Diva merapihkan kembali novel-novel yang setelah ia baca seharian ini, hari ini adalah hari Sabtu, seharusnya gadis itu menghabiskan satu harinya ini bersama orang-orang tersayang yang Diva miliki, tetapi gadis itu lebih memilih berdiam diri di kamarnya, dan berkutat pada semua novelnya yang sebenarnya sudah ia baca semua dan dia baca ulang kembali hari ini.
Usai merapihkan rak bukunya, gadis itu langsung merebahkan tubuhnya ke kasur, dan mulai mengecek apakah ada notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya seharian, karena dia belum sempat membuka ponselnya--akibat terlalu fokus pada novel.
Andre: besok ke dufan ga? lama ni div, gue kangen beduaan ama lo hehe.
"Cih, sekarang aja baru ngajak gue, kemarin kemana aja lo? Mati?"
Diva kembali melihat semua pesan yang masuk di ponselnya satu-per-satu, dan kemudian tercegang karena melihat satu pesan yang sangat membuatnya mematung hingga bermenit-menit lamanya, sebelum akhirnya gadis itu mematikan ulang ponselnya, lalu kembali men-cek ulang, apakah pesan itu benar-benar untuknya, atau sang pengirim salah mengirimkan pesan itu kepadanya.
Gadis itu menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu mulai mencari kontak Andre berada, dan menekan lambang panggilan yang akan menyambungkan ke ponsel lelaki itu.
"Halo? Diva?"
"Ahh Andre! Ndre please Ndre, gue butuh lo sekarang! Sumpah dangerous banget Ndre, sumpah gaboong deh!"
"Jelasin pelan-pelan bisa kan? Gue ga ngerti apa yang lo omongin, Div."
"Ahhh pokok nya sekarang lo---"
Tut...tut...tut
"Ah anjing! Pake mati segala nih hp,"
Diva berjalan ke arah balkon di depan kamarnya, dan mulai menikmati angin malam yang membelai rambut juga tubuhnya. Gadis berumur 17 kurang 5 hari itu termenung setelah mengingat kejadian yang baru saja menimpanya akhir-akhir ini, sang Abang tercintanya sudah genap memasuki 2 tahun dia di penjara, dan sekarang Diva hanya bisa termenung jika dia meridukan kakak laki-laki satu-satunya yang dia miliki itu.
Tak salah jika Diva sering merindukan sosok Givan yang selalu ada dan menemani gadis itu jika sedang mengalami suatu masalah dan Givan tak segan membantunya sampai masalah yang Diva punya tak kunjung datang untuk kembali menyakiti Diva. Bahkan Diva selalu bersyukur, Tuhan memberikan Givan ke dalam hidupnya dan Diva selalu bersyukur dia bisa menjadi Adik dari seorang Giovano Adrian yang terkenal dengan tampang nakalnya itu, bahkan tak jarang jika Diva pergi bersama Givan, siapapun laki-laki yang pernah menggoda gadis itu, langsung lenyap menjadi sebutir debu tak berguna dimata Givan.
Namun semuanya berubah, Givan jarang memiliki waktu bersamanya setahun terakhir ini, Givan selalu asik bersama temannya, dan setiap kembali ke rumah pada tengah malam. Kadang jika Diva butuh waktu bersama kakak laki-lakinya itu, Givan selalu memarahi Diva, dan berkata jika Diva harus bisa memaklumi kesibukkan Abangnya itu, bahkan jika Diva menginginkan Givan memberinya waktu agar Diva bisa bercerita segala kesedihan yang sedang Diva rasakan, Givan hanya memberikan lima lembar uang ratusan ribu, dan berkata jika Givan akan kembali dan mereka bisa bercerita seperti biasanya. Namun, hingga sekarang Givan tak kunjung kembali, sampai Diva mendapatkan berita, jika Givan di penjara, karena laki-laki itu terlibat kasus sebagai peredar narkoba.
Dia selalu mengingkari janjinya kepada Givan untuk selalu mengunjungi laki-laki itu di penjara sesekali, Diva merasa sangat bersalah telah mengingkari janjinya sendiri kepada Abangnya itu, dan Diva mengutuk dirinya sendiri, kenapa gadis itu tidak bisa menjadi seorang pemberani, layaknya seorang Givan yang melindunginya setiap saat. Diva sangat kesal mengapa dia hanya menjadi seorang pengecut, padahal dia memiliki kakak laki-laki yang sangat mempunyai keberanian yang tiada batasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Called Love
Teen Fiction[MASA REVISI] Dalam sebulan terakhir dia berusaha untuk bisa membuat Diva bahagia, agar dia bisa menunjukkan betapa besarnya rasa sayang yang ia berikan untuk Adik perempuan yang ternyata bukan Adik kandungnya itu. Namun Andre membantu keluarga mere...