Scandal 2

209 20 1
                                    

• moving, starting, and hesitating •

Sekolah baru adalah dua kata yang selalu menyambut Kairin di awal semester.

Kairin baru saja keluar dari kamar mandi di kamarnya. Rambut hitam panjangnya basah dan lepek, dibungkus sehelai handuk putih yang ia gosokkan ke kulit kepala. Gaun mandinya yang berwarna biru tua masih melilit badannya yang masih meneteskan titik-titik air sehabis mandi yang membasahi lantai. Begitu menyadari lantai di bawahnya mulai membentuk kubangan air, cewek itu buru-buru lari ke dalam kamar dan membuka lemari besar di depan ranjang.

Tangannya dengan cepat menggeser kastok ke kanan-kiri, menimbulkan suara gemerisik yang membuat geli telinga. Ia menggerutu sendiri karena tidak memakai kacamata sehingga sulit mencari seragam sekolahnya di ruangan yang belum cukup terang itu.

Pandangannya berhenti pada setelan kemeja krem lengan pendek dan rok hitam lipat selutut yang masih baru. Kairin menarik kastoknya keluar dan memakai seragamnya dalam diam.

Begitu selesai, Kairin mengaitkan dasi hitam di lehernya dan menyisir rambutnya yang mulai kering. Poninya dibiarkan menutupi dahinya dan rambutnya ia kepang ke samping kanan. Ia memakai kaus kaki hitam wajib Akademi yang panjangnya mencapai lutut.

Baru saja ia akan mengambil kacamatanya di atas meja, pintunya diketuk dari luar.

"Kairin, cepetan sayang! Kamu udah ditungguin sama Pak Adam!" seru mamanya.

"Iya, Ma! Ini udah selesai!" Kairin langsung memakai kacamatanya dan menggeret dua koper besarnya. "Mama bantuin aku bawa koper dong!"

Pintu kamarnya mendadak terbuka, diikuti langkah kaki panjang seorang wanita tiga puluhan. "Ayo," katanya sambil membawa dua koper lainnya dan tas ransel. "Banyak banget sih, tas kamu."

"Yah, maklum sih namanya juga pindah tempat tinggal, Ma," kata Kairin sambil berjalan keluar kamarnya.

"Kamu ati-ati ya di sana," ingat mamanya. "Mama tuh, jadi takut tau kalo nanti ada yang bully-bully kamu lagi dan bikin kamu kenapa-napa."

"Ma..." Kairin menghela napas. Kakinya menapaki anak tangga satu-satu. "Pak Adam kan, udah ngasih jaminan kalo sekolahku yang baru ini nggak kayak yang dulu-dulu lagi. Lagipula kan, ada Acacia sama Brietha juga yang tinggal bareng sama aku."

"Ya, terus kalo ada mereka berdua kenapa memangnya? Mama nggak boleh tetep khawatir gitu?"

"Ma... Bukan gitu maksud aku."

"Jujur, ya. Mama tuh rada was-was sama cewek yang namanya Acacia itu. Dia udah terkenal banget gara-gara jadi kriminal cilik, dan mama jadi takut kalo kamu kenapa-napa sama dia."

Kairin sontak tertawa. "Mama tuh, kenapa sih. Takut kalo aku komplot sama dia ngebakar sekolah?"

"Ya bisa aja kan kamu dipengaruhi sama dia?" tekan mamanya lagi.

Kairin mengedikkan bahu. Ia menapakkan kaki di anak tangga terakhir. "Udah ah, berhenti. Mama tadi nyuruhnya cepet tapi sekarang aku malah diajak ngegosip," kilahnya sebelum beralih ke Adam yang tengah menunggu di sofa ruang tamu.

Adam menyapanya hangat. "Selamat pagi, Kairin, Nyonya Latifa."

"Selamat pagi, Om Adam."

"Udah siap semuanya?" Adam mengerling ke arah koper-koper besar di hadapannya.

"Udah."

"Hmm," Adam mengecek ponselnya sebentar. "Kalo gitu nggak papa kan kita pergi sekarang? Kita harus menjemput Brietha dulu setelah ini."

The School's ScandalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang