Bab 7 -Istiqomah-

3.1K 115 5
                                    

"Nanti kakak kemari lagi ya. Pokoknya kakak harus sering kemari buat ajarin kita nyanyi biar kita nyanyinya bagus dan jago main gitar kayak Kak Yunda," seru Dinda.

Syifa tersenyum, ia berjongkok mensejajari Dinda dan memeluknya hangat. "Iya, kakak janji bakal sering kemari main sama kalian." Ujarnya.

Dinda tampak tersenyum puas. Ia membalas pelukan Syifa dan melonjak girang. Anak-anak lain pun ikut mengerubunginya ingin dipeluk. Jadilah mereka berpelukan bersama seperti Teletubbies. Yunda yang melihat itu hanya tersenyum geli.

"Nanti kakak kita kenalin ke Bang Iam deh," celetuk Dimas.

Syifa mengernyit, "Bang Iam itu siapa, Dimas?"

"Bang Iam itu abangnya kita kak. Dia orangnya baik banget, ganteng lagi. Dia suka ajarin kita matematika kak," kali ini Fira yang menjawab.

Syifa mengangguk-anggukan kepalanya. Ia berpikir, mungkin Bang Iam yang dimaksud oleh anak-anak ini adalah anak dari Ibu Panti. Ia tak mau ambil pusing, toh kalau rezeki nanti mereka pasti bertemu.

Hari sudah mulai gelap. Syifa beserta teman-teman anggota Bakti Sosial lainnya pun bersiap untuk pulang. Setelah bersalaman dengan Ibu Panti dan anak-anak di sana, satu per satu dari mereka mulai meninggalkan lokasi itu.

"Gue baru tau kalo lo penyuka anak kecil," ujar Yunda saat mereka berjalan ke arah gerbang pintu masuk.

"Ya suka gitu deh, kan kamu tau sendiri kalo aku anak tunggal. Jadi ya seneng aja main sama anak-anak, berasa jadi kakak yang punya adik gitu," jawab Syifa.

Yunda hanya manggut- manggut pertanda paham. Saat mereka hendak menaiki bus, langkah mereka terhenti karena seseorang turun dari pintu bus yang sama. Syifa berjengit. Tampak tatapan terpesona dari pancaran matanya. Orang itu adalah Ilham. Ilham tampak tergesa turun dari bus, namun ia masih sempat tersenyum dan menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Hal itu membuat Syifa terpesona.

Yunda yang melihat hal itu menaikkan sebelah alisnya. Ia menangkap aura berbeda dari Syifa. "Biasa aja liatinnya," tegur Yunda.

Syifa yang merasa bahwa perkataan Yunda tadi ditujukan untuk dirinya pun mulai mengendalikan emosi.

"Emang biasa aja kan aku liatinnya? Emang aneh?" Tanya Syifa menutupi perasaannya.

"Oh, gue baru tau kalo lo biasa menatap si Ilham dengan tatapan memuja," sindir Yunda. Seketika pipi Syifa bersemu merah.

"Aku cuman kagum sama dia, di zaman kayak sekarang, jarang banget kan ada cowok yang sholeh, hafidz, ganteng lagi. Emang salah kalo aku kagum sama dia?" Syifa mencoba membela diri. Ia kemudian berlalu meninggalkan Yunda yang masih tersenyum-senyum geli.

Syifa menghempaskan tubuhnya di atas kursi penumpang. Ia menatap ke arah jendela. Tidak, lebih tepatnya ia mencari sosok Ilham yang tadi berpapasan dengannya saat akan menaiki bus.

"Ya ampun, segitunya yang kagum sama Ilham. Sampe diliatin terus dari jendela," goda Yunda yang baru saja duduk di sampingnya.

Yunda mendengus kesal. Ia memilih untuk diam dan tidak meladeni omongan Yunda. Semakin ia memberi perlawanan pada Yunda, akan semakin gencar pula sahabatnya itu menggodanya.

Syifa pun memilih untuk mendengarkan musik di handphonenya. Diraihnya handphone beserta handset di sakunya dan mulai memutar lagu.

"Daripada lo dengerin musik gak jelas yang gak mendatangkan pahala buat lo, lebih baik lo baca surah Al-Kahfi deh," celetuk Yunda.

Syifa yang memang sedang menggunakan handset tidak begitu dengar apa yang dikatakan Yunda barusan.

"Kamu tadi bilang apa?" Tanya Syifa sambil melepas sebelah handsetnya.

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang