6

102 31 0
                                    

Gista menyodorkan soal kepada Zio."Pak kalo yang ini gimana caranya?"

Setelah kejadian di perpustakaan itu, Zio menerima permintaan Gista untuk mengajarkannya matematika.

Sudah 45 menit, setelah bel pulang berdering Gista dan Zio berada di perpustakaan.

Zio melihat soal yang disodorkan Gista. "Kalo yang ini HP nya bakalan himpunan kosong, soalnya grafiknya tidak bersinggungan. Coba buat dulu grafiknya nanti ketauan HP nya." jelas Zio.

Gista mengangguk. "Aku coba dulu ya, pak."

Di saat Gista sedang mengerjakan soal dan Zio sedang membaca buku. Tiba-tiba petugas perpustakaan menghampirinya.

"Maaf nih pak Zio, kayanya udah sore. Dan perpustakaan mau saya kunci." ucap pak Ahmad-petugas perpustakaan-

Zio melihat jam tangannya, lalu mengangguk. "Oh iya maaf pak, bentar saya beres-beres dulu."

Gista menoleh ke arah Zio. "Kenapa pak?"

"Kayanya belajarnya sampai sini dulu, perpustakaannya mau di tutup."

Gista mengangguk paham. "Oh yaudah, gak apa-apa pak." lalu membereskan alat tulisnya.

• • •

"Mungkin kayanya kita harus pindah tempat buat belajar." ujar Zio saat berjalan ke arah parkiran.

Gista menjentikkan jari nya. "Di rumah aku aja pak, gimana?"

"Tidak apa-apa memang?"

Gista menggeleng yakin. "Gak apa-apa kok pak, soalnya emang jam-jam aku pulang, rumah suka masih kosong. Yang lain pada belum pulang." jelas Gista.

Zio mengangguk. "Yaudah, mulai besok belajarnya di rumah kamu."

Gista nyengir lebar. "Sip pak!"

• • •

Saat sampai di parkiran Zio menoleh ke arah Gista.
"Pulang sama siapa kamu?"

"Sama pak Udin, pak."

Zio tertawa pelan. "Bener nih sama pak Udin?"

Gista mengerutkan dahinya. "Iya bener, emang kenapa pak?"

"Gak, kali aja nanti kamu nunggu lama lagi."

Gista tertawa. "Oh itu! Iya gak lah pak, hm pak duluan ya. Pak Udin udah di depan katanya."

Zio mengangguk.

Sampai saat punggung Gista menjauh bibir Zio terangkat membentuk senyuman kecil.

• • •

"Maaf ya Gis, akhir-akhir ini aku sibuk latihan basket." ucap Rasya di sebrang sana.

Setelah makan malam, ponsel Gista bergetar. Melihat siapa yang menghubunginya, Gista segera pergi ke kamarnya.

"Iya gak apa-apa kok, Ras. Aku ngerti kok."

"Nanti deh kalo aku udah gak sibuk latihan basket, aku ajak kamu jalan."

"Hmm, bohong gak nih?"

Terdengar tawa kecil dari Rasya. "Iya gak dong, Gis. Aku mana pernah bohong, apalagi bohong ke kamu."

Gista tertawa. "Gombal! Dasar dangdut."

Untuk beberapa saat suasana menjadi hening, sampai saat Rasya berucap.

"Gak kerasa ya Gis, kita udah mau 5 bulan aja."

Gista tersenyum kikuk. "Iyaa Ras."

"Aku pengen hubungan kita sampe kakek-nenek gitu, Gis." Rasya terkekeh. "Aku pengen selalu ada di samping kamu. Kapan pun dan dimana pun."

Gista mengangguk. Ingat Rasya tidak bisa melihatnya, Gista berucap. "Yakin nih? Nanti kalo udah nenek-nenek kan aku jadi gak cantik, keriputan."

"Iya gak apa-apa dong, soal cantik atau gak, aku gak perduli. Yang penting bisa ada di samping kamu selamanya."

Gista tidak membalas ucapan Rasya.

"Nanti waktu hari jadi kita yang ke 5 bulan gimana kalo kit--."

"Emm, Ras. Udah dulu ya? Aku baru inget ternyata aku punya tugas yang belum aku selesaiin."

"Oh yaudah, gak apa-apa. Night Gis."

"Night Ras."

"I love you Gis."

Gista terdiam.

Tut tut.

"I love you too Ras." ucap Gista pelan.

Yang Gista tidak tahu, di sebrang sana Rasya menatap ponselnya sendu.

Yang Rasya tidak tahu, setelah sambungan teleponnya terputus, Gista menangis terisak.

MathematicsWhere stories live. Discover now