Part 4

519 37 2
                                    

Disclaimer: THIS IS MINE. DON'T COPY, DON'T BE PLAGIATOR! :)

***

Akhir-akhir ini aku sering makan diluar karena ajakan seorang teman. Teman lama, cantik, manis, dan polos. Namanya Seohyun. Dia... yah, kuakui, dia adalah mantan kekasihku. Selama tiga tahun di masa SMA aku menjalin cinta dengannya di tahun terakhir. Hubungan itu tumbuh indah selama satu tahun. Namun, saat hendak masuk universitas yang sama, hubungan kami di ketahui oleh keluarganya. Tentu saja banyak pihak dari keluarganya yang terkenal mapan dan tergolong konglomerat, melarang hubungan kami. Tentu saja, itu semua karena keekonomian keluargaku hanya tergolong kelas menengah, datar, dan berjarak sangat jauh darinya. Sempat kami mengacuhkan hal tersebut dan mencoba memperjuangkannya selama beberapa bulan, tapi Tuhan berkehendak lain. Keluarga Seohyun menjodohkannya pada seorang namja kaya raya dan mereka menetap di Singapoor.

Selama masa kuliah, aku hanya fokus pada pelajaran. Hanya itu yang aku bisa lakukan untuk tetap berkuliah. Kalau tidak, mungkin beasiswa yang kudapat akan dicabut. Syukurlah, selama itu aku bisa fokus dan mempertahankannya. Tak pernah ada hasrat untuk membuka hati. Bahkan berkenalan dengan teman sekitar pun sangat jarang. Temanku hanya ada beberapa orang, termasuk kakak kelas cerewet, Kim Heechul tersebut. Sebelum akhirnya aku melihat sosok Sooyoung yang menarik perhatianku. Baru kali itu aku sadar bahwa perasaanku pada Seohyun perlahan meredup dan beralih ke Sooyoung.

Sudah tiga kali kami makan siang bersama. Dia menceritakan segala sesuatu yang dia hadapi di sana. Sesak memang mendengar ceritanya. Rumah tangga yang berantakan. Suaminya jarang ada di rumah dan sekalinya ada suaminya itu hanya bisa marah kepadanya. Aku tak tega melihat yeoja yang sempat memeluk hatiku itu menangis dan tersiksa seperti sekarang.

Entahlah, aku bingung. Apa yang sebaiknya aku lakukan? Aku sudah mulai mencintai Sooyoung sejak tiga tahun lalu. Walau sampai sekarang Sooyoung belum bisa mencintaiku. Di lain sisi, sejak aku bertemu dan bercengkrama kembali dengan Seohyun, merasakan perhatian dan sikap yang dia berikan seperti dulu, seakan yang berubah hanya status kami, membuatku sedikit guncang di hatiku. Aku takut jika perasaan ini datang lagi. Perasaan yang dulu sempat tercipta di antara kami perlahan terukir kembali, membentuk deretan album cinta masa lalu.

"Oppa, bolehkah aku beramain ke apartment-mu? Sekalian ingin berkenalan dengan istrimu."

"Eoh, tentu saja. Kau bisa datang kapan pun." Jawabku sebiasa mungkin.

***

Hari ini aku pulang agak larut, sekitar pukul setengah dua belas malam. Ini semua karena acara dadakan yang kudapat dari Seohyun.

Seperti biasa, tanpa aku ketahui, Seohyun sudah menungguku di depan mobilku saat aku baru keluar kantor. Akhirnya aku tak bisa menolak ajakannya makan malam.

Kami makan malam bersama sambil berbincang. Sempat kami bernostalgia dengan masa-masa dulu, tapi bayangan Sooyoung muncul di benakku hingga aku mengajaknya kembali pulang. Tidak, aku tidak boleh mengalihkan hati lagi. Aku harus bisa memantapkan segalanya.

Akhirnya aku pulang dan baru masuk apartmen sekitar pukul setengah dua belas malam. Keadaan ruangannya masih terang benderang. Apakah Sooyoung belum tidur?

Kulangkahkan kakiku perlahan. "Aku pulang..." ucapku dengan suara agak pelan. Aku takut kalau ternyata Sooyoung sudah tertidur. Baru saja ingin membuka pintu kamar Sooyoung, kakiku terhenti saat melihatnya tertidur di meja kerjanya. Pintunya tidak tertutup rapat, jadi pelan-pelan kulangkahkan kakiku mendekatinya dan melihatnya terlelap.

Hmm... wajah yang cantik dan indah. Soo, bantu aku menetapkan hatiku. Aku takut aka nada hati yang sakit jika hatiku ini melakukan hal yang salah. Batinku.

Pelan-pelan kuangkat tubuh kurusnya yang tertidur dengan kepala di atas meja itu. Saat kuangkat, baru aku bisa melihat wajahnya yang basah dan sedikit merah. Apa dia habis menangis? Mataku melirik kearah meja.

'Bogoshippo Changmin-oppa...'

Tulisan itu yang kubaca. Seketika itu pula tubuhku memanas. Pening dikepalaku lagi-lagi menyeruak. Hingga kurasakan mataku mulai berkristal. Sabar, ya, aku memang harus sabar.

Kuletakkan tubuhnya di atas ranjangnya. Kutarik selimut yang ada di ujung kakinya. "Soo, sabar ya. Aku tahu tidak ada obat rindu selain bertemu. Kau merindukannya,eoh? Andai aku bisa, aku akan bawa Changmin kehadapanmu. Namun, aku bukanlah Tuhan yang bisa melakukan segalanya. Aku hanya seorang manusia biasa yang ingin melihatmu bahagia. Sabarlah..."

Kukecup keningnya cukup lama. Setelah itu aku berdiri dan eninggalkannya yang sudah tertidur pulas.

***

Aku terbangun karena aroma daging panggang. Benar saja, ternyata Sooyoung sudah berperang di dapur. Setidaknya, aku senang melihatnya memasak. Terlebih dia memasak untukku. Ini jam tujuh pagi, hari sabtu, weekend time. Baiklah, aku ingin seharian ini berdua denganmu Soo...

Perlahan aku melangkah mendekatinya dan memelukbahunya dari belakang. Sudah sering aku melakukannya. dan aku tahu dia akan,

"Yak! Kau bau!"

Aku tertawa sambil melepas pelukanku. Belum selesai berkata, dia sudah menjerit duluan. Suaranya sangat nyaring. Dan seperti biasa, saat ini dia sedang menggeram dihadapanku. Sedangkan aku masih tertawa senang karena berhasil mengerjainya pagi ini. Dengan sigap kutangkup wajahnya dan kudaratkan bibirku di dahinya. "Selamat pagi, Koki Choi..." ucapku sambil berlalu meninggalkannya. Sambil berlari aku tersenyum senang karena melihat ekspresinya yang imut. Wajah goguma. Kekeke.

"YA! Cho Kyuhyun! Kau benar-benar menyebalkan!" jeritnya, tapi tetap kuabaikan.

***

Hari sabtu ini aku benar-benar menghabiskan waktu seharian di apartment bersama Sooyoung. Seperti yang biasa kami lakukan. Bersantai dengan hobi kami masing-masing. Aku tiduran di pahanya dan memainkan PSP-ku. Sedangkan dia terpaku pada novel terjemahan yang harus dia edit. Walau tanpa obrolan, dengan posisi seperti ini saja, cukup membuatku bahagia dan bersyukur. Setidaknya, selain Shim Changmin, namja yang dicintai Sooyoung sampai sekarang, pernah berposisi badan seperti ini, hanya aku yang merasakan kenyamanannya. Tidak untuk namja lain. Saat ini, hanya aku yang diperbolehkannya. Itu semua membuatku sangat merasa diterima dan disayangi olehnya. Gomowo Soo, Saranghae...

"Soo, boleh aku bercerita padamu?" tanyaku setelah menyesap coklat hangat yang baru diberikan Sooyoung.

Kini suasana snagat tenang dan sunyi. Kami duduk di balkon apartment. Memandang bintang yang bertaburan. Musim semi... dingin, tapi cukup bisa di tahan jika kami tetap dalam posisi berhimpitan seperti saat ini. Sooyoung tepat berada di sampingku.

"Tentu saja..." ucapnya.

Aku tersenyum dan kuletakkan mock berisi coklat hangat yang tersisa dua pertiga dari isi sebelum kuminum. Aku menoleh kearahnya. Kudapati dia sedang mendongak keatas memandang langit gelap itu. Aku pun memutuskan untuk ikut menatap taburan kerlip di atas sana. "Akhir-akhir ini aku sering bertemu dan berjanjian dengan teman SMA-ku dulu. Senang rasanya, itu semua karena pihak perusahaan bekerjasama dengannya. kebetulan aku yang ditunjuk sebagai perwakilan perusahaan untuk melayaninya. Jadi, sambil bekerja kami bernostalgia. Hmm... kadang, rindu juga dengan masa-masa SMA ya..." ucapku mengawali pembicaraan. Aku tersenyum dan kutoleh wajahnya.

Senyumanku hilang seketika. Kaget. Aku mendapatkan wajah datarnya telah menyambut tatapanku yang baru saja kualihkan dari benda-benda indah di atas sana. Perlahan dia tersneyum tipis dan berpaling ke coklat hangat di tangannya. Sambil mengaduk-aduk minumannya itu, dia berkata, "Benar, masa SMA memang indah. Hmm... siapa namanya?" tanyanya.

"Seohyun, Seo Joo Hyun. Dia satu angkatan denganku."

Sooyoung melihatku lagi, "Yeoja?" tanyanya, aku mengangguk.

"Mantan kekasihku..." jawabku lebih jelas.

-

To Be Continue

Vote Comment dulu Yaa :)


THAT MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang