Suara

8 0 0
                                    

Peringatan:
Ini rada 18+

Ketukan musik misterius itu selalu terdengar setiap hari. Disaat matahari terbenam, selalu terdengar bunyi dentingan piano yang menyayat hati. Irama dan nada lagu itu menyiratkan cinta yang dalam, namun dapat membunuh hati siapa saja yang mendengarnya. "Aku akan mencari sumber suara itu." Ujarku pelan.

Seketika itu juga aku melangkahkan kakiku keluar rumah, untuk menghampiri asal suara itu. Langkah demi langkah, tanpa kusadari, aku sudah berada di depan sebuah rumah yang sangat besar. Disekitarnya kelihatan kusam dan seram, namun rancangan bangunnya sangat megah.

Kulangkahkan kakiku memasuki pintu gerbang rumah yang besar ini. "Selama ini aku tidak sadar ada rumah sebesar ini di lingkungan rumahku." Ucapku keheranan. "Rumah ini sangat aneh, lebih baik aku pulang saja." Ucapku berbalik badan untuk pulang

Tiba-tiba suara tadi terdengar kembali membuat kepalaku pusing, dan sekujur tubuhku merinding. Aku merasa kehilangan kendali atas tubuhku. Kakiku bergerak sendiri melangkah ke dalam rumah besar ini. "Aduh.. ada apa ini?" Teriakku ketakutan.

Tanpa bisa dicegah, aku terus menelusuri rumah besar aneh ini semakin dalam. Saat di dalam, aku melihat aula yang besar di tengah-tengah rumah itu. Sejenak aku tertegun melihat betapa luasnya aula tersebut. Mataku yang sedari tadi mengagumi bertolak belakang dengan kakiku yang terus lancang memasuki rumah ini semakin dalam.

Langkah kakiku yang sedari tadi nakal akhirnya berhenti. Aku tertegun saat berhenti di depan piano klasik besar yang berdebu. Dari tempatku berdiri, aku melihat lelaki berwajah tampan namun pucat yang sedang asyik memainkan piano itu. "Inilah si sumber bunyinya." Pikirku.

Merasa ada yang memperhatikan, lelaki itu berhenti bermain piano dan menatapku tepat dimanik mata. Kutatap balik ia dan memperhatikan setiap jengkal wajahnya yang putih bersih dan pucat.

Mata tajamnya menghipnotisku dan menenggelamkanku. Begitupula hidungnya yang mancung membuatku menelan ludah. Apalagi bibirnya berwarna merah seperti darah dan bentuknya err sangat seksi, membuatku ingin melumatnya. "Aduh.. kenapa aku jadi mesum begini." Pikirku dalam hati.

Ia tidak berhenti menatapku, dan mulai beranjak dari tempat duduknya dan menghampiriku yang membeku mengaguminya. Kini ia berdiri menjulang di depan tubuh kecilku. Tangan pucatnya mulai membelai wajahku yang mulai panas dan memerah. Aku merasa dingin saat tangannya bersentuhan dengan kulitku.

Wajahnya ia majukan mendekati wajahku yang sudah seperti kepiting rebus. Wajah tampannya dapat kulihat jelas dan makin mempesona. Jantungku berdegup sangat kencang tak mau berhenti. Bibir merah tebal seksinya kemudian mendarat di atas pipi mulusku. Dan segera turun mencium bibir pink milikku. Tanpa rasa malu atau jijik, ia segera melumat bibirku tetapi tidak kubalas.

Bibirnya terasa dingin bagaikan es. Tanpa kusadari, aku terbawa suasana dan mulai membalas ciumannya yang memabukkan. Tangan besar namun dingin miliknya memegang pinggangku, menahanku agar tidak terjatuh. Setelah puas menjelajahi seluruh permukaan bibirku, ia menurunkan bibirnya menelusuri leher jenjangku. Nafasnya berhembus di sekujur leherku dan menyapu leherku hingga membuatku merinding.

Hai semua.. ini cerita pertama saya yang menjurus 18+
Dan karena saya masih pemula, saya pengen banget kalo para pembaca ninggalin kritik dan sarannya ~(^^)~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kematian Suara ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang