"Sudah kubilang dari awal. Jangan pernah sampai kehabisan kata-kata!" Ben, pimpinan redaksi majalah 'Teens' berkacak pinggang di depan anggota redaksinya. "Bagaimana bisa? Tak ada satu katapun dari cerita yang tertera di majalah ini?" Ben menunjuk majalah yang sedari tadi dipegangnya. "Khususnya kau, Rian! Karena kolom itu merupaka bagianmu." Yang ditunjuk hanya menunduk. "Maaf, Ben. Kami kehabisan ide cerita." Justru Eldrin, jurnalis senior berjambang tebal yang menjawab. "Bagaimana bisa?" Eldrin hanya terdiam mendengar balasan bosnya.
Suasana kantor lengang. Memang. Kantor yang dibeli Ben ini, agak kurang pas disebut kantor. Dekorasi dengan suasana rumahan. Dinding yang dilapisi dengan wallpaper warna warni pilihan keponakan Ben. Sofa duduk yang besar dan lembut. Ruang kerja yang tak diberi sekat. Bahkan untuk minum, karyawan Ben bisa mengambil segelas jus dari dalam kulkas. Atau menyeduh kopi di dapur –selama persediaan masih ada. 'Biar kerjanya santai. Santainya kerja.' Begitulah tukasnya. "Aku tahu Eldrin, walau kau yang paling senior di sini. Jurnalis paling berpengalaman. Tak terhitung ratusan artikel jurnal bertuliskan 'Eldrin Hendriansyah.'Tapi aku bosnya di sini, Drin. Aku yang memimpin di sini." Suasana tetap saja lengang. Ben dikenal tak pernah marah. Bila ia marah, berarti masalah ini benar-benar serius. Tak ada yang bersuara. Bahkan jangkrikpun tak kuasa. Berikut Eldrin yang tenggelam duduk di sofa kantor. "Baiklah." Ben menarik nafas sejenak. "Setidaknya, ada X Million Stories di muka bumi ini. Mengapa harus X Million? Karena jumlahnya yang terhingga. Sebanding dengan 'X variable.' Segala hal di dunia ini, tak akan pernah lupah dari namanya cerita, kisah, atau apalah kalian menyebutnya. Semisal, seseorang yang berjalan di pasar. Bertemu temannya. Lantas kembali pergi. Bertemu copet. Dan ia mengejarnya. Orientasi, konflik, solusi. Kalian tentu sudah hafal di luar kepala tentang teori teks narasi. Segala hal adalah cerita. Asal disampaikan kembali. Kejadian itu diulang kembali. Baik lisan, maupun literasi. "Bahkan tuhanpun menulis cerita-Nya. Yang kita kenal dengan Lauh al-mahfudz. Dan tentu, kitalah tokohnya. Lihatlah. Ternyata, ada begitu banyak cerita yang tercipta di muka bumi ini. Tak terhitung. Karena cerita itu, adalah jejak kehidupan." Rian membetulkan posisi duduknya. Ia mulai tertarik dengan apa yang dibicarakan Ben kali ini. "Tak terbayangkan bukan jumlahnya? Itu baru kisah dari realita. Belum lagi cerita yang sudah menjadi cerita. Cerita yang sudah dalam bentuk literasi. Entah based on true story atau hanya fiktif. Anak perempuan yang sedang kasmaran, menuliskan perasaannya. Menceritakannya dengan guratan pena di atas kertas. Atau sebatas status di facebook. Murid laki-laki yang jahil sekali menceritakan keburukan gurunya saat sedang di kantin. Itu semua cerita. Urung lagi penulis-penulis yang menuliskan ceirtanya. Cerpennya. Atau novelnya. Tak jarang dari satu novel, terselip satu, dua, tiga, atau lebih cerita. Lantas, ada berapa banyak novel yang berjejer di toko buku saat ini? Berapa banyak penulis yang menciptakan banyak novel tersebut? Baik yang amatir ataupun profesional? Tak terbayang bukan banyaknya?" Eldrin mengangguk setuju. Pemahaman yang luar biasa dari Ben. Tak salah, jika ia memilih majalah ini sebagai tempat terakhir ia berlabuh di akhirnya karirnya. "Ada X Million Sories di muka bumi ini. Y Thousand diantaranya merupakan cerita yang menarik diulas. Dan Z Hundred diantaranya merupakan kisah cinta. Dengan X, Y, Z, sebagai Variabel." Ben mengakhiri. "Lantas, cerita yang bagaimana yang kau inginkan untuk memenuhi kolom kisah di majalahmu, Ben?" Rian mencoba membuka suara. "Jangan bodoh, Rian. Semuanya merupakan cerita. Tak ada yang luput. Entah X Million, Y Thousand, atau Z Hundred. Semua sama bagiku. Cerita. Atau bahkan, sebenarnya, kita itu tidak nyata. Kita hanya sebuah tokoh yangdiceritakan. Tokoh dari cerita yang ditulis seseorang di dunia nyata sana. Entahlah. Karena dunia tak pernah luput dari cerita." Rian hanya mengangguk berpikir. *** Aku mereganggkan otot jemariku. Mengetik judul "X Y Z Million Stories (Dengan XYZ Variabel). Aku sedikit tertawa dengan apa yang diucapkan tokoh yang aku tulis. Ben. Lantas, aku menyimpan file tersebut. Mengirimkannya ke redaktur koran mingguan. Berharap cerita Ben ini dapat dimuat di sana. Tapi sejatinya, diterima atau tidak, aku tetap bahagia. Menulis sudah cukup membuat senang hatiku. "Kau benar, Ben. Kau, Rian, dan Eldrin hanya merupakan tokoh dari sebuah cerita. Cerita yang aku tulis sendiri. Dan bukannya tidak mungkin juga. Aku merupakan tokoh dari cerita yang ditulis seseorang di dunia nyata sana. Bukannya begitu? Entahlah. Karena dunia tak luput dari cerita. Dan ada X Y Z Million Stories di muka bumi ini. - END - Krapyak, 31 January 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
X Y Z Million Stories (Dengan xyz Merupakan Variable)
Short StorySetiap kehidupan adalah kisah