"Apa?! Kau gila! Mana mungkin aku akan menerima tawaran itu! Damn, I'm not even gay!" Teriak Hiro akhirnya setelah beberapa saat tidak mampu berkata-kata. Sang menejer yang rupanya sudah menduga kegemparan ini akan terjadi, tampak menghela nafas pelan tanpa benar-benar merespon teriakan sang idol.
Hiro menjambak rambutnya kesal, matanya menatap sang menejer dengan tatapan tajam, campuran antara amarah dan frustasi. Seperti yang tadi ia teriakan pada menejernya, Hirota Reno, bukanlah seorang gay. Ia bahkan termasuk dalam kelompok homophobic.
Meski tergabung dalam grup idola beranggotakan tujuh orang pemuda tampan, dan kerap kali menjadi karakter utama dalam berbagai cerita fanfiction bertema boys love, Hiro sama sekali tidak pernah terpikir akan menjadi penyuka sesama jenis. Jadi, apa yang sedang ia alami sekarang benar-benar seolah mimpi buruk baginya.
Tiga tahun berkecimpung didunia idol group Jepang, Hiro paham betul arti fans bagi kelangsungan karirnya. Maka dari itu ia berhasil menahan diri untuk tidak mengamuk saat dijadikan ikon "ultimate uke" oleh hampir seluruh fans DESEVEN.
Meski begitu, untuk masalah kali ini, Hiro sungguh tidak bisa diam saja. Bagaimana mungkin orang-orang mengharapkan dirinya untuk ambil bagian menjadi aktor utama dalam drama bertema boys love yang akan menjadi projek besar salah satu rumah produksi ternama, sekaligus sebagai ajang promosi album DESEVEN yang akan datang?! Hiro rasa mereka semua benar-benar sudah gila. Dan apa yang terjadi dengan stasiun televisi di luar sana? Bagaimana mungkin drama semacam itu bisa mendapat izin pembuatan dan penayangan? Lalu, diatas semuanya, kenapa juga dia -Hirota yang harus jadi pemeran utama?
Kepala Hiro terasa berdenyut hebat. Ia menjatuhkan kepala pada tangan kanannya yang terlipat di atas meja dengan bunyi "tuk" keras.
Memberikan semacam fanservice berupa pelukan hangat pada anggota grupnya adalah satu hal, Hiro masih bisa tahan (lagi pula partner fanservice-nya jelas tidak memiliki ketertarikan pada lelaki karena sudah memiliki pacar), tapi untuk berakting di depan kamera secara profesional, terlebih lagi ini akan menjadi debutnya sebagai aktor, Hiro tentu saja tidak akan pernah menyetujui hal itu.
"Demo Hirota-kun, kau sendiri yang sudah menandatangani kontraknya." Sang menejer mengingatkan meski sebenarnya di dalam hati merasa sedikit bersalah.
"Tapi itu karena kemarin kau memberikannya padaku saat aku buru-buru hampir terlambat masuk kelas, jadi aku tidak sempat lagi membaca isi kontraknya! Kau pasti sengaja kan Kitsuchi-san?" Hiro memukulkan kepalan tangannya ke atas meja dengan kekesalan memuncak. Ia sangat yakin bahwa semua hal yang sedang terjadi saat ini pasti juga campur tangan pihak manajemen dan menejernya, bahkan kemungkinan besar anggota DESEVEN pun ikut ambil andil. Terutama sang leader, mengingat semua kontrak kerja personal juga didiskusikan bersama leader grup.
"Yah, aku benar-benar minta maaf. Sungguh. Tapi ayolah Hiro! Lagi pula, ini tidak akan sesulit yang kau bayangkan. Kau juga bisa belajar lebih cepat bersama para aktor lainnya, bukannya kau bilang ingin melebarkan sayap sebagai multi-entertainer?"
Hiro menatap sang menejer dengan wajah frustasi, tidak tahu lagi harus bagaimana menyikapi kabar buruk itu. Egonya seolah diinjak-injak, mengingat ia sadar betul bahwa ia tidak berdaya. Membatalkan kontrak yang sudah ditanda tangani, akan menjadi masalah amat pelik yang berujung tuntutan panjang. Belum lagi, jika ia memang melayangkan tuntutan pada rumah produksi, ia sudah pasti akan kehilangan perpanjangan kontraknya sebagai anggota DESEVEN. Tidak perlu sampai membahas bagaimana kata "tidak profesional" akan melekat dibelakang namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Back Of Yours
Romance"Apa?! Kau gila! Mana mungkin aku akan menerima tawaran itu! Damn, i'm not even gay!" Hiro menjambak rambutnya kesal, matanya menatap sang menejer dengan tatapan campuran antara amarah dan frustasi. Seperti yang ia teriakan, Hirota Reno, bukanlah s...