#15 [Mini heart attack]

2.6K 180 7
                                    

Aku terbangun pukul 4 pagi karena ada yang mengetuk pintu kamarku. Hari ini aku berada di rumah papa, bukan akhir pekan memang, tapi berhubung mama sedang dinas jadi aku menginap di rumah papa.

Aku ketakutan setengah mati. Masalahnya, pintu yang diketuk itu adalah pintu yang langsung menuju halaman depan. Aku sudah pernah bilang aku penakut, kan? Aku hanya membeku ditempat tidur, tapi ketukan pintu itu tak kunjung berhenti. Aku mau berteriak memanggil papaku yang kamarnya ada dilantai satu, tapi entah kenapa aku ragu. Bagaimana kalau ternyata itu perampok? Kalau papaku ditusuk gimana? Setidaknya aku tidak mau papaku mati duluan, aku tidak mau menghadapi kesedihan itu.

Berbekal dengan tongkat pramuka, akhirnya aku berjalan menuju pintu itu takut-takut. Aku komat-kamit memanjatkan doa. Aku menyiapkan posisi. Aku memutar kunci dengan perlahan lalu pada saat hitungan ketiga aku memutar kenop pintu.

Jantungku rasanya mau melompat karena didepan pintu itu ternyata memang benar-benar ada orang! Dia menangkap tongkat pramukaku ketika aku hendak mendorongnya hingga ia jatuh menggelinding ke tangga (setidaknya itulah rencanaku)

"Langit kamu ngapaiiin?!" tanyaku ketika aku mulai mengenalinya. Cahayanya memang kurang karena kamarku juga hanya diterangi lampu tidur.

Walaupun gelap, aku bisa meilhatnya tersenyum, ia mengambil tongkat yang ada ditanganku lalu meletakkannya disudut ruangan. Dia meletakkan jari telunjuknya didepan bibirnya, mengisyaratkanku untuk diam. "Apaan, sih?" tanyaku bingung. "Kamu ngapain disini? Aku kira kamu maling tau, nggak?!"

Langit tertawa. "Mana ada maling yang ngetok pintu, Mar." Ujarnya. "Ayo," ajaknya lalu menggandeng tanganku.

"Kemana?"

"Ikut aja."

"Mau kemana? Ini baru jam empat."

"Makannya itu."

"Makannya gimana? Kalo ketauan papa gimana?"

"Makannya kamu jangan berisik." Ujarnya berbisik-bisik.

Dia menatapku, tersenyum padaku. Aku menghela nafas, mustahil bagiku untuk menolak ajakannya, bahkan untuk meloncat dari tebing sekalipun. Rasanya akal sehatku sudah menguap entah kemana. "Yaudah." Kataku.

Dia tersenyum lebar, dia menggandeng tanganku menuruni tangga menuju halaman depan. Aku melihat pagarnya masih digembok. "Kamu manjat?!" tanyaku tak percaya.

"Jangan berisik, Marsyaa."

"Langiit!"

"Bilang papa kamu pasang pager agak tinggian." Ujarnya lalu dengan sekali gerakan dia sudah ada diluar rumah. "Ayo."

"Gila ya?!"

Langit malah tertawa kecil. "Kalo nggak ada kamu di dunia ini baru aku bisa gila." Ujarnya. Dia pergi ke dekat pohon mangga di depan rumahku, aku tak tahu apa yang ia lakukan, ternyata ia mengambil sesuatu. Aku menahan tawaku ketika ia membawa tangga kecil dengan tinggi selutut berwarna-warni yang biasa dimiliki anak-anak TK. "Kamu harus tau pengorbanan aku buat minjem tangga ini." Ujarnya.

Dia memberikannya padaku, tangga itu enteng karena berbahan plastik. "Emangnya kenapa?"

"Aku dicubitin."

"Sama siapa?"

"Sepupu aku."

Aku berusaha menahan tawaku. "Kenapa?"

"Iya, dia itu nyebelin, pendeknya cuma segini." Ujarnya lalu berjongkok. Aku tertawa. Lalu ia kembali berdiri. "Dia itu kerdil."

"Ih, jangan ngomong gitu."

Belong To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang