Love Me Right #1

48 5 6
                                    

Perempuan itu turun dari angkutan berwarna biru yang kita sebut taksi, kemudian mengelilingkan pandangannya ke sekitar, tampak mencari sesuatu. Aku tetap duduk di sini, melihatnya dari kejauhan tanpa berniat muncul di hadapannya. Aku kenal dia, dia mungkin mengenaliku. Dia yang aku tunggu, dan akulah yang ia cari.

Perempuan itu mulai melangkah pelan ke depan dengan sneakers motif tengkorak yang membungkus telapak kakinya, sedangkan batang kaki jejangnya itu dibalut celana jeans hitam. Blus tipis menutupi tubuh bagian atasnya, dengan snapback lambang EXO yang tersangkut di kepalanya. Rambut panjang kecoklat-coklatan itu menjuntai pendek sepunggungnya. Mata berpupil hitamnya berujung runcing, sangat alami. Wajahnya cantik di tambah dengan –mungkin sedikit polesan make up-nya. Ia lebih cantik saat ini, daripada selama kami saling video calling.

Perempuan itu mengambil sesuatu di tas kecil yang dia sangkutkan di bahu kanannya. Ponsel pintar. Smartphone. Dia mulai mengetik sesuatu di sana, lalu menempelkan ponsel itu ke telinga kanannya.

Cause you’re amazing, just the way you are…

Ponsel yang aku taruh di atas meja di sebelah gelas jus itu tersambung dengan panggilannya.

Terpampang namanya di sana.

Aku tersenyum kecil, kemudian kembali meliriknya dan ternyata masih berdiri di trotoar pinggir jalan yang terselimuti debu. Sesegera mungkin, tombol reject kutekan. Kembali aku meliriknya. Kini, senyumku mengembang ketika muka kesalnya tercetak di wajah tirus alami itu.

Seperti biasa, aku selalu suka hal-hal kecil tentangnya.

Kembali ponselku bergetar, dan kembali namanya lagi yang tercetak di sana. Angkat? Tak usah? Beri respon saja.

Darimana saja kau? Aku menunggumu dari 1 jam yang lalu! Jus tomatku pun sudah hampir habis. Lama sekali kah saat di jalan? Kenapa kau tak memintaku untuk menjemputmu? Kenapa kau lebih memilih dijemput supir taksi, daripada dijemput oleh ku? Padahal aku memakai pakaian berwarna sama dengan Pak supir taksi itu. Ayolah, cepat kemari, dan jangan buat aku mengasihanimu karena celingak-celinguk di trotoar seperti itu.

Aku meliriknya kembali setelah pesan itu terkirim. Serentetan pertanyaan, bukan sekedar pertanyaan. Kini aku sedang bermain dengannya. Dia melihat ponselnya, kemudian bibir itu menggerutu kesal yang membuat senyumku mengembang lagi. Sepertinya kini, yang harus kukasihani adalah diriku sendiri, sangat tidak elit senyum-senyum sendiri sedaritadi ditengah orang-orang yang sedang menyesap minuman makanannya. Melihat ponsel, melirik keluar jendela, kemudian tersenyum. Anak itu benar-benar mempengaruhi sikapku. Sial! Cepat kemari sebelum aku sendiri yang malu karena dianggap tidak waras!

Ting nong!

Tunggu, kau dimana hey? Temui aku disini kek, jangan malah marah tak jelas seperti itu. Aku saja tak tau kau dimana, bagaimana bisa aku menemuimu?

Sudah kuduga, dia tak akan mengerti teka-teki ini.

Pikir sendiri. Kau lupa bagaimana gayaku berkomunikasi denganmu, hey?

Aku mengedarkan bola mata kesal. Lalu, 4 bulan kita dekat, manfaatnya apa? Kenapa dia belum juga mengetahui sikapku, sih. Perempuan aneh memang, perempuan paling aneh yang pernah aku kenal. Bahkan seharusnya kita tidak saling mengenal. Membayangkan perkenalan tidak sengaja kita saja sudah membuaku bingung menyadari sesuatu, kenapa harus aku? Kenapa harus aku yang dahulu ia pintai tolong tak jelas? Dan kenapa pula, rasa penasaranku akan dia terus menerus berkembang?

Aneh. Apa kehidupan yang lain juga aneh?

Aku kesana.

Pesan darinya itu membuat senyumku tercetak jelas. Good luck for you. Aku yakin dia bisa memecahkan soal ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Me RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang