《5》He and My Brother

3.4K 191 5
                                    

Luke mengekoriku di belakang selama perjalanan menuju kelas. Dia hanya diam dan tidak mengatakan apapun. Paling tidak, aku mempunyai alasan karena aku telat masuk kelas hari ini. Jadi Bu Priska gak akan menahanku lebih lama di depan kelas dengan pertanyaan-pertanyaannya. Kelasku tepat di sebelah laboratorium, jadi di lorong yang aku lewati sangat sepi. Saat sudah ada di dekat kelas, aku berhenti melangkah dan berbalik menatap Luke.

Luke yang matanya sibuk melihat gedung sekolah tidak menyadari kalau aku berhenti berjalan. Akhirnya dia menabrakku dan hampir saja aku jatuh kalau Luke tidak menahan tanganku.

"Duh, kalo jalan mata itu liat ke depan," kataku sambil menegakkan tubuh dan menepis tangan Luke yang menahan tanganku.

"Lagian kamu berhenti tiba-tiba. Emang udah nyampe kelas?"

"Tuh kelasnya." Aku menunjuk pintu kelas yang tidak jauh dari tempat kami berdiri.

"Terus kenapa berhenti disini?"

"Gue mau ingetin. Jangan bilang siapapun soal tadi gue basah kuyup. Apalagi sama Rian." Harusnya aku tidak perlu khawatir soal itu. Karena pertemuan Rian dan Luke yang terakhir dulu sangat tidak baik. Tapi lebih baik berjaga-jaga.

"Oke kamu cuma ngelarang aku buat gak bilang soal kamu basah kuyup. Tapi gak dengan soal kamu nangis kan?"

"Soal itu juga. Gak. Boleh," ujarku dengan nada penekanan di setiap kata. Aku benci mengakui kalau dia baru melihatku menangis.

Aku langsung melanjutkan langkahku menuju kelas. Saat di depan pintu kelas, kulihat Bu Priska ---guru Bahasa Indonesia yang centilnya minta ampun kalo sama cowok, dan cewek selalu salah di matanya--- lagi cerita di depan kelas. Aku langsung mengetuk pintu dan masuk ke dalam kelas dengan Luke yang masih saja mengekoriku.

"Dari mana kamu, Riana?" Gak usah teriak aku juga denger bu. Ngomong di depanku pas juga.

"Maaf, Bu. Tadi saya di suru pak kepsek dulu. Ini ada murid baru, Bu." Aku langsung saja menunjuk Luke yang berdiri di belakangku.

Bu Priska menggigit ujung bulpen yang dipegangnya. Itu sudah jadi kebiasaanya kalau aku perhatikan. Bu Priska melihatku dan Luke bergantian.

"Ya sudah kamu duduk." Akhirnya, untung aja ada Luke yang wajahnya bisa dibilang lumayan. Mungkin aku harus berterimakasih pada Luke. Kalau gak ada Luke mungkin tadi aku masih ditanya-tanya panjang.kali.lebar.kali.tinggi sama Bu Priska.

"Ada teman baru yang mau masuk kelas kalian loh," ujar Bu Priska dengan nada khasnya.

"Ayo kenalan dulu ya," ujar Bu Priska lagi. Hadeh kalo ada yang ganteng-ganteng aja kayak gini.

"Nama, Luke Hardiansyah. Panggilan, Luke." Buset dah. Itu anak hemat banget perkenalannya. Biasanya juga banyak ngomong.

"Luke Hardiansyah. Luke. Ganteng ya orangnya?" aku langsung memutar bola mata dengan malas. Sudah kubilangkan tadi? Yah memang wajah Luke lumayan. Teman sekelasku saja sudah banyak yang curi-curi pandang dan berbisik-bisik tentang Luke.

"Ya sudah kamu boleh duduk di bangku pojok belakang." Kata Bu Priska masih dengan nada khas-nya.

Luke langsung berjalan menuju bangkunya yang ada di pojok kiri kelas. Sedangkan bangkuku ada di pojok kanan. Bagus, aku tidak perlu berdekatan dengannya selama di kelas.

Semua temanku menyapanya dengan ramah dan hanya dibalas dengan singkat dan ekspresi datarnya. Kadang aku berpikir dia memiliki kepribadian ganda.

Setalahnya, pelajaran Bu Priska dilanjutkan lagi dan juga sesekali Bu Priska menyinggung soal ketampanan Luke. Kami para siswa berjenis kelamin perempuan hanya bisa diam dari pada terkena semprotan Bu Priska.

Rian(a) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang