-Aku baru merasakan kehilangan saat dia meninggalkanku, dia orang yang tidak pernah aku inginkan dalam hidupku kini telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Aku menyesal, sangat menyesal- Alvaro Madcline-Apakah kehilanganku sangat membuatmu bersedih? Aku tidak pernah menyesal telah mengenal dan mencintaimu. Aku tidak pernah menyesal telah menyerahkan cinta pertamaku untukmu, suamiku- Zeeyana Kaisee Suharjo
Aku melangkahkan kakiku ketempat yang sudah tidak asing lagi bagiku selama satu tiga bulan ini. Bau obat-obatanlah yang pertama kali menyambutku ketika aku membuka pintu ruangan yang bertuliskan 'Dr. Rafael Bramanty's Room'. Dokter Rafa tersenyum menyambutku dan mempersilahkan aku duduk di kursi di depan meja kebanggannya.
"Ada apa dokter menelponku untuk kemari?" tanyaku langsung, dokter Rafa terdiam sebelum menjawab pertanyaanku.
"Begini Zee, sel-sel kankermu telah menyebar keseluruh tubuhmu. Apa kau masih meminum obatmu?" aku mengangguk mengiyakan tanpa mengeluarkan sepatah katapun. "Baguslah, aku sarankan kau harus selalu meminum obatmu untuk menghambat penyebarannya"
Aku hanya bisa melemparkan senyum pahitku kepada dokter Rafa yang menatapku dengan tatapan sedih dan prihatin.
"Baiklah terima kasih dok, permisi" aku berdiri dari dudukku kemudian berjalan meninggalkan ruangan beliau.
Aku menatap langit malam yang bertabur bintang dengan pandangan lurus. Apa yang harus aku lakukan sekarang, aku bukan seorang wanita seperti wanita biasa lainnya. Walaupun aku memiliki wajah yang cantik tapi adalah gunanya jika memiliki penyakit kanker otak. Aku serang wanita penyakitan.
Dulu semuanya baik-baik saja tetapi sejak 3 bulan yang lalu ketika aku selalu merasakan kepalaku sangat sakit seperti dijatuhi batu-batu besar dan hidung yang selalu mengeluarkan cairan merah yang bernama darah. Aku memutuskan untuk memeriksanya ke rumah sakit karena setahuku aku tidak pernah mempunyai penyakit apapun. Tetapi alangkah terkejutnya aku ketika mendengar jika aku divonis terkena kanker otak. Saat itu juga aku merasa bahwa duniaku seakan jatuh dibawah kakiku.
Tak terasa aliran bening jatuh dari pelupuk mataku, aku menangis. Menangisi takdir hidupku. Aku telah bersuami tetapi suamiku sangatlah dingin dan cuek padaku, aku tahu dia bersikap seperti itu karena dia tidak mencintaiku. Kami dijodohkan awalnya aku menolak tetapi ketika melihatnya aku langsung merasakan sebuah perasaan sakral padanya yang disebut dengan cinta. Cinta pada pandangan pertama. Love at fist sight. Alvaro Madcline -suamiku- adalah seorang pengusaha. Ia menjabat sebagai CEO di perusaannya Madcline's Group.
Sudah 4 bulan kami menikah tapi aku tidak pernah merasakan dekat dengan suamiku. Sikapnya yang dingin bagaikan tembok besar yang menghalangiku untuk mencapainya. Aku selalu bermimpi jika suatu saat aku bisa hidup bahagia bersama suamiku, memiliki anak dan hidup penuh cinta.
Tetapi aku sadar jika aku sangatlah tidak pantas untuk mendapatkan itu semua. Aku telah menghancurkan kehidupan suamiku sendiri karena akulah yang menyebabkan hidupnya menjadi hancur. Karena aku yang dengan lancangnya telah jatuh cinta kepadanya dan menerima perjodohan itu. Dan sekarang Tuhan telah memberikan hukumannya padaku dengan memberikan aku penyakit kanker ini.
Aku mendengar deru mesin mobil memasuki perkarangan rumahku, aku melihat mobil suamiku dihalaman depan rumah. Aku menghapus air mataku dan turun ke lantai bawah untuk membukakan pintu.
"Kau sudah pulang? Akk-" aku menghentikan ucapanku saat melihat seorang wanita turun dari mobil suamiku dan merangkul suamiku tepat di depan mataku.
Aku memejamkan mataku mencoba menahan rasa sesak yang sebentar lagi akan menyeruak dari dalam hatiku. Aku meminggirkan tubuhku dan membiarkan mereka berjalan melewatiku masuk ke dalam rumah.