Di sebuah rumah yang tak terlalu mewah, terdengar bacaan yasin dan tahlil dari ruang tengah. Pemilik rumah sederhana tersebut sedang berduka cita atas kepergian Silayna Azkia dan putrinya yang baru saja lahir didunia tapi menghembuskan nafas terakhir saat sang Ibu mengecup keningnya dan menutup mata bersamaan, Jessyliana Al Thaff. Mereka berdua baru saja dikuburkan meninggalkan kenangan yang membuat sanak keluarga benar-benar merasa kehilangan. Pasalnya, Silayna pergi meninggalkan Alvian Al Thaff, suaminya dan juga putri keduanya yang masih berumur 4 tahun bernama Sisilia Alfiana Al Thaff. Seharusnya Sisi mempunyai Kakak laki-laki bernama Syailendra Al Thaff. Sayangnya, Andra menghembuskan nafas terakhirnya sebulan setelah ia melihat dunia karena gangguan syaraf. Jadilah sekarang Sisi menjadi anak tunggal, satu-satunya harta berharga yang dimiliki oleh Alvian.
"Papa angis?" Tanya Sisi yang berada di gendongan Alvian sambil mengusap pipu Alvian yang sembab.
"Enggak sayang. Sisi mau main sama Kak Cacha?" Jawab Alvian sekaligus mengalihkan perhatian putrinya. Sisi mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang bernama 'Cacha'. Seorang gadis kecil berumur 5 tahun yang sedang duduk di pangkuan Diana, Mamanya. Sisi langsung tersenyum saat pandangannya bertemu dengan Cacha.
"Papa, tulunin Sisi. Sisi mau ain ama Kak cacha ya?" Rengek Sisi minta turun.
"Jangan lari-lari sayang..." pesan Alvian yang sepertinya tak digubris oleh Sisi karena simungil sudah langsung berlari meninggalkannya.
"Kak cacha!" Panggil Sisi semangat dengan senyuman lebarnya membuat Cacha alias Vriska Apriliana Sasha menoleh padanya dan mereka berpelukan layaknya orang dewasa yang lama tak bertemu.
"Kamu nangis?" Tanya Sasha perhatian sambil mengusap pipi Sisi. Diana dan Fandi, suaminya, begitu terharu melihat keakraban anak mereka dengan Sisi. Di antara sepupu yang lain, yang paling dekat dengan Sisi ya hanya Sasha. Mereka berdua kadang dianggap anak kembar, apa apa selalu dibelikan berdua kembaran.
"Endak, papa yang angis Kak. Sisi ndak oleh angis, Mama ama dedek kan udah bahagia ama Allah." Jawab Sisi dengan cengiran khasnya yang menggemaskan.
"Sisi dan cacha main di belakang dulu yaa? Papa sama Mama mau bantuin Oom Alvian dulu." Ucap Diana mengusap rambut keduanya dengan sayang.
"Oceee.." jawab keduanya kompak kemudian segera berlari bergandengan tangan menuju belakang rumah yang terdapat ayunan disana.
"Vin, kamu yang tabah. Kamu ngajarin Sisi supaya gak nangis, malah kamunya yang nangis. Ingat, kamu tidak sendirian. Kamu masih punya Sisi." Kata Diana mengusap bahu Alvian mencoba menguatkan.
"Kamu juga masih mempunyai kami dan keluarga yang lainnya. Biarkan Sila dan Jessy tenang di sana. Mereka sudah bahagia bersama sang Pencipta." Timpal Fandi ikut menguatkan.
"Makasih Bang, Mbak!" Jawab Alvian masih terlihat lesu.
Diana merasa iba pada adik iparnya yang satu ini. Sebenarnya ia juga merasa sedih karena adik kandungnya yang paling bungsu meninggal secepat ini dalam usia muda.
****
"Sisi, Abang balik dulu yaa? Jaga diri baik-baik." Kata Abil, sepupu Sisi dan Sasha juga. Anak dari Rheina dan Aldi, kakak kedua Diana dan Silayna.
"Iyaa Bang. Hati-hati yaa.." jawab Sisi sambil bersalaman pada Rheina dan Aldi dengan sopan.
"Mama! Biarin Sisi ikut sama kita yaa? Nanti Sisi sendirian disini, kasiann.." Sasha merengek pada Diana membuat Sisi ikut menatapnya sendu. Setiap mereka berpisah, selalu saja seperti ini. Pasti salah satu dari merrka ada yang menangis.
"Kapan-kapan kita bisa main lagi sayang. Kalau Sisi ikut sama kita, kasian sama Oom Alvian dong sendirian. Ya?" Bujuk Diana mencium pipi Sasha yang ada dalam gendongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Terhebatku
Casuale"Kehilangan‼Ya, aku sudah merasakannya sejak aku belum ada dalam perut Mama. Bahkan ketika aku menginjak umur 4 tahun, aku kembali merasakan kehilangan ketika Mama dan calon adikku sudah di panggil Tuhan terlebih dahulu. Disitulah, setiap cobaan dat...