#13 - Winter in Liechtenstein

5.3K 514 31
                                    

Sera terpesona, ya gadis itu untuk pertama kalinya terpesona pada sesuatu yang dipakai oleh manusia.

"Gaun yang indah..."gumam Sera. Iris gadis itu menangkap bayangan seorang wanita yang memakai gaun panjang hingga menutupi kakinya. Gaun itu modelnya sebenarnya sederhana saja. Tapi arti dari gaun itulah yang membuat Sera terpesona.

Gaun pengantin.

Gaun yang membuat pemakainya terlihat bagai seorang malaikat paling bahagia didunia. Gadis yang sedang menaiki tangga menuju kapel itu pastilah gadis yang beruntung karena bisa menikahi pria yang ia cintai. Gadis itu tidak berparas cantik, tapi Sera merasa kalah mempesona daripada gadis yang sedang berbahagia itu. Kebahagiaan dominan ditunjukkan gadis itu membuat auranya berbinar cemerlang. Senyum tak pernah lepas dari bibirnya. Dikapel itu semua orang menyambutnya, menjadikannya pusat perhatian dan memberkahinya dengan doa-doa baik.

"Lu..." Sera menarik jaket bagian belakang Luhan. Meminta perhatian pria yang sedang sibuk menawar sekilo apel itu.

"Ya?"Luhan menoleh.

"Kapan kau mau membelikanku gaun seperti itu?"tanya Sera dengan raut wajah polos sambil menunjuk kearah kapel yang berada diseberang jalan tempatnya berada. Luhan yang tidak mengerti gaun apa yang Sera maksud, mengikuti arah yang ditunjuk Sera.

Lalu seketika wajah pria itu berubah pias. Matanya membelalak. Gaun putih?

"Aku tidak akan pernah membelikanmu gaun putih itu, Sera!"

Sera terperangah. Kaget dengan kata-kata Luhan yang terdengar dingin dan kejam ditelinganya. "Kau tidak ingin menikah denganku?"

"Kenapa tiba-tiba membahas pernikahan?"Luhan bingung.

"Karena aku menginginkan gaun pernikahan itu darimu. Apa kita tidak bisa menikah?"

Luhan mengerti sekarang. Sekali lagi ia menoleh kekapel tempat gadis bergaun putih tadi berada. Ya, ditempat itu sedang berlangsung upacara pernikahan. Jadi, maksud Sera menginginkan gaun putih adalah agar ia bisa memakainya saat menikah nanti? Dan ia ingin Luhan yang membelikan karena ingin menikah dengan pria itu?

Tapi tidak... tidak boleh gaun putih...

"Maaf aku tidak menangkap maksudmu tadi, sayang—"

Sera buru-buru memotong. "Apa kita tidak akan menikah nantinya, Lu?"

"Kau menginginkan pernikahan?"

Sera mengangguk. "Kupikir ritual manusia itu boleh juga. Aku ingin mengikatmu dengan sumpah didepan altar. Bukankah itu keren?"

"Ya itu memang keren..."

"Jadi, bagaimana? Kapan kita menikah?"Sera masih tidak henti mengejar Luhan dengan pertanyaannya.

Luhan tersenyum dan mengusap kepala Sera lembut. "Kita pikirkan nanti setelah aku membeli apel ini ya? Frau Francuiz berjanji akan membuatkan pie apel kesukaanmu jika kita pulang dengan membawakan sekeranjang apel."

"Lu..."

Luhan sekali lagi menampakkan senyumnya sebelum kembali pada kegiatan transaksi jual belinya tadi. Dia sungguh tidak tahan membahas soal pernikahan ini. Gaun putih, lalu altar? Luhan tidak akan membiarkan Sera memakainya dan memasuki gereja dan kapel manapun disini. Karena lantai gereja dan kapel di Liechtenstein semuanya terbuat dari marmer.

Sesampainya dirumah Luhan merasa lega karena Sera sudah tidak membahas masalah gaun itu lagi. Sementara Luhan pergi kepabrik untuk membantu Herr Francuiz memindahkan tong anggurnya keruang penyimpanan, Sera sibuk membantu Frau Francuiz memasak berloyang-loyang pie. Karena Vadus bisa dibilang hanyalah kota kecil, semua orang disini saling mengenal. Untuk itu Frau Francuiz sering memasak dengan porsi besar hanya agar bisa dibagi-bagikan dengan para tetangga. Sera tidak terlalu suka dengan ide itu, apalagi jika ia sudah susah payah membantu seperti ini. Untuk apa membagikan makanan ketetangga, Sera toh bisa menghabiskannya sendiri.

DEVIL BESIDE ME (EXO FANFICTION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang