O N E: Blood-Crazed

5.3K 439 87
                                    

MIN SUGA (MIN YOONGI)| AU, DEATH FIC, GORE, PSYCHOLOGY, THRILLER, RIDDLE| R (PG-17)

"Nah, sekarang waktunya kau mati."

NB: Fanfic ini hanya sekedar fiksi belaka. Berisi adegan yang mungkin terbilang menyeramkan. Bagi kalian yang tidak terbiasa dengan adegan kekerasan, disarankan untuk tidak membaca.

WARNING, Rating: R (PG-17) Beberapa adegan mungkin tidak pantas bagi umur 17 tahun ke bawah.

***

Pt. 1| Penggila Darah

Yoongi, tolong cekik lehernya.

Biarkan nafasnya hilang sampai dewa menghantarkannya ke jurang kematian.

Itu yang telinga Yoongi dengar terakhir kali hingga suara yang memabukkan raga itu pergi bersama deru angin malam. Mengirimnya ke lumbung kesepian bersama sajak kematian yang akan segera ia dengar. Ia mungkin tak merasa sendiri sekarang. Ia bersama seorang wanita. Hanya saja sebentar lagi... mungkin ia akan menjadi sendiri lagi.

Sosok itu menuntun Yoongi untuk mencekik wanita di depannya, wanita muda yang bahkan tak Yoongi kenal namanya. Meski tak kenal, rasa benci tetap hinggap kala manik-manik Yoongi menatapnya. Bengis, dingin, kelam, dan tak pelik membuat tubuh wanita itu bergetar ketakutan.

Yoongi mendekat, langkahnya diiringi ketukan-ketukan irama dari sepatu. Yoongi hendak mencengkram lehernya, namun gerakannya terhenti. Yoongi membuat wanita di hadapannya tadi bersyukur, berharap kematiannya tertunda meski hanya sedetikpun.

Yoongi ingat bahwa sosok itu berucap kata leher. Sosok itu menyuruh Yoongi untuk meremas kuat kerongkongan wanita ini lalu membuat sistem kerja paru-paru dan jantungnya berhenti. Yoongi juga ingat bahwa ia sanggup menyelesaikan kengerian itu dalam sekejap, mudah sekali seperti ia berkedip dalam satu kedipan. Tetapi bagi Yoongi itu sama sekali tidak mengasikkan, ia ingin bermain lama. Selama ia bisa memandangi atau bahkan mencumbunya.

Yoongi mengusap bibir wanita itu dengan gerakan pelan. Sorot matanya semakin kelam sementara ia tahu wanita ini sedang gugup setengah mati. Yoongi benar-benar tak peduli. Ia membungkamnya, menekannya, lalu menggigitnya dalam. Meraupnya lagi seakan sedang menelan kue moci. Tanpa sadar, darah menetes di balik ciumannya. Darah yang menetes dari bibir sang wanita. Yoongi turut merasakan cairan anyir itu. Ia tersenyum puas. Gerakannya berubah lebih kasar, Yoongi menyesapi darah itu sambil tetap merasakan arti dari sebuah ciuman. Yoongi menyebutnya sangat manis, darah dan bibir. Ciptaan yang menggairahkan.

"Kau begitu menarik..." ujar Yoongi. Ia mengeluarkan sesuatu yang mengkilat dari setelan jasnya. Membuat benda itu tampak seperti permata karena gelapnya malam. Namun pada kenyataannya itu adalah sebilah pisau. Ujungnya meruncing, tak kalah tajam dari mata elang. Wanita tadi merutuki tingkah Yoongi.

"Aigoo... kenapa kau tidak tersenyum sama sekali padaku? Baiklah, aku akan membuatmu tersenyum." Yoongi menyeringai. "Aku akan mulai dari sini, kau itu harus tersenyum sebelum mati. Dewa akan menyukaimu jika begitu." Nasehatnya.

Yoongi mengarahkan pisau ke mulut wanita itu. Pertama, ia mencengkram dagunya. Lalu ia buat wanita itu membuka mulutnya lebar-lebar. Kemudian Yoongi mengiris bibir yang ia sesapi tadi dengan cara menyamping. Kanan dan kiri ia buat sama, memotongnya sampai menembus ke telinga. hal itu membuat sang wanita memekik keras, Yoongi tertawa hingga membuat wanita di hadapannya itu berderai air mata.

"Aku benci melihat wanita yang menangis. Aku akan mengambil matamu saja biar lebih gampang."

Dengan gerakan bak seorang profesional dalam hal memasak, ia memainkan pisau dan mencongkel kedua mata itu. Yoongi membuangnya, sehingga bola-bola itu menggelinding jatuh ke lantai. Ia menginjaknya karena terlampau jijik.

"Nah, sekarang waktunya kau mati."

Ia menghempaskan tubuh itu ke dinding, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi dengan mencengkram lehernya. Hantam kemudian banting sementara tangannya tetap meremas kuat. Tubuh itu menggeliat kecil, tersengal sengal dan mencoba bertahan. Tak sampai lima menit, Yoongi segera mengakhiri kegiatannya diiringi dengan nafas pendek terakhir dari korbannya.

"Ayo pergi sana dengan tenang." Kekeh Yoongi. Ia bermonolog sendiri. Sepi.

Yoongi merasa tak berdosa meski sudah membunuh. Pembunuh? Bagi Yoongi, ia lebih layak disebut kurir penghantar kematian, mengingat betapa suksesnya ia menghabisi nyawa orang. Dalam waktu yang cepat, dalam kondisi yang pengap dan gelap, siapapun korbannya, pun demikian dengan parasnya yang tampan dapat mempesona siapa saja, termasuk wanita tadi.

Ia merogoh saku jasnya lagi, menemukan benda berbentuk persegi. Kemudian tampak jelaslah cahaya berpendar keluar. Disusul cahaya-cahaya kota malam yang menuntun ia pergi.

"Sudah selesai."

PIP!

-EPILOG-

Dunia dengan seorang pembunuh profesional adalah bayaran dari emosi. Membunuh dihitung sangat elegan dan dikagumi. Membunuh disanjung tinggi. Tidak ada kelemahan. Pelampias emosi. Membunuh atau dirimu akan dibunuh. Pecundang adalah mereka yang mengacungkan pisau dengan tangan bergetar.

Min Yoongi begitu pandai dalam urusan kematian. Mereka yang bodoh dan mudah terperangkap dapat Yoongi bunuh tanpa satu kesalahan, Yoongi adalah sosok yang haus akan darah. Dia maniak.

Yoongi memulainya sejak kecil, ia tercemar. Ia pikir ia bisa berhenti dan mencari jalan keluar, namun dunia yang kejam membuatnya kembali jatuh. Sampai ia menemukan sosok yang dapat mengendalikan emosinya penuh. Membuat Yoongi bangkit dari keterpurukannya. Memancing diri Yoongi sebagai pemangsa sejati.

Yoongi memandang gadis yang tengah tertidur di ranjangnya. Lalu ia melepas jasnya. Yoongi baru saja pulang, masih dengan bau darah. "Ze, bangun..." gumamnya kecil sambil meraih tangannya. Zea Jang, gadis itu sudah melampaui setengah umurnya bersama Yoongi.

Zea terbangun, menangkap kegelisahan Yoongi dengan kedua netranya. Pandangannya jatuh pada kaos Yoongi yang terciprat sedikit darah. Namun ia tetap memeluk Yoongi tanpa rasa takut. Yoongi membalas pelukan itu erat. Sungguh Yoongi lelah. Jika Zea sudah memeluknya, ia tak akan sungkan menenggelamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu. Menghirup aroma wangi Zea sebagai penetral tubuhnya.

"Bukankah kau lelah? Ayo tidur..." ucap Zea sambil menepuk-nepuk pelan punggung Yoongi. Yoongi tak menjawab, ia hanya mengangguk. Seiring berjalannya waktu, mata Yoongi perlahan terpejam. Yoongi meringkuk lebih dekat. Memeluk Zea lebih erat dari sebelumya. Lalu membiarkan bibirnya mengecup singkat pipi pucat Zea sebelum ia tertidur pulas di pelukan gadis itu. Zea tersenyum lalu berujar, "Terima kasih, Yoongi."

SCENARIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang