Hujan turun lagi karena ini memang musim hujan. Aku masih tak begitu suka dengan hujan meski Keenan berulang kali mencekokiku dengan wejangan-wejangan mengenai betapa indahnya hujan. Bila sudah begitu aku akann bilang pada Keenan jika selera orang berbeda-beda, seperti aku yang tak begitu suka dengan hujan dan ia yang sangat menganggumi hujan.
"Ayo" ia menarik tanganku agar tubuhku ikut bersamanya yang sudah basah karena air hujan. Aku menggeleng sebagai tanda penolakan. Aku masih tak mengerti kenapa ia senang sekali bermain di bawah guyuran hujan seperti anak kecil saja.
"Oh come on" rajuknya meski aku menolak aku tau bahwa ia akan selalu membujukku hingga aku tak bias menolak permintaannya. Ia memang perayu ulung.
Ia yang sudah basah karena air hujan kini kembali berlindung di bawah atap sekolah. Tanpa diduga ia menggelitik perutku hingga membuatku kegelian. Aku berusaha menghindar darinya namun ia sangat lincah hingga selalu bisa menangkapku. Ketika aku berhasil lepas dari dirinya aku berusaha untuk membalas dendam, melihat itu ia kabur dariku kembali ke bawah guyuran air hujan. Aku yang ingin mengejarnya jadi mengurungkan niat untuk balas dendam karena tak mau terkena air hujan. Ia menggodaku karena aku tak berani mengejarnya membuatku geram juga hingga akhirnya berani mengejarnya di bawah guyuran air hujan.
Keenan adalah salah satu anggota team basket tak heran jika larinya cukup kencang hingga aku kepayahan mengejarnya. Beberapa kali ia dengan sengaja melambatkan larinya untuk sekedar menggodaku dan ketika aku sudah satu langkah darinya ia mempercepat larinya. Begitu terus hingga aku kelelahan dan menyerah mengejarnya.
Ia berbalik ketika melihat aku tengah membungkuk memegangi kedua kakiku yang pegal. Ia mencibirku kemudian berlari kearahku lagi. Ia menari diriku agar duduk di lapangan sepi ini, aku menggeleng tapi ia terus memaksa hingga aku duduk meluruskan kakiku yang benar-benar pegal.
Aku membiarkan air hujan membasahi tubuhku. Ada sensasi baru yang kurasakan ketika air hujan menyentuh tubuhku. Rasanya sedikit menenangkan ketika air yang turun dari langit membasahi diriku.
"Menikmati hujan?" komentar Keenan membuatku yang tengah mendongak melihat air hujan berpaling melirik Keenan yang duduk disampingku.
"Lo tau beberapa orang bilang kalo hujan dan lo buat permintaan maka permintaan lo bakal terkabul" aku mengerutkan kening baru mendengar sebuah mitos seperti itu. Aku bukan tipe orang yang percaya pada ramalan dan sejenisnya. Mendengar ia bicara seperti itu aku jadi menilai ia termasuk orang yang percaya pada horoskop atau ramalan bintang.
"Gue gak percaya begituan" ucapku sambil menaikan kedua bahuku.
"Yey ini akurat tau, 90 % terkabul" ucapnya meyakinkanku seperti seorang sales yang tengah mempromosikan produknya.
"Masih ada 10 % yang gak terkabul" ucapku mematahkan pendapatnya dan ia mulai menjelaskan tentang presentasi bahwa harapanku akan terkabul. Dia mulai menjelaskan kenapa aku tak mencoba percaya pada presentase 90 %. Ia juga bilang harusnya aku menjadi orang yang optimis bukannya pesimis. Mendengar usahanya yang gigih menjelaskan betapa apa yang ia katakan kemungkinan besar terjadi aku mulai memejamkan mata merapalkan harapan yang terlintas di kepalaku.
Aku harap aku bisa bahagia dengannya seperti ini, selamanya.
"Apa yang lo minta?" tanyanya membuatku membuka mata dan meliriknya tajam. Aku menoyor pipinya dan bilang 'Kalo gue bilang nanti harapan gue gak terkabul' ungkapku membuat ia memasang wajah kesal.
"Yey bilang aja lo bikin harapan bawa-bawa gue" aku langsung menyanggah tentu saja aku tak mau ia tau bahwa tebakannya benar, bahwa ada namanya terselip di harapanku.
"Lo sendiri mau apa kasih tau harapan lo apa?" balasku yang sebenarnya ingin tau juga apa yang ia harapkan saat ini.
"Gue harap kita bisa bahagia selamanya" ia menatapku dan aku rasa jantungku berdetak kencang sekali hingga aku bisa mendengarnya di kedua telingaku. Matanya menyiratkan sinar kejujuran membuatku terbuai dalam tatapan matanya. Aku benar-benar terbuai hingga lupa sesaat bahwa aku hanya temannya. Detik itu entah mengapa aku melihatnya benar-benar sebagai seorang lelaki sejati bukan sebagai seorang temanku.
***
Aku memutar-mutar bandul kalung berbentuk menara Eiffel pemberian dari Keenan. Minggu kemari kakaknya baru saja pulang dari paris dan Keenan dengan sombong bilang ia sengaja meminta kakaknya untuk membelikan satu kalung khusus untukku. Ia bilang ia hanya memberikan kalung, teman yang lain tak ia beri. Yang lebih special ada namaku terukir di bandul kalung berbentuk menara Eiffel. Ia dengan bangga bilang ia mengukir namaku disana agar lebih istimewa, begitu ia bilang.
Aku juga masih bisa merasakan debar jantung yang berdetak dua kali lebih cepat ketika ia memasangkan kalung itu di leherku. Ia dengan lembut menyampirkan seluruh rambutku ke bahu kanan kemudian memakaikan kalung pemberiannya di leherku. Orang-orang bisa menyangka kami pacaran jika melihat adegan ia memakaikan kalung padaku. Benar-benar bisa membuat orang-orang salah paham, ralat bukan hanya orang-orang tapi juga hatiku.
Beberapa hari ini aku sering berpikir mengenai perasaanku pada Keenan. Ia adalah laki-laki pertama yang dekat denganku. Ia juga yang selalu membuat hari-hariku penuh tawa karena tingkah konyolnya, sebenarnya ia dan Gio yang mempu membuat hari-hariku penuh tawa. Tapi entah mengapa ada perbedaan yang mencolok antara Keenan dan Gio. Aku merasa jika Keenan sangat membuatku nyaman meski tak bisa dipungkiri Gio pun memberiku kenyamanan. Hanya saja aku merasa Gio sebagai seorang kakak laki-laki yang baik berbeda dengan Keenan sekeras apapun aku menganggapnya seorang kakak laki-laki perasaan itu lebih dari sekedar kakak laki-laki. Aku memandangnya sebagai pria.
Aku sering sekali berpikir mungkinkah aku jatuh cinta pada Keenan namun sering kali kutepis perasaan itu. Aku mungkin hanya kagum pada laki-laki yang hamper sempurna di mataku. Mungkin aku hanya terlalu senang karena bisa mempunyai sahabat laki-laki yang sebelumnya aku tak punya. Tapi kenapa perasaanku selalu tak tenang tiap kali aku menyanggah bahwa perasanku padanya bukan cinta.
Lagu lawas terdengar di kedua telingaku, aku memang suka dengan lagu-lagu jaman dulu dimana orang tuaku beranjak dewasa. Entah aku juga tak mengerti kenapa kedua telingaku ini begitu senang mendengar lagu-lagu zaman dulu. Padahal teman-temanku sering sekali mencibirku yang suka lagu-lagu zaman dulu.
Saat kujumpa dirinya
Di suatu suasana
Terasa getaran dalam dadaKucoba mendekatinya
Kutatap dirinya
Oh dia sungguh mempesonaIngin daku menyapanya
Menyapa dirinya
Bercanda tawa dengan dirinyaNamun apa yang kurasa
Aku tak kuasa
Aku tak tau harus berkata apaInikah namanya cinta
Oh inikah cinta
Cinta pada jumpa pertama
Inikah rasanya cintaInikah cinta
Terasa bahagia saat jumpa dengan dirinya
Kujumpa dia berikutnya
Suasana berbeda
Getaran itu masih adaAku dekati dirinya
Kutatap wajahnya
Oh dia tetap mempesonaRindu terasa
Dikala diri ini ingin jumpa
Ingin selalu bersama
Bersama dalam segala suasana
M.E - Inikah CintaAku seperti lagu yang baru saja kudengar, aku bertanya-tanya apakah ini cinta. Apakah yang aku rasakan pada Keenan adalah cinta. Pertanyaan itu selalu terbersit didalam kepalaku. Hingga saat ini aku masih bertanya-tanya benarkah aku jatuh cinta padanya ataukah hanya sekedar rasa kagum sesaat.
Jika di lihat dari lagu yang baru saja kudengar hamper beberapa lirik yang aku dengar sama dengan apa yang kurasakan. Aku selalu ingin didekat dirinya, ingin bercanda bersamanya dan terkadang aku tak bisa berbuat apa-apa ketika ia didekatku. Sungguh aku ingin tau jawabannya apakah benar aku jatuh cinta padanya.
***