Karena jadwal istimewaku mendadak dibatalkan, Sabtu ini aku menjadi tidak ada kerjaan. Sabtu dan Minggu sekolahku memang diliburkan, sebenarnya hari Sabtu adalah hari ekstrakurikuler, tapi aku tidak mengikuti apapun karena malas. Aku sempat ditegur guru tapi aku mengelak dan mengatakan kalau aku punya asma. Berbohong sesekali itu sehat.
Aku tidak bisa membohongi diri sendiri kalau aku tidak kecewa pada Radit. Setidaknya ia harus mengabariku dengan mulutnya langsung, bukannya titip pesan pada orang lain. Memangnya dia sesibuk apa, sih? Sampai-sampai menelpon almost-girlfriend-nya saja tidak sempat.
Kukirimi pesan sampai 100 kali pun Radit tidak menjawab. Ada apa, sih? Menyebalkan. Aku tidak mau menelponnya sampai dia yang menelponku duluan.
Ponyon yang baru pulang dari pasar memasuki rumah dengan tergopoh-gopoh. Tangannya penuh dengan kantung plastik berisi belanjaan, aku menghampirinya dan membantunya membawakannya. Dia terengah-engah dan langsung terkapar di lantai. "Teteh ngapain idiih? Bangun, ih!"
"Capek, tauuu!"
"Jangan di lantai juga kali!" Ponyon bangun dari lantai dan menjatuhkan dirinya di sofa ruang tamu. "Ih, jangan di sofa jugaa! Bauu! Bau pasar, keringat, ih! Mandi dulu sana! Dasar jorok! Bangun!" aku segera mengusirnya.
"Cerewet ah, Marsya."
"Biarin ah." Ponyonpun pergi sambil menghentak-hentakkannya. Sepertinya ia pergi ke kamar mandi. Aku pergi ke ruang keluarga lalu merebahkan diri di sofa dan mulai menonton Tv. Aku memang kecewa, dan sekarang aku sedang menghibur diri, aku mulai mendapat kesenanganku kembali hingga seseorang merebutnya dariku.
"AAAAAHHH!" aku melompat dari sofa dan terpeleset hingga lututku nyut-nyuttan, aku menghampiri Ponyon yang berteriak luar biasa keras. Aku menggedor-gedor pintu kamar mandi belakang dengan keras.
"Teteh kenapa?!" tanyaku dengan panik.
"Kecoa, kecoaa!" jeritnya.
"Yaelah teteh cuma kecoaa!"
"Terbang-terbaang! Marsyaaa!" beberapa detik kemudian pintu kamar mandi terbuka lebar, Ponyon yang hanya dibalut handuk itu segera berlari entah kemana, mungkin ke lantai dua.
Aku memperhatikan kamar mandi itu sebentar, ada kecoa menempel disalah satu dinding kamar mandi. Aku bergegas mengambil sapu dan kembali secepat mungkin. Kecoa sial itu masih bertengger disana, aku masuk ke kamar mandi yang lumayan sempit itu dengan hati-hati, dan aku menghitung dalam hati, pada hitungan ketiga, aku mengayunkan sapu itu ke arah kecoa itu. Detik kemudian aku berlari keluar kamar andi dengan kekuatan mengerikan hingga terpeleset beberapa kali.
"Ponyon! Terbaaang! Terbaang! Ponyoon!"
Aku berlari menyusuri rumah hingga ruang tamu lalu buru-buru membuka pintu menuju teras dan lari keluar pagar rumah yang terbuka sedikit karena Ponyon lupa menutupnya. Pokoknya, keluar dari rumah dulu, lah.
Aku tersandung oleh sesuatu dan entah keberuntungan atau kesialan, tapi aku yakin ini sebuah keberuntungan karena ada orang yang menangkapku sehingga aku tidak perlu mencium aspal secara langsung. Karena merasa tidak enah dan canggung, aku langsung melompat mundur sambil meminta maaf. "Maaf, maaf, maaf banget." Aku mengangkat kepalaku dan hendak memberikan senyum termanis untuk penolongku. "Langit?"
Langit nampak sama terkejutnya denganku. "Marsya?"
"Kamu ngapain?!"
"Aku tadi, cuma lewat."
"Oh, gi.. gitu? Nggak apa-apa, kan? Maaf banget."
"Ada apa? Kenapa kamu lari?" tanyanya.
"Em..." dia menatapku dengan penasaran. Memalukan jika aku menceritakan soal kecoa terbang itu. Apa yang harus kukatakan? "Em, nggak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Belong To Me
Fiksi RemajaDia adalah laki-laki yang selalu membuatku kehilangan kata-kata, laki-laki yang selalu membuatku lupa dimana seharusnya aku berada, laki-laki yang selalu membuatku lupa aku hanya gadis biasa. Tuhan, hidupku tidak mudah, hidupku tidak selalu menyenan...