This is my first short story. this story is purely my imagination, without the interference of others, and this isn't a story I took from the experience, the movies I watch, or a murder novel I've ever read. because, to be honest I was a timid person, for god sake I never read a thriller short story/novel or thriller movies. so it can be concluded if this article is less interesting, please proclaimed.
-----------------------------------------------------
Aku berlari menyusuri lorong ini sambil sesekali menengok kebelakang, memeriksa sosok itu. Peluh membanjiriku, nafasku menderu tidak teratur. Ku tengok lagi kebelakang dan ternyata sosok itu sudah tidak ada. Aku menghentikan langkahku lalu aku mengedarkan pandangan melihat sekelilingku yang tampak asing bagiku, begitu gelap, dingin dan sunyi. pandanganku berhenti ketika bertemu dengan satu titik bercahaya. Aku melangkahkan kakiku perlahan menuju titik tersebut. Tenggorokan ku tercekat dan aku mematung seketika saat menangkap siluet hitam melesat begitu cepat didepan pandangan ku.
'Sosok itu...' Batinku.
Aku memundurkan langkahku, lalu berbalik dan membelalakkan mataku saat menangkap sesuatu dihadapanku dengan jarak dekat.
'Sosok itu...' Batinku kembali berteriak.
Aku sontak mundur beberapa langkah dan menabrak sesuatu, dengan reflek aku menoleh kebelakang dan di saat yang bersamaan aku mencoba melarikan diri. Dengan tangkas mereka mengambil kedua tanganku dan diikatnya dengan tali yang entah mereka dapatkan darimana.
Aku terus meronta-ronta dalam bekapannya. 'Kreekkk..' Salah satu dari mereka memelintir tangan kananku hingga berbunyi, aku memekik kesakitan.
Aku menggigit bibirku, menahan isakan tangis yg akan keluar dari mulut ku. Air mataku telah berlinang sejak tadi.
"A-apa ma-mau kalian?" Tanyaku dengan terbata-bata.
Mereka diam tak menjawab.
Dijambaknya rambutku, dan ditampar pipi sebelah kiriku. Terasa panas... Air mataku menetes kembali. Tangannya diletakan di leherku seolah mencekikku, ditariknya keatas leherku. Sedangkan orang yang satu lagi masih memegang badanku sambil merogoh kantongnya mengeluarkan sesuatu dan diberikan ke sosok yang berada didepanku. Lalu sesuatu itu digoreskan dengan sangat pelan ke pipi kanan ku yang masih terasa panas dan perih bekas tamparannya tadi.
Aku menjerit kesakitan saat belati itu digoreskan di pipiku. Darah segar mengalir dari pipiku. Lalu ia goreskan lagi di lengan kiriku, dan kali ini goresannya lebih panjang dan sedikit dalam. Aku kembali menjerit dan kali ini isakan lolos dari mulut ku. Lalu mengalirlah darah segar dari lenganku.
Kemudian ia menjambak rambutku lagi, dan lalu menempelkan belatinya di pelipis ku lalu turun kepipi kiriku dan kembali membuat luka baru disitu. Aku tak mampu berkata, yang bisa kulakukan hanya menjerit dan menangis. Tak mampu meronta, karena mereka begitu kuat dan kejam. Saat aku mencoba lari mereka menendangku sampai terpengkur dilantai yang dingin.
Dibenturkan kepalaku ke lantai olehnya, pening menghantamku. Aku berusaha untuk mencoba berdiri lagi akan tetapi belum sempat aku berdiri mereka menyambit kakiku dengan pecut.
Salah satu dari mereka pergi entah kemana dan tak lama kemudian datang dengan membawa sebuah botol. Dibukanya botol itu dan airnya disiram mengguyur tubuhku. Aku menjerit tak karuan.
'Brengsek kau iblis!!!' Teriakku pada mereka.
Kembali air asin ini diguyurkan pada tubuhku. Perih bukan main yang ku rasakan. Aku meronta-ronta dan menjerit kembali, karena hanya itu yang bisa ku lakukan selain berdoa memohon kepada tuhan.
Aku menangis, kembali menangis. Mereka tertawa senang melihatku tersiksa, seolah teriakanku dan tangisanku adalah sebuah alunan lagu yang merdu. Aku tak mengerti mengapa aku yang harus dikorbankan, aku sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan masalah ini.
'Bukan aku yang membunuhnya!!' Teriakku dalam hati.
Teganya mereka melakukan ini kepadaku, aku salah apa? Aku melakukan apa?
*flashback*
Sore itu aku baru pulang dari sekolah, tiba dihalaman rumah aku mendengar keributan yang ku tau asalnya dari dalam rumahku. Aku langsung menaruh sepedaku sembarangan dan berlari masuk kerumah. Aku terkejut saat lihat keadaan rumah yang sangat berantakan. Ku lihat adik tiriku sedang menangis tersedu-sedu sambil menatap ayah tiriku ketakutan.
"Ayah!!!" Aku berteriak memanggil. Ayahku mengacungkan pisau kearah adik tiriku, oh astaga! Ayah tiriku memang mengalamin gangguan kejiwaan, ia seseorang yang tempramental, ibuku juga sering di pukulinya. Tapi, aku tidak pernah membayangkan kalau akan terjadi seperti ini.
Ayah menengok ke arahku dan tidak lama memfokuskan lagi apa yang ada di depannya.
"Ayahh!!!" Aku kembali berteriak saat pisau itu menancap tepat di perut Adik tiriku. Aku meneteskan air mata ku lalu memejamkan mataku. Aku tak pernah bermimpi akan menyaksikan ayah yang membunuh anak kandungnya sendiri. Aku tak kuat, aku tak tau apa yang telah dilakukan adik tiriku sehingga ia murka seperti ini.
Ayah langsung berlari keluar, dan aku langsung menghampiri adik tiriku. Aku menangis sambil memanggil namanya. Aku coba mengambil pisau yang menancap dan bersamaan dengan seseorang yang sangat kukenali masuk kerumah.
Nenek..
Nenek tiriku. Oh tidak ia akan salah paham!
Aku mencoba menje-
Akhh!!
Kembali ke kondisiku sekarang, dipecut kembali tubuhku. Aku mengerang kesakitan.
Akhhh!!
Air mataku kembali berlinang, saat pecut itu kembali menyambit tubuhku untuk kesekian kalinya, diulang seperti itu sampai aku tak sanggup untuk menangis. Perih, sakit, nyeri, semuanya menjalar ditubuhku.
Ibu.. Tolong aku... Batinku.
Aku mendongakkan kepalaku melihat kedua orang kejam itu dan yang kulihat adalah salah satu dari mereka melayangkan pisaunya ke arah perutku.
'Tiddaakkkk!!'
Aku memejamkan mataku, tak sanggup melihat proses kematianku yang tak lazim.
1 detik...
2 detik...
5 detik...
Aku membuka kedua mataku, mereka berjongkok dihadapanku dan menyeringai kepadaku. Aku melihat apa yang mereka lakukan lagi terhadapku kali ini, pisau itu berdiri tegak dengan posisi tajam menyentuh kuku ibu jari kaki ku. Ditekan, dan dicongkelnya kuku-ku. Terdengar lagi jeritan kesakitan ku. Tak ada habisnya mereka menyiksaku. Darah dimana-mana tidak membuat mereka iba kepadaku. Sampai dimana aku melihat sebuah pisau yang di genggamnya melayang sempurna kearahku.
Aku menyerah, semuanya kuserahkan pada tuhan. Biarkanlah bila ini menjadi akhir hidupku.
Aku rela, takkan lagi ku pertanyakan apa kesalahan ku sehingga ini terjadi dihidupku. Aku rela jika ini memang takdirku.Dan berhasil pisau itu menancap tepat di perutku. Aku memejamkan mata merasakan perih di sekujur tubuhku. Airmataku menetes untuk yang terakhir kalinya. Aku berakhir.
"Pintu maaf kini tertutup rapat, kesalahan yang mendalam tertinggal jauh dalam jejak perjalanan, semua yang terjadi tak mungkin bisa kembali, Tak ada kata maaf yang dapat diterima lagi. Semuanya terkubur dalam catatan history"
Makasih karena udah mau baca. Kurang lebihnya mohon dimaafkan hehe.