Hah hah hah hah
Lagi-lagi aku terbangun dalam kegelapan, sendirian. Kuedarkan pandanganku ke sekililing ruangan yang hanya berisi sebuah ranjang dan sebuah meja, kamarku, lebih tepatnya tempat persembunyianku.
Ya, sebuah tempat persembunyian. Aku bukanlah orang baik-baik. Tangan ini adalah tangan yang selalu berlumuran darah. Darah dari orang-orang serakah di luar sana. Hati ini sudah beku, dingin. Wajah ini sudah kehilangan ekspresi dan emosi. Mata ini sudah kehilangan cahaya dan binar kehidupannya.
Aku, Shiota Nagisa, sudah hidup dalam kubangan kegelapan setelah kejadian itu. Kejadian yang membuat tanganku berlumur darah orang lain untuk pertama kalinya. Kejadian yang membuat cahaya kehidupanku mati bersamaan dengan melayangnya nyawa orang itu. Membuatku menjadi boneka yang tak henti mengotori tangan dengan merahnya darah.
Aku bangkit dan mengambil air minum yang keletakkan di atas meja. Kulihat jam tanganku, pukul 4 pagi. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kupandangi sosok berwajah pucat yang terpantul di cermin. Lingkaran hitam di bawah mataku semakin parah setiap harinya. Setiap terbangun dengan mata sembab karena mimpi buruk, aku tak pernah bisa kembali memejamkan mata. Ya, sejak kejadian itu.
Hari ini tak ada pekerjaan untukku. Kuputuskan untuk keluar dari persembunyian dan berjalan ke kota, membeli persediaan. Tempat tinggalku adalah sebuah rumah tua yang berada di tengah hutan di pinggir kota. Jaraknya cukup jauh, jadi tak ada yang pergi ke sini selain aku.
Kota ini tak terlalu besar, tapi cukup ramai dan damai. Aku mendengus. Meskipun terlihat damai, pada kenyataannya selalu terjadi peperangan dalam kegelapan. Persaingan politik, bisnis, perebutan kekuasaan, korupsi. Kegelapan selalu bisa menggerogoti 'kedamaian' secara perlahan.
Setelah mendapatkan barang-barang yang diperlukan, aku kembali ke tempat persembunyianku. Dalam perjalanan, ponsel yang kuletakkan di saku celanaku bergetar. Kuperhatikan layar ponselku, privat number. Tidak biasanya.
"Ya?"
"Phantom?"
"Siapa?"
"Ah, maaf karena menghubungimu lewat privat number. Tapi pekerjaan kali ini sangat rahasia, jadi aku tak bisa menggunakan jalur biasa."
"Ah, tak apa aku mengerti. Jadi?"
"Malam ini akan ada transaksi narkoba illegal di dermaga. Permintaannya adalah untuk membunuh ketua dari dua mafia yang akan melakukan transaksi itu."
"Tak biasanya. Polisi?"
"Ha ha, kau selalu tahu siapa klien kita walaupun aku tak pernah menyebutkannya. Ya, mereka kesulitan menangkap kedua mafia itu. Jika kepalanya sudah hancur, maka menangkap sisanya kan sangat mudah."
"Resikonya cukup besar. Bagaimana aku bisa percaya kalau tak ada jebakan dalam misi ini."
"Klien kita kenalanku, dia juga mengenalmu. Aku bisa jamin keselamatan dan kerahasiaan identitasmu."
"Berapa?"
"Aku sudah mengatakan tarifmu berdasarkan tingkat kesulitan dan resikonya dan dia setuju membayar sesuai dengan permintaanmu."
"Baiklah. Kirimkan uang mukanya, aku terima pekerjaan ini."
"Huaa, Nagisa, kau telah menyelamatkanku. Dia terus menerorku untuk meminta bantuanmu. Dengan begini dia akan berhenti menggangguku."
Hubungan seluler dimatikan secara sepihak. Aku berbalik dan kembali berjalan ke kota mencari bank terdekat, mengambil uang dan membeli keperluan untuk malam ini. Kurasa aku harus sudah siap saat senja karena aku lupa menanyakan waktu pastinya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Death's Song
FanfictionSuara-suara itu terdengar bagaikan sebuah lagu Yang selalu tengiang di setiap tidurku Sebuah lagu sendu Menggiring mimpi buruk menghantuiku Melodi menuju akhir hidupku Assasination Classroom fanfic (oneshot) gore, hardcore, hurt OOC