LAST PAGE

119 10 3
                                    

LAST PAGE
Penulis : Maya Madu

[PROLOG]

[1]

Banyak diantara mereka yang tak pernah selesai dalam masa traningnya. Suara yang kau teriakkan bagai diktator yang menyusup relung mimpi-mimpi buruk mereka. Bahkan lembaran surat-surat yang dapat menjerat mereka ke dimensi duniamu. Dera hukuman dari balik teralis besi selalu kau sodorkan untuk menakut-nakuti.

"Nal, aku mempunyai projek besar yang bekerja sama dengan CIA, awas jangan mengecewakanku."

Sebagian ancaman yang mengerutkan usus, bagaimana tidak senjata api sebesar telapak tangan selalu tersemat di balik saku jaketmu.
Langkahmu tegap, congkak, setelah deru mesin Jaguar kau matikan. Deretan gigi putih mencengkeram cerutu produk England. "Hai Diane, hai Leyn, hai ladies, Minggu sore datang ke cottageku, kalian akan melihat surga di sana."

"Boleh aku membawa sahabatku, Mr Toll."

"Aku juga Mr. Toll sepupuku datang akhir pekan, boleh kusertakan?"

Dan suara-suara mesum penjilat mulut Mr. Toll, memuakkan beradu manja. Dengan jentikan jari jempol dan jari tengah kau mengiyakan. Tentu saja pada penjilat berlomba memilih baju yang sesuai untuk kelas standar para kolegamu.
Kau berjalan ke koridor menuju lift di ujung ruangan samping toilet bersama. 7, 6, 5, 3, 2, 1 pintu lift terbuka dan kau langkah kaki memasuki sebuah ruang 3x4 ber-AC dengan dinding kaca tebal yang dapat menunjukkan lengkung tiap inchi tubuhmu yang berlemak di mana-mana. Betapa gagahnya kau dengan segala yang kau punya, batinmu congkak.

Redup-terang-redup-terang pencahayaan dalam lift, kau mengumpat sebal. Menyerapahi bagian engenering yang tak becus bekerja untuk perusahaan CEO general including perusahaanmu. Sampai akhirnya di lantai 7 pintu lift terbuka dan bau sengat anyir menyeruak masuk ke dalam lift, tak ada yang hendak masuk dan keluar. Bahkan stafmu seperti sibuk. Kau lanjutkan berjalan hingga lantai 9 terbuka kembali dan bangkai kucing bertetesan darah bergelayut pada kisi-kisi jendela dekat pintu lift, saat kau melongok sedikit. Degubmu tak beraturan, jijik juga membayangkan binatang kesayangan Evelyne, gundikmu mati mengenaskan.

Hari buruk bagimu, saat teror-teror murahan itu mengelilingimu. Tanganmu sibuk memencet nomor I-Phone untuk menghubungi seseorang. Hal yang meresahkanmu ketika ada yang mencoba bermain-main denganmu. Sebuah pesan darurat kau kirimkan untuk membentuk team yang biasa bekerja sama.

#Tanggo Oskar London# demikian kode yang kau kirim untuk mereka. Tiba-tiba suara I-phonemu berbunyi.

/Sir, Amanda menghilang, masih dalam pencarian di sekolahnya, menunggu perintahmu/ sebuah pesan terkirim pada inbox emailmu.

/Jangan kau libatkan anakmu dalam permainan kotormu/ Blackberry massanger mampir di phonesellmu.

Pesan dari sekertaris pribadimu, pesan dari mantan istrimu dan beberapa pesan yang memenuhi rongga otak kananmu, seakan semua segera merenggut paksa dalam kejayaanmu. Kau bergumam dan meyerapahi tindakan main-main ini. Tanganmu mencengkeram telepone pintar. Dengus kesal meluncur dari bibirmu yang sedikit menjorok. Kau banting pintu dan merobohkan diri di sebuah sofa putih dalam ruang pribadi. Kau berfikir memeras otak, apa dan bagiamana yang harus kau kerjakan terlebih dahulu.

Memori demi memori kelam berusaha kau ingat namun justru migrain yang menyapamu tepat di kepala bagian kiri. Kau seolah lelah, yah baru kali ini kau teramat lelah.

/Sir, aku menemukan titik terang dari kasusmu kemaren. Sebelum CIA datang, datanglah dulu ke Bougenfill Street 09 pukul 13:00 hari ini./ Sebuah email baru tanpa nama mampir di inboxmu. Kau tak memerdulikan siapa pengirimnya, yang jelas kau memang ada misi rahasia terhadap pelaku korupsi pengiriman mesin mobil yang hanya di produksi di Amerika. Seperti biasa kau ingin menjadi pahlawan kesiangan sehingga nama baikmu terus diagungkan.

***

[2]
EVELYNE GEORGIO GARET adalah adikku, adikku yang sangat lucu dan imut, senyumnya yang menarik. Postur tubuhnya kurus tinggi namun berpipi chuby, dengan bola mata grey gelap, dia selalu menurut terhadapku sebelum akhirnya menjadi seorang pembangkang. Sebab ia lebih memilih mengencani bandot tua untuk mendapatkan fasilitas berbelanjanya. Ketimbang aku yang hanya bekerja seadanya saja. Aku tidak dapat mencegahnya, sebab kuasaku hanya seujung jari kuku Mr. Toll teman kencannya.

Aku pernah memohon untuk menjauhinya dan hidup normal dengan keringatnya sendiri atau aku yang mengorbankan jerih payahku untuknya, namun ia menolak lembut dengan gaya manjanya. "Aku bisa memberimu sebuah R8 jika kau mau, Kak," rayunya padaku. Namun sedikitpun tak tertarik dengan hadiah atau apapun dari bandot tua itu. Yang aku fikirkan adalah bagaimana adikku menjalani kehidupan sewajarnya untuk melepaskan diri dari Toll Daker Andrade, seorang lelaki berpenampilan tinggi besar dengan lemak di perutnya, berpotongan tipis dengan rambut berwarna cokelat imitasi.

Adikku dinyatakan hilang tepat pada saat anak Toll dari istri pertamanya juga menghilang. Surat kabar sibuk memberitakan tentang skandal yang Toll jalani. Sebagai keluarga korban tentu saja Toll sibuk dengan semua perasaan dan keadaan yang menjepitnya. Aku muak melihat wajah inosence-nya. Ingin saja kukuliti mulutnya hingga ia tak dapat memberi kesah derita di hadapan para penyidik. Dasar penjilat gumamku melihat foto Toll yang berpura-pura depsresi.

Minggu siang acara naked party itu digelar, bayangkan hanya terpaut tiga hari dari kedua kasus yang membelenggunya namun seakan ia hanya duduk santai melihat kenyataan. Di mana hati nuranimu, Toll? umpatku sendiri. Geram dengan kepura-puraannya. Aku tidak cukup berani untuk menentangnya, sehingga keluh-kesahku hanya mampu kuburai pada kamu. Yang sedikit memberi kekuatanku bertahan.

Aku tahu Toll sedang masyhuk bersama para penjilat berpesta minuman dan para betina-betina binal. Jijik rasanya melihat memandangan senonoh demikian, membayangkan Evelyne dalam pelukannya. Aku memilih menyendiri dan tiba-tiba tengkukku serasa ada yang memukul dari belakang.

***
[3]

BOUGENFILL STREET 09, sebuah apartemen mewah milik seseorang yang tak kau kenal, kau mendatanginya di tengah-tengah Naked Partymu. Sebuah pintu berwarna mint mencoba kau ketuk dan berbicara dengan seseorang yang di dalam rumah.

Saat matamu menatap tajam ke bawah di samping keset berwarna senada dengan cat pintu. 'Masuklah'.

Kau masuk dengan memerhatikan seisi apartemen itu.
"Dad, help me ... Help me ... Help me." Suara Amanda meraung-raung menyayat hatimu.

"Di mana kamu, Sayang?"

"Bedebah jangan permainkan aku!!"

Klek pintu tertutup dan lampu mati seketika. Foto-foto Amanda berserakan penuh darah di sekitar gaun putih tullenya. Kau semakin kalap dan berusaha menantang ia yang mempermainkanmu. Dalam keadaan gelap dan tak mengerti apa-apa kau terus saja mengumpat, berusaha meraih ponselmu. Namun sebuah benda jatuh di tanganmu, sebuah tali yang menjerat ujung kakimu, yang membuat kau terjurkir menggantung dengan kepala di bawah. Bedebah umpatmu.

Bagaimana pendapatmu tentang PROLOG-nya? Beri semangat dengan berkomentar yah, ini pertama kalinya saya memulai menulis panjang lagi.

LAST PAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang