Chapter 5 dan 6 dipublish sekaligus biar saya ga ada tanggungan lagi dan bisa fokus bikin novel
Happy reading~.
.
.
.
"Ah, ambil saja kembaliannya." Ujarnya ramah pada sang sopir setelah koper dan seluruh kantong belanjaannya selesai diturunkan dari bagasi sebuah taksii, tidak lupa turut melempar senyum. Keduanya sama-sama mengucapkan terima kasih dan kemudian diakhiri dengan kepergian kendaraan yang telah mengantarnya.
Kini, kedua iris madunya beralih pada sebuah rumah mungil dihadapannya. Meski sedikit gelap karena hari telah berganti menjadi malam, namun plat bertuliskan dua buah huruf kanji yang dapat dibaca sebagai 'Kuroko' masih dapat terlihat dengan bantuan cahaya remang. Si pemuda surai kuning yang telah menginjak lingkaran kepala dua itu memandanginya dengan perasaan senang yang tidak terdefinisikan.
Sudah setahun lamanya ia meninggalkan tempat tersebut sebelum kemudian memenuhi tuntutan tugasnya sebagai seorang pilot untuk melakukan penerbangan di Eropa, dan sama sekali tidak ada perubahan yang signifikan hingga mampu untuk membuatnya pangling sedikitpun. Tidak bisa menahan lagi perasaan rindunya, ia segera mengangkat koper serta kantung belanjaan yang jumlahnya tidak sedikit itu menuju depan pintu.
"Kurokocchi pasti kaget melihatku." Kekehnya pelan seraya membayangkan bagaimana reaksi yang akan ditunjukkan orang yang dipanggilnya 'Kurokocchi' saat melihat dirinya yang seharusnya masih bertugas di benua lain malah berada di Jepang—atau lebih tepat, berada di depan pintu rumahnya.
Yah, ia memang pulang sedikit lebih awal dari yang dijanjikan sebelumnya. Semua itu dilakukannya dengan sengaja hanya untuk melihat ekspresi langka yang nantinya akan terukir di wajah poker itu. Sifat usilnya sama sekali tidak hilang rupanya...
Meskipun begitu, di sisi lain ia juga sangat memahami bahwa jika Kurokocchi-nya sampai menanyakan perihal kepulangannya, pastilah sepupu kesayangannya itu memiliki permasalahan yang tidak bisa tersampaikan dengan baik jika tidak dengan bertatap muka. Dan berdasarkan pengalamannya, permasalahan itu cukup mampu untuk mengganggu yang bersangkutan, yang biasanya selalu kalem menjadi risau. Karena itu, meski berada di ujung dunia sekalipun, ia akan langsung pulang secepat mungkin jika diminta—tanpa mengorbankan pekerjaan tentunya. Karena jika itu dilakukannya, sudah bisa dipastikan bahwa sang sepupu akan mengacuhkannya seumur hidup.
Diturunkannya seluruh beban bawaan, kini giliran tangan kanannya terangkat untuk menekan tombol bel. Begitu mendengar suara derap langkah kaki samar dari balik pintu, ia segera bersiap untuk membawa sang pemilik rumah ke dalam pelukan (maut)nya.
Pintu terbuka, "Ya? Siapa—"
"KUUURRROKOCCHIIIII~" Kise Ryouta, nama pemuda itu, langsung menerjang masuk dengan brutal dan membawa sang empunya rumah ke dalam dekapan eratnya. Saat tengah asyik memeluk tubuh yang lebih mungil itu seraya melontarkan "aku rindu padamu" dan "Kurokocchi masih tetap manis ya", Kise menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak biasa dari sepupunya.
Ya, biasanya reaksi Kuroko tidak akan jauh dari mengambil beberapa langkah menghindar hingga ia terpaksa harus mencium lantai, dan mengatakan "sesak" atau "lepaskan aku, kise-kun" saat ia memeluknya. Tapi, sosok yang dipeluknya hanya terdiam dan sepertinya pasrah saja—yang menurutnya sangat tidak wajar.
Perlahan, Kise melepaskan dekapannya. Dan betapa terkejutnya ia saat menemukan sepasang iris biru laut yang seakan telah kehilangan sinar kehidupannya, kini menatapnya dengan hampa—bagai sebuah boneka hidup, memiliki jiwa namun disaat yang sama tidaklah benar-benar 'hidup'.
Ternyata firasatnya tidak salah. Dan Kise berusaha memakluminya dengan memasang senyum yang sedikit dipaksakan, lalu menepuk puncak kepala Kuroko, "Aku pulang, Kurokocchi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of A Florist And A Stalker
FanficHanya sebuah kisah tentang seorang pemilik toko bunga dengan sang stalker-yang dengan perlahan namun pasti, mulai menginterupsi roda-roda kehidupan damainya. "Maaf, tapi bisakah anda berhenti mengirim bunga tanpa identitas?" / "Semoga dengan ini, ke...