabar. Terlalu sabar hingga ia pernah menunggu lelaki yang ia kagumi di depan rumahnya semalaman. Terlalu sabar.

"Ga kerasa aku kangen sama ayah ibu." Gadis itu menatap sendu kalung perak yang melingkar di lehernya.

"(Namakamu) kangen sama ayah ibu. Andai waktu bisa di ulang. (Namakamu) ga bakal ngebiarin perceraian itu terjadi."

***
Iqbaal menatap bingkisan kado berwarna merah yang berada di tangannya. Tadi baru saja ia mendapat bingkisan ini dari seorang gadis cantik berhijab. Dianty Annisa namanya. Ya gadis itu memang sangat cantik.

"Ck, sampah!" Tangan Iqbaal terarah menuju tempat sampah.

Hap! Sebuah tangan ramping menahan tangan Iqbaal untuk membuang kado tersebut.

"Kalo gamau diterima, senggaknya jangan dibuang." Suara datar itu terdengar sangat menyesakkan dada Iqbaal. Ia tahu itu suara.. Dianty.

"Yaudah nih!" Iqbaal melempar kotak kado tersebut tepat di bawah kaki Dianty. Dianty menatap geram wajah Iqbaal yang terlihat santainya setelah membuatnya sangat sesak.

"Diajarin sopan santun kan sama orang tuanya?! Kamu ini laki- laki. Ga seharusnya kamu berlaku kayak gini. Kalo kamu gasuka sama kado ini jangan dibuang. Kembaliin aja kalau bisa. Hargai orang, Baal sebelum kamu nyesel nantinya!" Cibir Dianty sinis. Iqbaal membalasnya dengan senyum tipis.

"Udah? Gausah ceramah!"

***
Matahari pagi ini terlihat sangat membuat mood naik drastis. Tidak terlalu panas untuk keluar dengan sepatu okahraga. Sekedar jalan atau jogging sudah cukup untuk sarapan olahraga.

Ah tetap saja beberapa dari mereka masih malas untuk bangun pagi. Meski hanya sekedar untuk menghirup udara pagi ini.

(Namakamu), gadis ini telah siap dengan pakaian olahraganya untuk sekedar jalan pagi. Ia sudah membuat janji dengan seorang temannya.

Bunyi klakson mobil memecah lamunan (Namakamu). Seketika itu juga (Namakamu) mengambil ponselnya lalu keluar dari kos- kosannya.

"Iqbaal. Ayo!"

"Mending kita nak mobil ajah (Namakamu). Aku gamau jalan ataupun lari ke taman. Capek." Cibir Iqbaal membuat wajah (Namakamu) cemberut.

"Itu namanya apasih?" Tanya (Namakamu) ketus. Iqbaal mencubit pipi (Namakamu) dengan kekehan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You Don't Know [SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang