Hai, Inem datang lagi nih. Maaf ya dah lama menunggu. Emaknya Inem lagi sibuk kemarin jadi Inemnya disuruh mijitin Emaknya dulu. Hihihi.....
Nggak nyangka, fans ini banyak juga. Berasa jadi artis si Inem (loh..bukannya sudah jadi artis to?). Asal jangan lupa sama Emak aja ya Nem. Karena do'a emak sangat berguna untukmu. Ini ngomong opo to? Hehehe....
====================0000=====================
Hari Minggu. Pagi-pagi Jodha sudah melakukan rutinitasnya seperti biasa. Berhubung hari minggu jadi dia lebih banyak waktunya kosong dan sepertinya majikannya Bu Hamidah tidak pergi kemana-mana. Sedangkan Pak Humayun sedang berada diluar kota.
Seperti biasa saat sarapan pun masih tetap di jam yang sama, namun mereka hanya berdua saja. Jalal nampak belum turun dari kamarnya. Jodha ingin menanyakan tentang tuan mudanya namun sungkan. Dia hanya menikmati sarapannya dengan diam, sedangkan Bu Hamidah juga sepertinya sedang asyik sendiri. Sampai akhirnya Jodha pun tidak sabar ingin mengetahui keadaan tuan mudanya itu, bagaimana pun juga dia ikut andil atas penderitaan laki-laki itu.
"Mm...bagaimana keadaan Tuan Muda Bu?" akhirnya Jodha bertanya juga. Bu Hamidah tersenyum.
"Sepertinya baik Jo. Kenapa?" Jodha menggeleng dan tertunduk.
"Tidak apa-apa Bu, saya hanya merasa bersalah saja. Harusnya Tuan tidak seperti itu. ini semua gara-gara saya."
"Tidak usah merasa bersalah gitu Jo, sebagai laki-laki itu hal yang wajar kok Ibu rasa. Lagian kan nggak parah-parah amat tuh. Sesekali wajah anak Ibu di bikin bonyok nggak apa-apa kok, masa ganteng terus." kata Bu Hamidah sambil tergelak. Jodha hanya bisa melongo. Baru kali ini dia melihat seorang ibu begitu senang anaknya babak belur. Jodha hanya bisa menggeleng dalam hati.
"Kenapa Ibu sepertinya tidak sedih sama sekali melihat Tuan Muda begitu?" tanya Jodha dengan rasa penasarannya. Kembali Bu Hamidah tersenyum.
"Siapa sih orang tua yang senang anaknya di hajar seperti itu? nggak ada Jo. Hanya saja, dengan begitu Jalal akan bisa menjadi lebih dewasa. Dari kecil dia sudah biasa dihormati dan dilayani, tidak ada yang bisa membantah keinginannya. Tetapi sekarang dia berani berkelahi untuk membela kamu. Itu artinya dia sudah mau berjuang untuk mendapatkan keinginannya meski itu sulit." Jodha terdiam mencerna perkataan majikannya itu. Bu Hamidah hanya tersenyumnya, "coba kamu bangunkan Jalal, Jo. Masa jam segini masih tidur aja. Mentang-mentang hari libur." Jodha berpikir sebentar. Ada rasa sungkan dihatinya memasuki kamar majikan mudanya itu sendirian.
"Tapi Bu,..." Bu Hamidah menatap Jodha yang nampak ragu-ragu.
"Tapi apa..?"
"Ng...saya nggak enak Bu masuk kamar Tuan sendirian." Bu Hamidah tertawa.
"Emang kamu mau ngapain disana?" wajah Jodha memerah karena malu, "sudah, sana bangunin. Lagian kalau di macam-macam hajar aja." Kata Bu Hamidah tersenyum lebar.
"Baik Bu." Akhirnya Jodha pun menuruti keinginan Bu Hamidah untuk membangunkan tuan mudanya itu.
Sesampai di depan pintu, dengan ragu-ragu dia mengetuk. Tetapi tidak ada jawaban, sampai berulangkali dia berbuat seperti itu. Akhirnya dengan nekat dia membuka pintu kamar tuannya. Nampaklah Jalal sedang terlelap dengan wajahnya yang masih terlihat lebam. Namun masih terlihat tampan meski di sana sini masih membiru.
"Tuan...Tuan...." panggil Jodha. Namun, Jalal masih tidak bergeming. Jodha mendekati tuan mudanya berniat ingin mengguncang bahunya. Tapi, ternyata dia mengerutkan keningnya melihat butiran keringat muncul di dahinya. Padahal pendingin udara masih hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanficAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...