1

4.2K 242 7
                                    

Ada revisi didalam cerita ini. Maaf banget aku nge-update ulang. Gak ada yg berubah dari inti ceritanya cuma perubahan nama yang buat aku kurang srek sama nama sebelumnya. Jadi, nama Andrio diganti menjadi Akmal ya. Thanks sebelumnya.

Selamat membaca!
***

          Devalina yang menjadi salah satu gadis di SMA Padu Purnama yang terlihat biasa saja di banding anak gadis lainnya. Lugu? Tidak. Bertingkah? Tidak juga. Yang jelas dia sangat plinplan dengan sikapnya sendiri. Terkadang diam, terkadang humoris entah apakah dia mempunyai kepribadian dua atau tidak.

Aku melangkahkan kakiku memasuki kelas yang bertuliskan IPA-2. Awal kelas 12 pada semester terakhir makin membuatku giat-giatnya belajar, bukan untuk keliatan baik di depannya tapi, untuk membanggakan orang tua.

Saat kakiku menginjak lantai dasar kelas ini, suara riuh resah sana-sini mulai terdengar di indra pendengaranku. Semua orang seketika terpaku padaku. Menatapku dengan instens tapi setelahnya, mereka kembali beraktivitas masing-masing.

Aku tersenyum kecil ketika melihatnya sudah duduk membaca buku di mejanya yang terletak di pojok ruang kelas ini. Bangku ku dengannya tidak terlalu jauh, hanya di lewat satu bangku untuk aku memperhatikannya.

Aku menaruh tasku di meja. Terlihat dari kejauhan Clara—sahabatku berjalan menghampiriku.

Clara berdeham. Dengan cepat aku memalingkan pandanganku dan segera menatapnya.

"Ngapain?" tanyaku, membuat Clara tersenyum kearahku seakan- akan mengetahui apa yang ada di atas kepalaku.

Clara memperlihatkan deretan giginya. " Ya, gue tau. Tenang aja kali." Katanya

Aku menoleh ke arah 'Dia' yang bernama Akmal, sambil tersenyum. Saat dia menyadari dan langsung menengok ke araku, dengan cepat aku buang pandangan dan bersumpah serapah di dalam hati.

***

Bel istirahat berbunyi, waktunya untuk aku pergi ke kursi penonton bersama Clara yang sudah menjadi tempat favoriteku.

Tempat dimana aku dapat melihat Akmal bertanding basket dengan teman-temannya, melihat dia tertawa bersama temannya serta melihat Diana—yang menyukai Akmal sejak lama begitu juga dia teman sekelasku  yang sering memberikan makanan kecil untuk Akmal—Langsung. Bukan aku, yang hanya memberi botol mineral secara diam.

Aku menyeruput es teh manis yang sudah berada di tangan kananku dan mendekap botol mineral yang akan ku taruh di dekat handuk kecilnya yang biasanya kulakukan secara rutin disaat dia selesai bermain basket.

Dia tak tahu pemberian botol mineral itu. Terkadang, aku pura-pura membaca buku dan mengobrol dengan Clara dan sedikit mendengarkan apa yang di katakan teman-temannya mengenai botol mineral itu.

Aku melihat dari kejauhan Akmal hampir selesai bermain basketnya, dengan cepat aku menaruh botol mineral itu dan membuka buku Fisika yang sudah ku siapkan menjadi bahan yang akan ku lakukan nantinya.

Akmal terlihat heran melihat botol mineral itu lagi.

Byan—Temannya, menepuk pundaknya membuat Akmal menoleh.

"Botol mineral lagi? Gila lo punya secret admirer Mal!" Sahut Byan, melewati Akmal dan duduk di depannya.

Akmal menaikan sebelah alisnya dan membuka botol mineral itu, menegaknya sampai habis.

"Apa lo gak kepo siapa yang ngasih? Jujur ya, gue kepo dan kayaknya gue tau siapa orangnya." Tebak Byan.

Mendengar perkataan Byan. Tiba-tiba tubuhku menegang, semilir angin mulai menusuk di setiap rongga tulangku. Aku mempererat buku Fisika yang sudah menjadi korban ketakutanku. Kemudian, aku mendengarkannya kembali.

"Eh,elo!"

Aku menoleh ke arah Byan sekilas kemudian, kembali menatap buku. Berharap dia tidak berfikir kalau aku yang memberinya.

"Iya elo, yang lagi baca buku." Panggil Byan.

Mataku melebar, nafasku berhenti sekilas kemudian, kembali normal saat aku menoleh ke arah Byan dan Akmal yang manatapku penuh penyelidikan.

"Gue?"

Byan mengangkat alisnya. "Lo tau siapa yang naro botol mineral disini?" tanyanya.

Aku menghela nafas. "Mana gue tau. Gue baru dateng." Jawabku santai.

"Deva, kalo lo liat orangnya kasih tau gue ya, Please." Akmal mengangkat bicara. Membuat jantungku seketika berlari cepat dari biasanya dan meninggalkan tempatnya.

Aku mengangguk pelan. Ketika Akmal dan Byan pergi, refleks aku tertawa kecil.

Lucu ya, padahalkan gue yang ngasih kenapa gue harus nyari tau. Pikirku.

***

5vote?lanjut. Thanks

The HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang