BAB 47. Delight

514 35 0
                                    

Aku menoleh ketika pintu apartemenku diketuk. Saat ketukan ketiga berakhir, kepala Adam muncul dari balik pintu. Ia tersenyum sambil berkata "hai"

"Hai juga," balasku sambil tersenyum malu. Oh, tidak. Memori kemarin malam melintas dipikiranku. Sejenak aku terpaku mengingat betapa tampannya wajah Adam yang disinari cahaya remang kemarin. Senyumannya yang meneduhkan, dan bibir tipisnya saat mengatakan kalimat yang mampu membuat pipiku kembali memanas. Irama jantungku berbeda dari biasanya. Detaknya sedikit lebih cepat tapi hal itu membuatku nyaman saat Adam telah berada di hadapanku. Aku bisa mengontrol diri dan melupakan hal-hal yang membuatku salah tingkah dengan cepat. Tatapan Adam yang biasanya mampu membuat semburat panas itu kembali terasa kini tak berpengaruh banyak lagi bagiku. Aku sudah cukup terbiasa dengan ini dan yang membuatku senang, aku bisa berfungsi dengan baik di hadapannya meskipun terkadang Adam bisa membuat siapa saja yang berada di dekatnya menahan nafas saking gugupnya.

"Apa kau membuat susu untukku?" tanya Adam, lalu beralih ke meja makan dan duduk di kursi yang biasa ia duduki.

"Tentu," balasku sambil mengikutinya. Aku meraih segelas penuh susu vanila di dekatku lalu memberinya pada Adam.

"Terima kasih," ucapnya lalu meneguk susu itu.

Seketika suasana menjadi hening. Kami hanya menikmati sarapan tanpa topik yang dibicarakan. Aku melirik Adam yang masih melahap makanannya dengan santai. Ia menikmati makanan itu tanpa mengalihkan pandangan kemana pun. Hingga akhirnya aku membuka suara dan memulai pembicaraan.

"Bagaimana pesta menginapmu?" Adam mengangkat alis tebalnya. Ia berusaha menelan makanannya dengan susah sebelum akhirnya menjawabku.

"Seperti biasa."

Aku tidak tahu apa yang dimaksud dengan seperti biasa bagi Adam. Karena pertama, aku tidak pernah ikut pesta menginap anak laki-laki. Dan kedua, Calvin—sebagai anak laki-laki—tidak pernah bercerita bagaimana pesta menginap anak laki-laki seperti biasanya. Di dalam pikiranku, pastilah pesta itu sangat kacau. Seperti halnya kekacauan yang sering ditimbulkan anak laki-laki. Apalagi aku ingat, saat pertama kali membersihkan apartemen Adam yang sangat berantakan, dia mengatakan bahwa kekacauan itu akibat pesta anak laki-laki tadi malam. Yang jelas pesta itu pasti membuat rumah Michael penuh dengan sampah-sampah bungkus snack atau sebagainya. Beruntung pesta tadi malam tidak dilaksankana di rumah Adam. Bila tidak, aku tidak bisa membayangkan betapa repotnya diriku saat harus kembali membersihkan apartemennya.

"Kurasa pestanya sangat kacau," dugaku.

"Tidak juga. Pestanya berjalan dengan tertib," Adam kembali mengunyah potongan sandwich.

"Oh ya? Bukankah pesta menginap anak laki-laki cukup mengerikan? Aku ingat saat pertama kali membereskan apartemenmu yang habis terkena badai."

Adam terkekeh singkat. Ia meminum lagi susunya sambil menatapku. "Ternyata kau masih cerewet seperti dulu."

aku tidak tahu mengapa dia selalu berkata aku cerewet. Aku tidak terlalu merasa cerewet atau banyak oceh atau kelebihan kata-kata.

"Sebenarnya, mereka hanya akan memberantakkan apartemenku saja. Kau tidak tahu betapa seramnya Mike saat mendapati rumahnya begitu berantakan," Adam tersenyum geli ketika membayangkan hal yang baru saja ia ucapkan.

"Mengapa begitu?" tanyaku penasaran.

"Hm.. Karena aku tidak pernah melarang mereka?"

"Mengapa?"

Adam menggidikkan bahunya. "Tidak tahu. Hanya tidak pernah mengatakan itu."

Sepuluh menit kemudian kami menyudahi sarapan itu. Adam membawa piring-piring kotor ke belakang dan mencucinya. Aku baru tiba dari kamar ketika melihatya telah menyelesaikan cucian itu.

The Secret Between You And LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang