⏩ 28. The race

7.8K 315 83
                                    


Aku mengeluarkan motorku yang lama, aku ingat terakhir aku memakainya waktu aku SMA, berapa tahun yang lalu ya? Meski begitu aku selalu meminta mang Darmin, supirku untuk merawat motorku. Motor berwarna putih milikku aku keluarkan dari sarangnya. Apa aku bisa melawan Farish nanti malam? Pertanyaan itu terus menghantuiku. Sebenarnya aku sedikit trauma dengan motor ini, motor ini adalah motor yang hampir membuatku kehilangan Gracia, singkat cerita dulu aku memboncengkannya untuk pulang sekolah. Aku sedikit melamun dan tak mengetahui adanya sebuah truk di depanku, aku mengerem motor ini sebisaku, namun tetap saja tak berhasil. Sebenarnya hanya menyerempet sedikit saja namun saat itu aku terjatuh dan membuat Gracia koma berbulan bulan di rumah sakit.

"Den Deva yakin?." Tanya mang Darmin membuyarkan ingatan masalalu ku. "Iya, mamang tenang aja. Apapun akan aku lakuin biar Ve jadi punyaku seuruhnya dan nggak ada yang ngeganggu lagi."

"Tapi den, mamang takut kalo nyonya tau. Nyonya pasti akan marah besar."

"Mang Darmin tenang aja. Mama gamungkin tau, kecuali ada yang ngasih tau mama. Hahaa." Jawabku memegang pundak pria paruh baya tersebut. "Yaudah saya bawa ya mang, doain nanti malam saya menang."

"Siap den! Eh nitip salam buat non Veranda." Aku memgangguk lalu menghidupkan mesin motor ku. Mang Darmin sedikit membungkuk untuk memberi salam padaku, aku membalasnya dengan klakson lalu pergi mengendari motor ini

Rasanya masih sama, walau lama nggak aku pakai. Aku berjalan jalan memutari kota Jakarta, ya sebagai perkenalan ulang padaku dengan motor ini. Ternyata kalau naik motor gini enak ya, nggak kena macet. Maksudnya bisa nerobos nerobos gitu, hehehe, tapi panas banget. Apa efek jarang naik motor ya? Makannya panas banget. Aku menepikan motorku saat merasakan ponselku bergetar.

JVeranda : Va, bisa jemput aku? Aku di supermarket dekat rumah kita. Nunggu taxi nggak ada dari tadi, kamu kesini ya :( panas banget lagi

Aku terkekeh membaca pesan dari Ve. Sedang apa dia ke supermarket sekaranh? Kenapa nggak nunggu aku sampe rumah dulu

DevaK : tunggu aku, aku akan jemput kamu. :)

Setelah membalasnya aku segera memakai helmku dan melanjutkan perjalanan untuk menjemput bidadariku, kan kasian nunggu siang sianh gini, hehehe

Aku mengedarkan pandanganku, ah itu dia! Dia sedang berdiri di trotoar sambil memainkan ponselnya, orang jaman sekarang ya, ckckck. Aku mendekatkan motorku ke Veranda, ia masih belum melepaskan pandangannya dari benda persgei panjang itu.

"Mba, bener mbak pesen gojek?." Godaku padanya, ia menggeleng. "Ah masa mbak? Mbak nggak pesen gojek?." Ulangku lagi sambil menyodorkan helm berwarna hijau tersebut

"Nggak mas." Ujarnya tanpa melihatku.

"Kalau Gonta, mbak pesen nggak?."

"Gonta apaan mas? Emang ada?." Ia masih belum menatapku, hft di kira hantu kali ngga nampak

"Gojek cinta." Jawabku menyodorkan sebuah bunga mawar berwarna pink padanya. "Hehehe, yakin ga pesen gonta?." Tanyaku, aku bisa melihat pipinya mulai memerah sekarang.

"Ih! Kirain siapa, lagian dapet helm gojek dari mana?."

"Kamu ga perlu tau, udah yuk. Panas banget ini, nanti kalau aku item gimana?." Kataku melihat langit yang sangat terik. "Ih, emang kamu putih?." Ujarnya cuek

"Iyadeh, terserah ibusuri aja.., nih helmnya." Ia mengambil helm yang aku berikan, lama amat make helm doang? Eh ternyata masih belum berhasil makenya. "Yaelah, sini aku bantuin." Tanganku dengan cekatan mmasangkan helm ke kepalanya, mataku jatuh di bibir ranumnya.

Aku mendekatkan wajahku padanya tanpa melepaskan pandanganku dari bibirnya,

Dug!

Eh kenapa ya? Oh aku ingat aku pake helm, bukannya bibir yang ketemu malah helm ketemu helm, hft.

I Hate Love but I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang