Oleh :
Ulfa KhairunisaJarum jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, sementara Karina masih duduk di kursi yang terletak disudut kiri kamarnya. Matanya menerawang tak jelas, pikirannyapun kosong. Begitu pula dengan perasaannya yang sangat campur aduk. Matanya sudah mulai berat, tapi saat dipejamkan lagi-lagi bayangan Rekas bersliweran di pelupuk matanya. Karina mulai merebahkan kepalanya diatas meja belajar, dan gadis itu mencoba memejamkan matanya lagi, tapi bayangan Rekas masih saja tak mau beranjak dari pelupuk matanya.
Laki-laki itu baru saja meninggalkan rumahnya sekitar empat jam yang lalu untuk mengantarkannya pulang, setelah sore tadi meraka pergi bersama Tyo, dan Mala ke sebuah kafe langganan mereka di daerah Demangan. Karina, Rekas, Tyo dan Mala sudah bersahabat sejak mereka duduk di semester pertama di bangku kuliah.
Karina sadar benar hal yang membuatnya merasa kacau seperti ini adalah pengakuan Rekas sore tadi, saat mereka sedang bermain Truth or Dare di kafe. Pada saat Rekas mendapat giliran bermain, dia memilih Truth yang artinya dia harus jujur menjawab pertanyaan yang diberikan padanya. Mala yang saat itu mendapat giliran bertanya menanyakan pertanyaan yang tidak ingin di dengar jawabannya oleh Karina. "Apa benar kamu lagi naksir anak kampus sebelah?" Pertanyaan itu dijawab dengan satu kata "IYA" dengan mantap oleh Rekas, seketika itu jantung Karina mencelos.
Rekas memang sahabatnya, tapi sejak pertama kali mereka kenal, Karina merasa perasaannya pada laki-laki itu berbeda. Dia menyayangi Rekas tidak seperti dia menyayangi sahabat-sahabatnya yang lain. Sayangnya, Rekas tidak menyadari hal itu.
*****
Matahari sudah mulai tinggi ,cahaya terang menerobos masuk ke kamar Karina melalui jendela yang ternyata tidak ditutup sejak malam oleh gadis itu. Tangannya terasa sakit karena semalaman menopang kepalanya saat tertidur. Karina meraih ponselnya yang sengaja dia matikan sejak malam. Ada lima pesan Line dan tiga panggilan tidak terjawab dan semua panggilan tidak terjawab itu dari Tyo. Karina membuka pesan itu satu persatu.
Tio : Kar, kamu lagi apa?
Tio : Kamu udah tidur ya?
Tio : Kalau udah bangun, kabarin aku Kar.
Yang terakhir adalah pesan dari Rekas, tiba-tiba saja dada Karina kembali terasa nyeri saat membaca nama itu di layar ponselnya
Rekas : Karina
Rekas : Kar, mau nemenin aku cari kado gak besok?
Dia tau pasti Rekas ingin membeli kado untuk gadis yang sedang dekat dengannya, dan tentu saja Karina menolak. Karina tidak tahu kenapa menolak, biasanya gadis itu tidak akan menolak ajakan Rekas, tapi sejak pengakuan Rekas semalam, Karina ingin menghindari Rekas untuk sementara waktu. Dia butuh berfikir lebih jernih, dan mengontrol perasaannya sendiri.
Kariana sadar benar, mereka bersahabat dan perasaan yang seharusnya ada hanya sebatas perasaan saling menyayangi selayaknya sahabat. Bukan rasa ingin memiliki seperti ini. Karina memijit-mijit keningnya dengan jari telunjuk dan jempolnya perlahan, dan mulai merebahkan tubuhnya ke tempat tidur karena kepalanya mulai terasa pening.
Ponselnya berdering saat kedua mata Karina hampir terpejam, Karina meraih ponselnya dan melihat nama Tyo tertera di layar ponselnya.
"Hallo" sapa Karina dengan suara yang terdengar parau.
"Karina. Udah bangun? Kenapa Line ku gak di bales?" Suara Tyo terdengar sangat khawatir, entah apa yang dikhawatirkannya.
"Maaf Yo, aku baru bangun. Ada apa?" Jawab Karina menyesal, karena dia sudah membaca pesan Line yang di kirimkan Tyo semalam, tapi tidak langsung membalasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Terungkapkan
Short StoryTidak semua orang dengan mudah mengungkapkan isi hatinya yang paling dalam. Bahkan seringkali tidak mengungkapkan adalah pilihan yang dirasa paling baik untuk tetap bisa menjaga apa yang baginya seharusnya tetap dijaga.