5 •||• Lenyap Dalam Cahaya

542 70 19
                                    

"...gue sayang sama lo."

Empat kalimat itu terdengar aneh bagi Luna. Tentu saja Luna tahu apa arti dari kalimat yang Lingga katakan ini. Ia sudah sering membacanya di novel-novel yang pernah ia baca, ia sudah hafal betul tentang hal seperti ini.

Tapi,

Masalahnya ia tidak pernah mengalaminya.

Ya, belum pernah ada yang menyatakan perasaannya pada Luna.

Walau agak kaget, tapi Luna tidak merasakan getaran-getaran aneh yang sering diceritakan dalam novel jika ada seorang gadis yang ditembak oleh lelaki. Ia tidak merasa ada kupu-kupu atau apalah itu namanya yang beterbangan didalam perutnya, ia tidak merasa wajahnya memanas, ia tidak merasa tidak tahu harus berbuat apa.

Luna merasa biasa. Atau mungkin aneh? Entahlah, semua terasa hambar.

Sementara wajah Luna yang tidak menunjukkan sedikit pun perubahan, disisi lain, Lingga, cowok itu sedang merasa malu abis, dan merasa bego karena ia menyatakan perasaannya tanpa pikir panjang dan tanpa perencanaan sedikitpun! Setidaknya ia harus meminta saran kepada Tyo, Rendra atau Haris tentang ini! Karena mereka lebih berpengalaman. Rasa-rasanya Lingga ingin bumi terbelah jadi dua dan menelan dirinya sekarang juga!

Ah! Lingga pun menjadi gelagapan dan salting abis karena tak tahu harus berbuat apa. Ia pun beranjak dari tempat duduknya dan berusaha memasok oksigen sebanyak mungkin, karena tiba-tiba saja ia merasa sesak nggak karuan.

"Lu-lun... g-gue... m-maksud g-gue-"

"Hm. Aku ngerti. Aku udah sering baca di novel kok tentang hal kayak gini. Tapi aku rasa gak ada kupu-kupu yang terbang di perutku, aku rasa aku gak salting. Aku ngerasa aneh," Luna memotong perkataan Lingga yang gagap, tapi langsung mengundang Lingga untuk memelototkan matanya.

Kalimat terpanjang Luna!

Ini pertama kalinya Lingga mendengar Luna berbicara panjang!

Walau bagaimanapun, tetap saja Lingga merasa kecewa berat. Sepertinya secara tidak langsung Luna telah menolaknya, gadis cuek dan dingin itu telah menolaknya. Ya, walaupun Lingga sudah memprediksi hal ini pasti terjadi dan sudah membentengi diri agar tidak kecewa, tapi tetap saja, ditolak cewek yang disukai selama tiga tahun itu sakit bro!

Lingga hanya mengangguk lemas dan berjalan menjauh.

"Mau kemana?" tanya Luna.

"Hm, ke toilet bentar ya. Tiba-tiba kebelet nih gue...," Lingga memasang cengiran kudanya walau memang sangat dipaksakan. Luna hanya mengangguk sekali.

Luna pun ditinggal sendirian, duduk di tempat favoritnya di taman ini. Matahari sudah tenggelam, langit berubah gelap. Suara kumandang adzan terdengar, menemani suasana malam ini. Walaupun sendiri, ditaman yang terkenal angker bagi kebanyak murid, ditambah kehadiran pohon beringin dihadapan Luna saat ini, tapi gadis ini sama sekali tidak merasa takut. Penerangan disini pun hanya lampu temaram yang agak redup.
Luna pun hanya melanjutkan membaca novelnya.

Tap tap tap

Tiba-tiba terdengar langkah kecil mendekat, membuat Luna menoleh kebelakangannya, menduga bahwa itu Lingga. Apa itu?

•||•||•||•

Lena berlari keluar gerbang sekolah yang masih dijaga satpam sekolah.
Satpam itu merasa heran saat melihat Lena berlari keluar dari sekolah sambil menangis dan make-up-nya terlihat luntur.

Lena terus berlari sampai kedepan café tempatnya mengadakan party. Terlihat teman-temannya keheranan juga saat Lena tiba-tiba masuk dengan make-up yang hancur karena air mata itu.

AeritysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang