⏩ 27. Begini rasanya?

8.3K 337 84
                                    


"Ceraikan aku"

Yang benar saja? Apa dia benar mengatakan hal itu? Apa ini. Ada apa dengannya, apa karna Naomi? Kenapa dia memintaku menceraikanya?

"Ve, kamu.."

"Aku serius, ceraikan aku Va." Ujarnya menunduk. "Liat aku Ve."

Ia masih menunduk, dan kini bahunya sedikit bergetar aku tau dia sedang menangis. Ku narik dia kedalam pelukanku, nyaman sangat nyaman rasanya. Aku merindukanmu sayang, sangat. Pelukan ini adalah pelukan yang selalu aku rindukan.

"Menangislah Ve." Aku mengeratkan pelukanku padanya, ia sepertinya ingin melepaskannya. "Biarkan Ve, jangan lepaskan." Pintaku,

"Lepas Va, gimana kalo Naomi lihat?." Ujarnya, aku mlpaskan pelukanku dan memegang kedua lengannya. "Tatap aku Ve."

"Katakan permintaanmu tadi, tapi sambil menatapku." Ia terus menunduk. "Katakan." Ulangku.

Ia mengangkat kepalanya dan menatap mataku. "Apa yang kamu inginkan? Katakan?."

"Ceraikan aku Va." Ia mengatakan itu dengan lirih, tatapannya menunjukkan sesuatu yang tidak aku ketahui maknanya. "Kamu bercanda kan sayang?."

"Aku serius Va, untuk apa lagi? Untuk apa rumah tangga ini tetap ada kalau hanya aku yang berjuang dan berusaha menjaganya dan menyatukan kembali? Untuk apa?!." Ujarnya sambil diiringi tetesan airmatanya

"Bukanya kamu udah ada Naomi? Dia bahkan lebih cantik dan baik daripada aku." Imbuhnua tersenyum getir padaku. "Sekarang, aku sudah mengatakannya dan menatapmu."

"Ve, aku-."

"Jaga perasaan tunangan kamu, semoga kamu bahagia." Mendengar ucapannya rasanya sesak. Sakit hatiku, jangan Ve jangan katakan hal itu lagi. Ia berbalik dan melangkahkannkakinya menjauhiku.

Aku menarik lengannya dan menghadapkan tubuhnya ke arahku.

Chup!

Aku mencium bibirnya, bibir ini masih sama. Aku melumatnya dengan lembut berniat ingin menghapuskan sisa bibir laki laki yang oernah menyentuh bibir ini. Aku tak oerduli banyak pasang mata yang menatap ke arah kami, aku melepaskan ciumanku dan menatapnya

"Jangan katakan itu Ve, jangan aku, aku sakit setiap kamu mengatakan itu." Ujarku. "Tapi kenapa Va? Kenaap kamu justru bertunangan dengan Naomi!? Apa kamu lupa sama aku? Aku masih istri sah kamu! Baik di mata Tuhan atau negara." Katanya sambil menamgis, aku menariknya kedalam dekapanku

"Jangan keluarkan air matamu, jangan menangis Ve. Jangan, aku akan merasa menjadi pria paling bodoh dan brengsek jika kamu menangis." Ujarku menyeka air matanya, ya Tuhan haruskan aku turuti permintaanya tadi? Tapi bagaimana dengan anak anak? Sebenarnya aku juga belum merelakan dia pergi, aku.. Aku masih sangat mencintainya.

"Sekarang kita pulang aja yuk, Jason sangat merindukanmu." Aku tersenyum padanya.

"Deva! Ih kok aku di tinggal sih!." Naomi, mau apa lagi dia.

"Apa? Kamu kan bisa pulang sendiri udahlah Mi, kalo alasan kamu gabisa pulanh karna gaada mobil. Nih, kamu pake mobil aku aja. Aku bisa naik taxi sama Ve." Aku melemeparkannkunci mobilku padanya. "Ih! Jangan gitu dong! Aku kan tunangan kamu!." Rengeknya

"Sekali lagi ya, aku bukan tunangan kamu!."

"Oh ya? Kamu bisa mengelak tentang tunangan kita, tapi nggak sama bayi yang ada di perutku. Kamu harus tanggung jawab Va!." Aku memutar bola mataku malas, wanita gila! Kenapa dia mengatakan itu di depan Ve. Keparat dasar!

"Mi! Itu bukan anakku, kamu nggak bisa asal menyimpulkan itu anak aku." Bantahku. "Ve.." Panggilku, tunggu kemana Veranda?

Yaah.. Dia udah pergi ke tepi jalan, aku harus ngejar dia. "Ve tunggu! Kita pulanh bareng ya! Veranda!." Teriakku namun sepertinya ia benar benar tak mau mendengarku.

I Hate Love but I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang