“kayaknya..ketinggalan di mobil Van, disini nggak ada..” teriak seseorang yang di panggil pram dari belakangku. Vano tidak menjawab si Pram lagi. Dan balik melihatku lagi yang sedang emosi meminta penjelasannya.
“okey…gue salah sha, “ katanya dengan pasrah. Aku masih berkacak pinggang di depannya.
“Lo bisa gak sih, bawa teman lo kesini, tapi bilang ke gue dulu?” kataku berbisik, sebisa mungkin gak kedengaran sama teman Vano itu.
“Sorry banget, gue gak sempat, ngasih tau lo dulu” jawab Vano sambil memelas. Aku mengibaskan tangan sambil berlalu dari Vano dan masuk ke kamarku tanpa memperdulikan teman Vano yang tampak bingung dengan kehadiranku tiba-tiba.
Aku menghempaskan badanku di kasur, masih kesal dengan kejadian yang membuat soreku yang memang sudah rempong ini menjadi makin rempong.
terdengar ketukan pintu kamarku, dengan malas aku bangun dan membuka pintu, Vano berdiri di depanku, masih dengan wajah bersalah.
“gue mau pesan makanan nih, lo mau apa?”
“terserah aja deh..”
“yah..jangan gitu dong Sha, lo mau makan apa? Biar gue beliin, sekalian gue juga mau keluar nyari nih..”
“kan gue udah bilang terserah, lo beli apa, gue ikut aja deh..”
Vano menyerah,” lo itu yah masih aja keras kepala..gue boleh masuk bentar nggak? Ada yang mau gue omongin…”
Aku memberinya jalan masuk ke kamarku, Vano masuk dan menutup pintu.
“ada apa sih?” tanya penasaran
“hmm…gini Sha, malam ini teman gue pram bakal nginap disini, kerjaan belum kelar nih, padahal kita udah dikejar deadline… lo gak keberatan kan?”
Errrr…ingin rasanya aku berteriak.
“emang dia siapa sih Van..? pacar lo yah? Special banget deh kayaknya “ tanyaku asal.
Vano menoyorku halus, “sembarangan lo ngomongnya, gue ama Pram masih normal kali. Kenapa sih lo jadi curigaan gini balik dari Sulawesi hah?”
Aku tertawa, setidaknya pertanyaanku barusan, meredam suasana diantara aku dan Vano.
“Yakali..sapa tau”
Vano menoyorku sekali lagi, “yaudah jadi lo mau dibeliin apaan nih?”
“gue kan udah bilang terserah..”
“yaudah yah, gue beliin nasi goreng kesukaan lo” Aku mengangguk setuju. Vano keluar dari kamarku, ketika hendak menutup pintu lagi dia berbalik padaku.
“Sha…”
“hmmmm….”
“keluar bentar dulu dong, kenalan ama si Pram. Yukk..!” ajaknya dengan sedikit memaksa. Menghormati Vano aku akhirnya keluar, masih mengenakan pakaian kerja dan tampang yang masih kusut, mengikuti Vano dari belakang,
“Gimana Pram udah ketemu masalahnya?” Tanya Vano begitu sampai di ruang tengah, kulihat sesosok pria yang sedang duduk di sofa dan dengan serius menatap tumpukan kertas kerja di depannya, yang gak sadar kalau ada aku dan Vano kalau Vano gak menegurnya. Pria itu mengangkat wajahnya dan melihatku, sebelum akhirnya dia melihat ke Vano
“oh..udah mulai ketemu dikit nih masalahnya..tapi kayaknya masih panjang deh..” ia mengacak acak rambutnya tanda pusing.
“istirahat dulu deh Pram, bentar lanjutnya..” kata Vano. “by the way, kenalin nih saudara gue, Tisha yang kemarin gue ceritain itu..”
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Love
RomanceTisha tidak pernah menyangka kalau dia akan bertemu dengan Pram, teman saudara kembarnya. mereka akhirnya berteman, dan saling berbagi semua hal, tapi ada yang nggak pernah Pram tahu, Tisha diam diam menyukainya. Semuanya berjalan lancar ketika suat...