RANI POV
Aku menatap diriku di depan cermin toilet. Aku merapihkan rambutku yang tadi berantakan karena aku jambak jambaki tadi saat praktik IPA. Aku kesal dengan stecy yang tiba tiba saja masuk ke kelompokku dan mengacau. Dia bukannya kerja tapi malah nanya nanya ke Putri tentang rafka. Bukannya cemburu tapi kan jadinya kelompok aku nggak dapat nilai sempurna.
Aku menghela napas kasar dan menyalakan keran. Membasuh wajahku dengan air. Aku merobek tissue dan mengelap wajahku. Aku kembali menatap wajahku. Hmm.. lumayan kusut. Biarlah.
Aku menengok saat suara pintu terbuka. Stecy. Dia masuk dengan senyuman di wajahnya
"Hai"
Aku mendengus "Hai juga" jawabku ketus
"Gimana?" Tanya stecy ambigu
Aku mengernyit menatap stecy bingung. Gimana apanya "apanya gimana?"
Stecy tertawa dan menghadap kaca, mengeluarkan bedak dari kantong bajunya "Gimana komentar lo tentang gue yang pindah kesini" stecy membedaki mukanya dengan tipis
Oh itu "Nggak tau. Lo kesini buat dekat sama rafka, jauhi gue dari rafka, atau belajar?"
Stecy tertawa lagi. Tapi tawa mengejek kali ini "mungkin opsi pertama sama kedua itu yang benar. Prioritas gue adalah lo. Jauhi lo dari rafka"
Aku memandang stecy datar "lo terlalu berlebihan stes" stecy menengok menatapku "Gue udah bilang kan kalo gue sama rafka cuma temen"
"Dan lo pikir gue percaya?" Tanya stecy dan berjalan mendekati aku "kalo cowok sama cewek berteman atau bahkan bersahabat, salah satu dari mereka pasti suka dengan yang satunya. Nggak mungkin nggak"
Dapat dari mana stecy kata kata seperti itu? Menurutku kata katanya tidak benar. Rafka dan aku memang hanya sebatas teman. Tidak ada kode atau apapun itu dari rafka ataupun aku yang menunjukkan kalau salah satu dari kami menyukai
"Kalo menurut lo kayak gitu ya udah. Gue nggak bisa ubah" aku menatap stecy tepat dimata. Kata putri jika kita bisa menatap tajam seseorang tetap dimata itu tandanya menantang "tapi sekali lagi. Gue sama rafka cuma temen. Temen yang dalam arti sebenarnya"
Stecy maju dan menjambak rambutku. Suka banget sih ini anak jambak jambak rambut orang. Nggak tau apa rambut orang sakit "dan sekali lagi gue bilang. GUE NGGAK PERDULI LO TEMEN ATAU NGGAK SAMA RAFKA. YANG PASTI GUE BAKAL JAUHI LO. LO ITU NODA BUAT RAFKA TAU NGGAK"
Aku menutup mataku saat stecy teriak di depan wajahku, sementara tanganku memegang lengannya yang menjambak rambutku. Selalu seperti ini. Berbicara dengan stecy itu akhirnya akan selalu bertengkar. Aku tidak ingin memaksa melepas tangan stecy lagi. Kalau dia terjatuh rafka akan marah lagi padaku. Dan aku tidak mau itu terjadi
Aku mengambil napas tiga kali, menenangkan diri "stecy. Lepas. Gue Nggak mau sampe ada salah paham lagi kayak waktu itu"
Lagi stecy tertawa mengejek "Kenapa?" Stecy semakin kencang menarik rambutku "lo takut kalo rafka marah lagi sama lo. Dia kan cuma temen. Lo Nggak usah takut seakan akan pacar lo marah sama lo"
Aku membuka mataku yang memanas. Aku tidak ingin nangis di depan stecy. Aku tidak mau terlihat lemah di depan dia. Tapi aku tidak bisa melampiaskan emosiku. Jika begini pasti aku akan menangis. Nangis bukan karena sakit atau takut. Tapi karena emosi yang tidak bisa tersalurkan
"Stecy! Walaupun rafka cuma temen gue tetap aja gue nggak mau marahan" aku sedikit berteriak juga karena kesal
Stecy mendorongku sehingga aku terjatuh. Kepalaku pusing karena terbentur tembok "Gue bisa buat lebih dari ini. Gue bakal pastikan lo jauh dari rafka. Dan lo!" Stecy mendekati aku dan menunjuk wajahku "Gue bakal buat lo menderita"