KRIIINNNGGG...!!!
"... and present continous tense, usually used when," Bu Guru terpaksa menghentikan kata-katanya sbil melihat jam tangan. Sudah selesai jam pelajarannya. " Okay, Class. Sudah cukup penjelasannya. Thank you for today. Kita lanjutkan soal tenses di pelajaran berikutnya, siap?"
Suasana kelas itu berubah riuh. Nyaris semua murid berteriak senang karena waktu istirahat telah tiba. Sebagian dari mereka mulai merapikan buku-buku dan berbisik-bisik tentang dimana akan jajan kali ini.
"But...," Bu Guru menyela sejenak, "don't forget to review your notes, and get ready for tomorrow. Sesuai janji Ibu kemarin, besok akan ada tes dadakan!"
Ini adalah sekolah di mana Iqbaal menuntut ilmu. Pagi yang hangat, cerah, dan pelajaran bahasa Inggris tentang tenses yang sulit Iqbaal mengerti. Semua murid di kelasnya mengeluh ketika mendengar kabar soal tes dadakan tersebut. Termasuk Iqbaal. Dalam benaknya, bye-bye latihan menyanyi sore ini karena dia pasti harus belajar.
Namun, bukan itu yang akhirnya membuat Iqbaal bete. Dua orang temannya yang duduk di bangku di depannya berbisik-bisik keras. Entah mereka lupa bagaimana cara berbisik-bisik, atau mereka memang sengaja bicara sekeras itu demi menyindir Iqbaal di belakangnya.
"Jiaaah... keluar juga akhirnya si Bastian. Besok siapa lagi, ya? Aldi? Kiki? Atau malah di Iqbaalmua yanh cabut dari Coboy Junior? Hihihi...."
"Paling, nggak lama juga bubar." Murid itu mendelik sekilas kepada Iqbaal. "Atau udah bubar, Bal?"
Iqbaal kesal. Dia langsung bangkit dari kursinya dan bergegas ke luar kelas. Satu-satunya yang baik dari sindiran mereka adalah, at least, mereka nggak ngomongin itu di belakang Iqbaal —malah di depannya. Namun tetap saja, Iqbaal kesal. Adiba yang juga menyaksikan itu langsung menyusul Iqbaal ke koridor.
"Bal,tunggu!" Panggilnya, menyejajarkan langkah dengan Iqbaal. "Mereka tuh cuma bercanda, Bale. Yang aku tahu, mereka tuh COMATE juga. Pernah ko aku mergokin mereka ngekliping gambar - gambar kalian di majalah. Mungkin itu hanya bentuk kekecewaan mereka aja —"
"Justru itu, Dib," sela Iqbaal, menoleh sejenak. " Aku takut semua COMATE berpikiran kaya begitu. Kita bakalan bubarlah —"
" Ya, nggak,lah! " balas Adiba menyela. Adiba mendesah seraya menatap wajah Iqbaal yang tampak galau sepagian. Dia tahu, bukan pelajaran tenses yang menyebalkan tadi yang membuatnya murung seperti ini. "Bal, kalau kamu bisa ngebuktiin bahwa kalian tetap solid, tetap bagus, tetap kompak, aku yakin suara-suara sumbang kayak barusan bakalan hilang. Yang kayak begitu nggak worth it buat kamu pikrin. Ngabis - ngabisin energi kalian aja."
Iqbaal menelan ludah. Dia nggak menurunkan kecepatan langkahnya. "Kamu yakin... kami bertiga bakal masih tetap solid?" tanyanya, pelan, dan tercekat.
Adiba tersenyum. Penuh keyakinan. "Kenapa aku harus nggak ?"
Keduanya berhenti. Iqbaal menunduk menatap lantai di bawahnya, merenung. Sementara Adiba mengamati wajah Iqbaal, mencoba memberikan semangat.
"Aku justru yakin, kalian bakal jauh lebih sukses,"lanjut Adiba.