Mataku kembali melirik jam tangan, jarum jam menunjukkan pukul 7.50. Ah, sial! Sepuluh menit lagi jadwal penerbanganku. Jalanan pagi ini memang agak padat. Taksi yang aku tumpangi masih berusaha mencari jalan yang sedikit lengang, agar bisa menuju bandara tepat waktu.
Getaran ponsel mengalihkan perhatianku.
"Rendi," panggil ibuku di sebrang telpon.
"Ya, Ma?" Sahutku.
"Kau akan pulang hari ini?"
"Iya, jadwal penerbanganku sebentar lagi."
"Oh, baiklah, Mama akan menyuruh Pak Odi untuk menjemputmu di bandara nanti."
Sambungan telpon terputus. Perhatianku kembali terpusat pada jalanan.
Aku bersyukur tak ketinggalan pesawat, sehingga aku tak harus menunda jadwal kepulanganku lagi.
12 Januari 2010
Dering ponsel membangunkan tidurku. Semula aku tak mau memperdulikannya. Namun, dering ponsel tersebut mengganggu telingaku. Akhirnya aku mengalah dan mengangkatnya.
"Ku tebak kau pasti masih tidur," ujar Sella di sebrang telpon.
Gadis berkacamata itu adalah temanku sejak kecil. Aku sempat bersekolah di luar kota untuk beberapa bulan sebelum kemudian kembali ke sini. Saat itu, tak ada komunikasi sama sekali diantara aku dengannya, hubungan kami sempat jauh. Sampai akhirnya aku kembali ke kota kelahiranku ini. Awalnya, aku sempat tak mengenali Sella saat pertama kali bertemu. Itu karena dia memakai kacamata sekarang.
"Ya..ya kau benar, ada apa kau mengganggu tidurku? Ini hari minggu, kau tahu itu?"
"Kau sudah janji akan meneraktirku hari ini, jangan pura-pura lupa!"
Aku tidak ingat kalau pernah berjanji seperti itu padanya. Ah, terserah saja, ingatan gadis itu memang lebih baik dibanding denganku.
"Ya ya baiklah, nanti aku jemput,"
Dengan segera, aku beranjak dari tempat tidurku. Aku tak mau mendengar ceramahan Sella kalau aku datang terlambat.
Sella berjalan di sampingku. Gadis itu sibuk dengan sosis bakar yang masih tersisa. Ia memang sangat menyukai makanan itu. Kau tahu kenapa aku senang berteman dengannya? Karena dia selalu membuatku nyaman, dia selalu bersikap apa adanya, dan dia selalu menjadi pendengar terbaik saat aku ingin bercerita.
05 Maret 2010
Siang ini terasa sangat panas. Matahari seolah hanya berjarak satu jengkal dari kepala. Baiklah, itu berlebihan.
Aku berjalan gontai menuju rumahku. Aku ingin cepat-cepat bersantai di sofa empuk milikku.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya aku sampai dirumah. Tanpa basa-basi aku langsung saja mendaratkan tubuhku di sofa empuk yang berada di ruang tengah.Masih tersirat kalimat Dion siang tadi. Ia memintaku untuk membantunya untuk dekat dengan Sella. Sella memang tak terlalu ramah pada orang baru, apalagi pada laki-laki. Aku pun tak mengerti kenapa kami bisa sangat akrab. Mungkin karena aku adalah temannya sejak kecil. Ada perasaan aneh saat Dion memintaku untuk mendekatkan dia dengan Sella. Seolah aku tak rela jika Sella dekat dengan orang lain. Hatiku ingin menolak permintaan tersebut, namun aku tak enak pada Dion. Dia teman sekolahku walau kami tak terlalu dekat. Lagipula aku tak berhak memilih siapa yang boleh dekat dengan Sella. Aku dan Sella hanya berteman, tidak lebih.
Beberapa minggu berlalu, Sella semakin dekat dengan Dion. Rencananya hari ini Dion akan menyatakan perasaannya pada Sella. Dia memaksaku untuk membantunya, namun aku menolaknya. Aku tak bisa memaksa Sella untuk menerima Dion. Aku beralasan ada acara yang tidak bisa ku lewatkan sehingga aku tak bisa membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fisrt Love (tell me where it's hurts)
RomanceKau tahu? Aku menyukaimu, aku menyukai sahabat kecilku. "Aku dan Andin-" "Putus lagi?" Copyright © 2015 by Maulida M.K