Sekolah lagi.
Aduh males bangeeet.
Eh tapi ketemu Serafina ya? Boleh deh.
Kemaren sore gua chatting sama Satya. Kami ngobrolin cewek. Sealim-alimnya gua sekarang, gua tetep cowok, jadi bisa ngerti lah ya.
Avi : Cuy, lu lg naksir cewek y?
Satya : G sih. Lg netral aj gw. Lu emg ad gebetan? Syp?
Ávi : Gw kyny lg naksir Serafina
Satya : Serafina? Si Ratu Es? Buset, jumlah gw ngmg sm dia aja bisa diitung pake jari
Avi : Gw pernah kok ngmg sm dia
Satya : Sumpeh??!! Kpn????!!
Avi : Santai dong bang tanda seru tanda tanyanya
Satya : Eh tapi seriusan lu?
Avi : Iye
Satya : Saran gw sih lu bisa aj kejar. Tp lu harus ati2. Lu blm tau dia karakter aslinya gmn. Pdkt blh lah
Avi : Sip, thx Sat
Satya : Sans
Dan sekian, itulah pembicaraan gua sama salah satu sahabat baru gua. Kayak pembicaraan sesama cewek? Bodo amat, kami berdua cowok tulen yang straight kok.
Dan iya benar, gua udah mengakui kalau gua tertarik sama Serafina. Dan hari ini gua akan mulai PDKT sebisa gua, dengan mengerahkan seluruh ilmu gua mengenai PDKT.
Gua yakin bakal malu-maluin.
Gua berjalan ke kelas sambil setengah bengong. Dan ternyata itu adalah keputusan bodoh, karena setiap sepuluh detik gua nyenggol orang. Pas gua mau masuk, gua nyenggol orang lagi... Dan untungnya dia Serafina.
"Ng... Pagi, Serafina," sapa gua malu-malu. 'Malu-malu'? Jijik gua sama diri sendiri.
Ayo Avi, lu tuh cowok! Lebih tegas dong!
Diem lu, suara hati.
Serafina cuma menatap gua dan terdiam. Lalu menjawab kecil, "... Pagi," lalu melipir masuk kelas dan duduk di tempat favoritnya; di sebelah jendela. Sekolah gua emang nggak menentukan denah tempat duduk. Sistemnya cuma siapa cepat, dia dapat. Dan hari ini, gua memutuskan untuk duduk disebelahnya.
Gua menjatuhkan ransel hitam gua di samping meja, lalu duduk di kursinya. Kursi yang tepat di sebelah Serafina memang biasanya kosong karena banyak yang menolak duduk terlalu dekat dengannya. Yang duduk di depan atau di belakangnya saja cuma mau disitu kalau benar-benar mentok, nggak ada kursi kosong lagi.
Masih ada sekitar dua puluh menit, dan di kelas baru sedikit. Satya, Daniel dan Erin saja belum datang. Biasanya sih, lima menit lagi mereka baru mulai datang dan kelas jadi ramai. Karena canggung dan nggak tahu sebenarnya apa yang bakal gua bicarain sama cewek di sebelah gua ini – gua emang dangkal otaknya – gua memutuskan untuk mendengarkan lagu sambil ngedoodle.
Bukan ngedoodle biasa sih. Gua mah nggak kreatif-kreatif amat, bisanya cuma ngejiplak foto dan gambar orang lain.
Istilah kerennya sih realistic drawing.
Selagi masih gambar-gambar, suara dari sebelah gua nyeletuk, "Gambar lu keren."
Dan gua yang goblok ini menjawab dengan sedikit terbata, "E-eh iya. Makasih Serafina."
Di kelas, dengan banyak orang, dia ngomong sama gua. Kalau pada nyimak, pasti mereka ngira gua dukun atau sejenisnya.
"Lu tahu, lu bisa manggil gua Sera doang. Serafina kepanjangan menurut gua." ujar Serafina, sambil masih memandangi buku sketsa gua. "Oh, oke deh." Lalu diam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serafina
General Fiction"Kita sama." Gua heran mendengar lu ngomong itu. Apa yang sama dari kita? Seinget gua nggak ada. Tapi begitu kejadian itu menimpa kita berdua, gua sadar dan menyesal nggak bertanya. Emang benar, Serafina. Kita sama.