Kau buat aku menunggu..
Menunggu sebuah jawaban yang pasti..
Kau membuatku ingin berlari..
Berlari karena sebuah emosi..
Namun aku tetap diam..
Memendam semua perasaan yang ada..
-Dabrian AdityaJarra masih menggenggam tangan Ayra hingga ia terlelap. Tak lama kemudian, Adit bersama Sheryl datang dengan membawa buah buahan kesukaan Ayra.
"Jarra?" Adit menautkan alisnya. Sementara Sheryl hanya mengangkat bahu. Jauh di luar sana ternyata Aan menatap Ayra dengan tatapan lembut. Entah setan apa yang merasukinya hingga ia mau menemui Ayra.
"Kau harus sadar,Ay." Ucapnya lirih. Setetes air matanya terjatuh. Baru kali ini Aan terlihat menangis. Menangisi Ayra. Orang yang ia benci entah karena alasan apa.
Masih dalam genggaman Jarra, Ayra menggerakkan jarinya dengan perlahan. Sontak,Jarra terbangun dan mulai mengerjapkan matanya.
"Ayra?" Pekiknya. Adit juga Sheryl kemudian mencoba memanggil dokter yang menangani Ayra.
"Maaf, tolong tunggu diluar sebentar." Pinta seorang suster pada mereka. Mereka hanya menuruti saja.
Ayra's
"Ay.." panggil sosok itu lagi padaku. Ia terlihat begitu putih. Aku ingin menjauh pergi darinya, namun ia menahanku. Ia berkata aku harus diam disini untuknya. Ia berkata hanya akulah yang mampu membuatnya berubah.
"Kau.. siapa?" Tanyaku padanya.
Ia tersenyum, aku seperti pernah mengenal senyuman itu.
"Aku adalah orang yang kau cintai." Aankah? Aku hanya mencintai Aan. Sedari aku kecil, aku telah mengaguminya. Entah apa alasan aku mengaguminya. Ia adalah bagian dari keluargaku. Namun, ia adalah keluarga 'TIRI' atau sebut saja tidak sedarah dengan keluargaku.
"Aku tidak mencintai siapapun. Sungguh." Aku memalingkan wajahku dari wajahnya.
"Jangan pernah membohongi dirimu sendiri. Jika kau tidak ingin terluka." Ia menarik lenganku untuk ikut bersamanya.
"Kau mau mengajakku kemana?" Tanyaku.
Ia tersenyum lalu menghilang dalam sinar terang tadi. Aku mengerjapkan mataku, semua suasana seakan berubah.
"Ayra?" Suara ini yang pertama kali aku dengar. Suara Aan. Apakah ia ada disini? Aku kemudian bangkit dari baringanku lalu aku melihat adanya para perawat yang tengah memeriksa keadaanku. Kenapa aku?
"Ayra? Kau sudah sadar?" Itu Jarra? Apakah ia yang membangunkanku dari tidur lelapku?
Aku mencoba mengingat kejadian sebelum aku berada di tempat ini. Namun, nihil. Aku tak mengingat apa-apa.
Author's
Grasela masih tak habis pikir jika anaknya akan mengalami lupa ingatan.
"Ibu hanya harus waspada jika suatu waktu nanti Ayra tidak mengingat siapa dia, bagaimana dia, dan siapa orang-orang yang menyayangi Ayra." Dokter itu memberi tahu Grasela. Membuat Grasela langsung menitikkan air mata.
"Ayra.." Adit membawa setangkai mawar merah yang baru saja ia petik dari taman rumah sakit.Ayra menatap Adit linglung, "Siapa kau?" Tanya Ayra.
Adit terkekeh, "Ah, kau Ay. Jangan membuat lelucon dulu." Ayra menggelengkan kepalanya.
"Siapa kau? Kenapa kau bisa taumhu namaku Ayra?" Ia kembali bertanya.
Dengan malas, Adit mencoba menjawab pertanyaan Ayra.
"Aku sahabatmu. Apakah kau lupa?"Ayra menatap dingin Adit, "Aku tak punya sahabat. Jadi jangan mengaku aku sebagai sahabatku." Tegasnya.
Hai guys.
Jangan lupa vote+comment ya.
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just A Friend
Romansa"Aku menghirup udara segar pagi ini. Juga menatap pemandangan di depanku. Air terjun begitu derasnya mengalir. Aku melihatnya sambil tersenyum. Mengingat jalan hidupku yang seperti arusan air itu. Melewati lika liku batu lalu mengalir kembali dengan...