Part 1

1.2K 59 4
                                    

THIS PLOT IS MINE!

ALL FOR KYUHYUN POINT OF VIEW

-

Kupandangi punggung yeoja berbalut gaun pengantin yang sedang duduk di depan meja rias. Kesepuluh jari tangannya tengah menari di setiap sisi perhiasan yang terpasang di helaian hitamnya tersebut. Yeoja yang anggun dan cantik, Choi Sooyoung.

Hmmm... seperti mimpi aku menikah denganmu, satu hal yang membuatku sangat bahagia menjadi seorang namja di dunia ini. Aku tidak menyangka Sooyoung akan menerima pernyataan cintaku dua bulan lalu. Dan betapa kagetnya aku saat Sooyoung menyetujui ajakanku untuk menikahinya. Dia selalu cuek dan biasa saja terhadapku, tapi dia bisa menyeimbangi apapun yang aku inginkan. Namun, siapa sangka dia juga akan menerima pernikahan ini?

Kulihat dia kesusahan melepaskan kalungnya. Aku tersenyum dan bangkit untuk berjalan mendekatinya. Kulihat wajahnya yang menatapku dari cermin didepannya. Seperti biasa, wajah yang datar dan terkesan tegang. Hei, bisakah kau tidak tegang seperti itu? Kita sudah menikah, apa kau sadar hal itu?

"Biar aku membantumu melepasnya." Ucapku sambil mengambil alih posisi tangannya yang ada di belakang leher jenjangnya. Sepertinya dia benar-benar tegang. Oh, ayolah, apakah setegang itu jika berada bersamaku?

Kutatap terus wajahnya, menunggu responnya. Dia mulai mengerjapkan mata dan mengangguk sekali sambil berkata, "Nn...ne" suaranya penuh getaran pelambang rasa ragu di hatinya. Namun, aku tetap tersenyum dan mulai mencoba melepas kalungnya. Setelah terlepas, kuletakkan kalung itu di meja depan Sooyoung sehingga secara tidak langsung, aku berani memeluknya. Ya, kenapa aku berkata seperti itu, karena saat ini kedua lenganku mengapit kepalanya.

Kulihat wajahnya dari cermin. Dia tertunduk. Ada hal yang membuat hatiku sedikit panas, tapi aku mencoba berpikir positif dan tersenyum tipis. Setelah meletakkan kalung tadi, kedua tanganku menangkup kedua lengan atasnya. Lagi-lagi kurasakan ketegangan di tubuhnya. Dia memandangku dari cermin dengan pandangan yang... oh, benarkah apa yang aku pikirkan, pandangannya penuh dengan luka dan derita.

Sabar Kyu-ah, kau harus sabar. Perlahan semua ini akan indah dan manis. Kuulas senyum tipisku lagi dan kutundukkan kepalaku hingga aku bisa menghirup wangi rambutnya. Kukecup puncak kepalanya sambil memejamkan mataku.

"Hiks...hiks..."

Mataku terbuka ketika kudengan suara isakan kecilnya. Langsung kuangkat kepalaku dan menatap sosoknya dari cermin. Benar, dia menangis. "Soo, kenapa kau menangis?" tanyaku. Tidak ada respon darinya. Mungkin tangisnya terlalu pecah sehingga tak sanggup berkata-kata.

Aku tersentak saat dia berdiri. Dia berbalik menghadapku dan sebelum aku sempat menatap wajah basanya, dia sudah memelukku. Dia menangis hingga air matanya membasahi kemeja putihku tepat di bagian bahu. Kedua tangannya melingkar di leherku.

Butuh waktu beberapa detik untukku membalas pelukannya. Kupeluk tubuhnya lembut dan posesif. Aku ingin dia merasakan hangatnya dekapanku. Aku ingin dia merasa terlindungi dan tenang berada di dalam pelukanku. Kuhusap pelan rambut dan punggungnya. Apakah begini terpaksanya dia menikah denganku? Kenapa saat itu dia menerima lamaranku?

"Kyuhyun-ssi... maaf, maaf, maafkan aku..." ucap Sooyoung di tengah tangisnya.

Kutarik tubuhnya agak sedikit menjauh, "Untuk apa?" tanyaku pelan.

"Aku... aku..." dia meragu, "Perasaanku..." tambahnya. Dia memang terlihat sangat berat melanjutkan kalimatnya. Oke, cukup. Aku sudah mengerti Sooyoung-ah.

Kunaikkan kedua tanganku yang ada di pinggangnya ke wajahnya. Jempol kananku kugunakan untuk menghusap lembut bibirnya, bermaksud melarangnya berkata lagi. Dia menatapku, maka aku hanya bisa tersenyum sambil menggeleng kecil. Pandanganku semakin buram, kurasa air yang menggenang disana tak dapat kutahan lagi. Langsung kutarik tubuhnya kedekapanku sehingga dengan leluasa aku bisa meluncurkan genangan di mataku.

"Tenanglah... kau aman bersamaku," ucapku ditengah suara isakan yang kutahan.

Detik selanjutnya kurasakan Sooyoung memeluk tubuhku semakin erat. Tangisannya pun kian pecah. Menangislah sesuka hatimu Sooyoung-ah. Aku rela memberikan segala sesuatu yang kumiliki agar kau bisa tenang. Gunakanlah dadaku sebagai tempatmu bersandar dan ambillah semua sisa waktu hidupku sampai kau bisa kembali tenang.

Sungguh, aku bahagia dengan keadaan seperti ini. Bukan, aku bukan bahagia karena perasaan Sooyoung yang begitu rapuh. Aku hanya bahagia karena Sooyoung menumpukan segala sakitnya padaku. Setidaknya, menjadi orang yang dibutuhkan oleh Sooyoung itu cukup membuatku bahagia.

"Baiklah, ini sudah malam. Kau, istirahatlah disini. Aku akan tidur di kamar lain," kataku setelah melepaskan pelukan di antara kami. Kulihat wajahnya mengernyit, "Jangan khawatir..." ku acak pelan rambutnya yang sedikit berantakan lantaran banyaknya perekat rambut yang baru dia lepas tadi. Aku tersenyum, "Aku akan tetap menjagamu. Kau aman bersamaku. Percayalah." Tegasku.

Sooyoung tersenyum lega dan mengangguk. "Terimakasih, Kyuhyun-ssi..." ucapnya. Kubalas dengan anggukan kepala dan mulai beranjak keluar.

'Lega rasanya setelah melihat Sooyoung berwajah tenang kembali. Dia sudah tidak setegang saat pertama kami masuk ke dalam kamar ini.' pikirku di tengah langkahan kakiku menuju pintu keluar kamar. Setelah kuputar knop pintu, aku berbalik menghadapnya dan tersenyum melihatnya, "Jaljayeo Sooyoung-ah..." ucapku.

"Jaljayeo Kyuhyun-ssi..." balasnya dengan senym sumringah.

Apa pernikahanku ini sangat aneh? Ah, tentu saja ini sangat aneh. Tidak ada malam pertama, tidak ada kebahagiaan penuh rasa, dan yang paling penting pernikahan ini tidak ada cinta. Mungkin lebih tepatnya hanya cinta sepihak, hanya aku. Aku sudah memperhatikannya sejak lama, tapi hatinya tetap pada satu Namja, Shim Changmin.

Shim Changmin. Hmm... entah bagaimana rupa namja itu, aku tidak tahu. Choi Minho, adik Sooyoung, menceritakan semuanya padaku bagaimana hubungan antara Sooyoung dan Changmin. Manis. Ya, kisah Sooyoung dengan namja itu sangat manis. Berpacaran sejak di bangku Kuliah dan kandas tiga hari sebelum acara pernikahan mereka berlangsung. Minho bilang, Changmin kecelakaan saat melakukan olahraga panjat tebing dengan ketinggian dinding mencapai dua puluh meter. Menurut Minho, Changmin adalah jagoan anak-anak penggemar dinding menjulang itu. Namun, apa boleh buat, jika Tuhan berkehendak, adakah satu manusia yang bisa menentang takdirNya? Entah apa yang salah saat itu, tiba-tiba saja penyangga badan Changmin terputus saat dia hendak meluncur kembali kebawah setelah mencapai puncak. Helm dan pengaman lainnya pecah. Tulang punggung dan tulang pangkal pahanya patah, tulang lengan dan kakinya retak parah, dan yang membuatnya tewas adalah pembuluh darah di kepalanya pecah bersamaan dengan otak kecil dan tengkoraknya.

Saat itu juga Sooyoung tak sadarkan diri selama beberapa hari. Dia di rawat di ICU. Sempat koma, tapi hanya satu hari karena esoknya dia sadar. Dalam sadarnya, dia menangis dan memeluk siapapun yang datang mendekat padanya. Kami semua bermaksud menenangkannya, tapi dia hanya bisa tertawa di tengah tangisnya. Kejiwaan dan tekanan batin yang dia rasakan sangat dalam. Bagaimana tidak, namja yang dia cintai, yang nyaris menjadi suaminya, meninggal dengan cara setragis itu. Andai aku ada di posisi Sooyoung saat itu, maka aku pasti akan gila duluan.

Itu adalah masa lalu Sooyoung lima tahun yang lalu, saat dia masih duduk di bangku kuliah semester tiga. Pantas saja aku selalu penasaran dengannya sejak pertama aku melihatnya. Saat itu aku sedang mempersiapkan skripsi akhir yang mengharuskan aku berkutat di dalam perpustakaan kampus sampai pukul Sembilan malam.

Flashback...

-

To be Continue...

Give comment first, than I'll share the next chapter soon ^_^

Vote juga ya... :*


THAT MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang