Chapter 2

90 7 0
                                    

KRINGG!! KRING!!
“Yah kan udah bel. Tadinya gue mau cerita tuh, tapi keburu bel duluan” keluhku pada icul
“makanya lu jangan bengong mulu, buang buang waktu doang lu” omelnya
“yaudah ah ntar pas balik ae. Gue ke kelas yak. Ntar pulang tungguin di depan kelas. Dahh”
“iye kutil”

Dikelas. Tak ada yang bisa ku lakukan selain membuka hp dan membalik buku buku yang ada dihadapanku. Membosankan!

Namun, terlintas dipikiranku untuk mencari tau tentang kak Skan. Segera ku buka hp ku dan membuka sosial media yang ada di hp ku. Ku cari sebisa mungkin untuk mendapatkan informasi tentang kak Skan!
YAAP! DAPAT!

itskandar

Semangatku membara ketika aku telah mendapatkan semua id maupun nama dari socmednya. Segera ku add ia dan men-stalk apa saja yang ia lakukan.

‘NIHIL?!’ batinku

Memang tipikal pria misterius. Namun entah mengapa aku tertarik padanya.
 

“eh ra! Lo ngapain dah? Serius amat” tanya salah satu temanku, Killa
“ha? Apaan? Kaga kok. Ga ngapa ngapain” jawabku gugup
“daritadi sibuk sendiri sama hp lu dah” tanyanya penasaran

Aku hanya memberikan sebuah cengiran khasku.

Waktu berjalan sangat cepat, hingga tak terasa bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Aku melihat kearah pintu kelas, disana ada icul dan Tita.

“lama bat lo cabe” ketus Tita

Nurul Tufahati, biasa dipanggil Tita. Sahabat ku juga. Namun ia berbanding terbalik dengan sikapku dan icul. Tapi! Sikap dia jauh lebih dewasa tidak seperti aku dan icul yang masih seperti anak anak.

“bacot lu kancut” balasku

“eh ngaret ga? Gue mager balik nih” seru icul
“ngaret ae udeh” kataku
“mau ujan elah. Gimana si” protes Tita
“auah serah. Udah ayok ah turun” kataku sambil menarik tangan Icul dan Tita.

JEGERR!!

“astaghfir” ucapku bersamaan dengan yang lain.

Akhir akhir ini memang sudah memasuki musim penghujan. Kadang, pagi pagi saja hujan sudah mulai turun dari lagit. Namun aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Karena hujan adalah salah satu kesukaanku.

“eh eh, gue balik yak” kataku
“jangan bego ini masi ujan. Mau mati lu” seru tita

Okay. Kata kata yang sering diucapkan Tita memang sangat menyakitkan namun itu artinya ia peduli. Karena tita termasuk orang yang irit ngomong.

“gue nunggu di gerbang deh. Duluan yak. Daahh” kataku sambil meninggalkan mereka yang masih mematung di teras sekolah

“Rara?”

Sapa seorang dari sebelahku. Aku tidak memperhatikan sekitar, hanya sibuk memainkan kakiku diatas genangan air. Namun, ketika aku menoleh ternyata ada kak Skan disana

“eh kak skan” jawabku kaku
“kamu mau pulang? Ini kan masih hujan?” tanyanya
“nunggu agak reda kok kak. Kakak sendiri mau pulang?”
“tadinya sih gitu. Tapi keburu ujannya deres jadi nunggu dulu deh disini”

Aku melihat sekitarku. Ternyata aku disini hanya berdua dengan kak skan. Temanku yang lain menunggu di depan sekolah yang kebetulan ada toko disana.

“kak, udah mulai reda nih. Saya pulang duluan yah” kataku
“rumah kamu dimana?”
“deket kok, kenapa?”
“yuk bareng sama saya. Saya bawa jas ujan bisa dipake berdua. Seengganya biar kepala kamu ga kena ujan”

Dan kini kurasakan pipiku memerah.

“ra? Ayuk” ajaknya

Aku pun segera mendekat kearahnya dan berdiri disebelahnya. Kurasakan tangan hangatnya melingkark di sekitar bahuku. Ini jauh lebih hangat dari selimut setebal apapun.
Aku menoleh sedikit kearahnya dan ia tersenyum tipis.

‘senyum itu lagi’ batinku.

Baru sampai setengah perjalanan hujan kembali deras. Aku dan kak Skan kebingungan. Namun tak lama, kami sama sama tersenyum dan langsung melepas jas hujan yang dari tadi kami pegang.

“Kak Skan suka hujan?”
“sangat sangat sangat suka, kamu juga suka hujan?”
“banget kak”

Kami sama sama tersenyum dan melanjutkan perjalanan kami. Sesekali menoleh kearahnya dan ku lihat ia tertawa bahagia

‘Ini jauh lebih bahagia dari sekedar hujan turun yang membasahi bumi’ batinku

“ini rumah saya, ka Skan gamau mampir dulu?” kataku menunjuk rumahku.
“gausah saya langsung pulang aja” katanya
“yaudah deh. Tapi tunggu bentar yahh”

Aku segera berlari menuju rumahku, mengambil sebuah handuk kecil untuknya.

“ini” kataku sambil memberikan sebuah handuk kecil kepadanya
“keringin dulu kepalanya, nanti pusing kak” kataku
“makasih ra. Kamu juga ya, langsung keramas. Udah basah banget loh itu. Jangan lupa minum air anget biar gamasuk angin. Saya pulang dulu ya” katanya

“iya kak, hati hati di jalan” kataku sambil tersenyum tipis
“iyaaaa rara” ia mengelus rambutku dan tersenyum.

Dan aku yakin kali ini pipiku jauh lebih merah dari sebuah kepiting rebus yang siap disantap
 

‘dan, inilah kisah awal ku dengan seorang yang aku cintai. Skandar Pradipta’

Fracture HepatisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang