"Kata orang, masa lalu adalah kenangan yang sekuat apapun kamu mengapusnya, masih akan tetap berbekas di kotak memori. Semakin kamu berusaha melupakan maka semakin lekat kenagan itu."
**
Seminggu sudah berlalu sejak sikap aneh Revan saat di Bandung. Dan sejak saat itu pula sikap Revan berubah lagi, kembali dingin dan cuek. Meski begitu Revan masih berangkat-pulang-pergi seperti biasa, masih mau menikmati sarapan dan makan malam yang disediakan oleh Vira. Hanya saja untuk komunikasi keduanya sangat jarang sekali. Bahkan perhatian kecil seperti hari-hari sebelum ke Bandung pun sudah tidak pernah Revan lakukan lagi.
Pagi ini Vira harus ke kampus untuk menyelesaikan administrasi magang kerja. Kebetulan dia dan Yuli berada dalam kelompok yang sama. Dan dari sms Yuli semalam, gadis itu berencana untuk menjemput Vira kemudian ke kampus bersama.
Pada awalnya, dua hari setelah acara pertunangan di Bandung kemarin itu, Yuli selalu menghindari Vira. Jelas bahwa gadis itu cukup marah dan kecewa. Hal tersebut membuat Vira cukup kualahan. Karena seumur hidupnya, dia belum pernah mengalami hal ini dimana Yuli marah dan kecewa kepadanya.
Dan berterima kasihlah pada Dion. Kenapa? Karena gara-gara bola basket Dion yang nyasar ke kepala Vira hingga berakhir di klinik kampus, akhirnya Yuli mau mendengarkan penjelasan Vira.
Singkat cerita pada saat itu Vira berjalan setengah berlari mengejar langkah Yuli yang terbilang cepat. Hari itu Yuli masih terus menghindari Vira. Ketika melewati lapangan basket yang kebetulan tengah ada pertandingan 'Dekan Cup' dan kecelakaan kecil itu terjadi. Tepat ketika Vira sudah tinggal tiga langkah di belakang Yuli, tiba-tiba saja terdengar teriakan dari arah lapangan. Sedetik kemudian bola orange dengan cukup keras memukul kepala Vira hingga gadis itu jatuh dengan kepala membentur kursi permanen yang memang selalu ada di sepanjang koridor dan pinggir lapangan. Seketika itu pula Vira langsung pingsan. Melihat hal itu Yuli dengan paniknya meminta Dion yang tadi tidak sengaja melempar bola untuk membawa Vira ke klinik. Dan ketika Vira sadar langsung di serang oleh pertanyaan Yuli yang terlihat begitu khawatir. Yuli yang saat itu lupa kalau dia tengah mendiamkan Vira hanya gelagapan bingung saat menyadari sikapnya itu. Dari situlah mereka berbaikan.
"Menurut lo kita dapet lokasi mana?" tanya Yuli kepada Vira yang berada di balik kemudi. Vira yang duduk di sampingnya hanya berguman dan mengangkat bahu.
"Gue sih pengennya dapet yang di luar kota sekalian, bosen gue di sini. Biar dapet view yang agro banget gitu", lanjut Yuli.
"Hmm... boleh sih. Emang kampus kita salah lokasi deh kayaknya kalo mau buka jurusan kayak gini", balas Vira. Yuli yang sepertinya sependapat dengan ucapan Vira hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian keduanya terkekeh.
"Eh, tapi kalo jauh tuh suami lo digimanain?" tanya Yuli penasaran.
"Digimanain, gimana maksuk lo?" tanya Vira balik. "Ya nggak gimana-gimana juga", lanjutnya.
Yuli hanya menghela napas. Menyadari pertanyaan bodohnya barusan.
Setelah sampai kampus, keduanya langsung menghampiri papan pengumuman untuk melihat lokasi dan DPL (Dosen Pembimbing Lapang) mereka. Dan untungnya lokasi papan pengumuman tidak cukup ramai sehingga kedua tidak perlu berdesak-desakkan untuk antri melihat pengumuman seperti pada saat pengumuman pembagian kelompok beberapa hari yang lalu.
"Dan sepertinya doa lo terkabul", ucap Vira saat melihat nama kelompoknya.
"Ya sepertinya begitu", jawab Yuli semangat.
**
"Mas, nanti ada waktu setelah makan malam? Ada yang mau aku bicarain", tanya Vira pada Revan saat keduanya akan menikmati hidangan makan malam mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRY BOY[FRIEND]
RomansaDevira Rivalia Rossalyn, 21 tahun, mahasiswi Agroteknologi semester 6 Universitas Yudhistira harus menjalani pernikahan yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan. Hidup sebatang kara dan tiba-tiba saja harus hidup bersama orang lain yang notabenny...