Sorry for a long….time waiting for this chapter!
Chapter ini didedikasi, for my dearest readers @heysekar @nblrzq <3<3 Terimakasih karena tidak bergabung menjadi anggota silent reader dan nanya kapan chapter ini lahir xx
Dan….untuk kalian, my lovely silent readers terimakasih juga untuk menyempatkan waktu membaca dan menantikan kelahiran (?) part ini.
Dengan rasa bersalah dan hormat….
My Morphine, My Sunshine chapter 4
p.s : Hope you enjoy it^^!
-------------------------------------------------------------
Sedikit tentang part sebelumnya:
Kediaman Louis dikepung polisi karena sekarang ia adalah seorang pecandu. Ia melarikan diri ke rumah dimana ia dan empat sahabatnya berkumpul saat mereka masih berkarir menjadi sebuah band –one direction.
Pada saat yang sama juga, 2 dari sahabat lamanya –Niall dan Zayn, mengunjungi rumah itu entah karena ada angin apa.
Mendengar keinginan Louis untuk sembuh, Niall menemukan sebuah cara untuk membantunya dan itulah yang membuat One Direction kembali berkumpul, menghangatkan rumah kecil yang sempat ditinggalkan pemilik-pemiliknya.
****
London
Heathrow, 07.00 AM waktu setempat.
“Lou…jaga dirimu baik-baik dan berusahalah untuk sembuh demi Mom, kami, untuk band-mu dan untuk penggemarmu. Aku yakin, you can do it this time big brother!” Felicite melepas pelukannya. Sementara si kembar Daisy dan Phoebe masih memelukku erat, seakan belum siap melepaskan kepergianku ke Indonesia.
Ya, kenapa harus Indonesia? Dari sekian banyaknya negara di dunia ini, kenapa Niall berpikir salah satu negara di Asia itu yang dapat melepaskanku dari obat terlarang itu?
Kenapa ia yakin sekali? Berbagai negara di Eropa sudah pernah kusambangi untuk melakukan rehabilitasi atau hanya sekedar konsultasi-konsultasi yang nantinya berhasil nihil. Singapura, Jepang, China, Korea –yang notabene juga merupakan negara di benua Asia, pun sudah kusambangi. Hasilnya? Tetap saja nihil.
Apa yang menjadi penyebab keyakinan Niall, bahwa negara yang terkenal dengan keanekaragaman budayanya itu dapat membuatku lepas dari pengaruh obat itu? Jika kau tanya pendapatku, aku akan menjawab dengan cepat dan lantang “Tidak…Aku tidak percaya”. Tapi lagi-lagi, adikku dan sahabat-sahabatku—yang kembali merangkulku, membombardirkan satu kalimat. “Tidak ada salahnya untuk mencoba, lou…” itu yang selalu mereka katakan ketika dari dalam diriku muncul ketidakyakinan, kalau aku bisa sembuh.
****
Indonesia
Setelah mengudara selama 20 jam…
Begitu aku menginjakkan kaki di lapangan lepas landas bandara ini, otakku serasa dihujani beribu kepingan puzzle yang siap menyusun kenangan khusus yang tercipta di negara ini. Itulah alasan kesekianku membawa Louis rehabilitasi di negara ini.
“erghh…I hate this fuckin’ time zone” suara Louis mengembalikanku ke dunia nyata.
“sekedar mengingatkan lou…dulu kita mengalami hal seperti ini sangat sering” kataku sambil menunggu lewatnya koper kami.
“terimakasih untuk mengingatkanku niall…”katanya dengan nada ketus.
*flashback*
Dia berjalan mendahuluiku turun dari pesawat. “hei…are you still mad at me?” tanyaku ketika kami menuju tempat pengambilan barang bagasi.
“menurut mu?” dia menoleh sebentar, lalu berjalan lebih cepat lagi.
Aku berhasil menyusulnya, “please skittles, kau marah padaku hanya karena aku mengerling pada pramugari?” kataku sambil menahan pergelangan tangannya, mencegahnya untuk bergerak lebih jauh lagi.
“ada aku saja kau berani seperti itu, aku rasa kau lebih parah lagi kalau aku tidak berada disekitar mu kan nando’s boy?” ia menepis peganganku, tapi tak berhasil.
Aku masih menatap wajahnya, matanya masih sayu. Tapi tak sesayu ketika aku pertama kali melihatnya. Dia diam kembali, “Skittles, aku hanya mencoba membuatmu cemburu. Mengingat kau belum pernah menunjukkan kalau kau cemburu padaku secara terang-terangan seperti ini…dan aku rasa aku berhasil” kataku sambil membelai puncak kepalanya.
“Ya aku cemburu, puas kau niall?” dia akhirnya menatapku, “dan terimakasih untuk mengingatkanku niall” katanya ketus.
*flashback end*
“Niall, apa yang sedari tadi menganggu pikiranmu? Aku sudah melihatmu beberapa kali melamun sejak tadi kita turun dari pesawat.” Louis kesusahan mengangkat kopernya yang bisa dibilang cukup besar itu.
“Banyak hal yang menyita pikiranku lou” aku membantunya mengangkat kopernya ke trolley sambil mengawasi kalau-kalau koperku datang. Ketika aku melihat koperku, segera kunaikkan koper itu ke atas trolley dan menuju pintu keluar.
Dari dalam, kulihat seseorang diluar sana membawa kertas bertuliskan nama tengah kami. Tepat, sesuai permintaanku. “Lou, itu orang yang menjemput kita” kataku padanya. Dengan sedikit kesadaran yang kami miliki, kami berjalan ke orang itu dan orang itu langsung membantu kami membawa trolley dan menuntun kami ke mobil yang akan membawa kami ke tempat rehabilitasi itu. Here I go again…
****
Gantungannya bu…gantungan….wksss
Maaf kalo part ini dan part-part sebelumnya terkesan pendek (sebenernya sih emang pendek-_-), biarkan saja yaa…diawal pendek biar makin gregedhhh semoga aja semakin lama semakin panjang. Tapi jangan terlalu panjang kayak rantai C-nya polietena *mabok hidrokarbon*
Oke…jadi niall itu tadi flashback2an kenapa hayooo? Sama siapa hayooo? Skittles enak hayooo :9 (?). Lalu, kenangan khusus apakah yang dimiliki Niall di Indonesia? *ala-ala tante penitibros* Yaudah simak terus yaaa M3Snyaa J
Trus, gimana tanggapan kalian tentang M3S chapter 4 ini? Bagus? Boring-in? Jelek banget? COMMENT yaaaa J kalo bagus minta VOTE-nya yaapss ;;)
Sekali lagi terimakasih untuk kalian yang telah menyempatkan diri untuk baca M3S ini yaaa…
Maaf untuk keterlambatan postnya yang sangat amat lambat; untuk kesamaan cerita, nama, latar, tempat, watak; untuk jalan ceritanya, ini cuma fiksi. Tidak nyata. Jadi louis itu beneran anak baek-baek kokk…gabandel dia mah author sotau nihhh*. Yaudah yaaa, sekali lagi makasih…doain authornya supaya UASnya nilainya bagus-bagus, yang remed dikit juga. AMINNNNN.
Dadah semuanyaaaaaa, mwaaaahhhhhh….
@denatrsyn