Ia adalah Alice, dan sekarang ia tengah menghadiri pesta teh Mad Hatter.
Mereka muncul di tempat yang hampir Alice yakini sebagai pintu keluar, hampir.
Tetapi ia tahu ia salah, tentu saja. Tempat itu menyerupai bukaan, dibentengi oleh semak tinggi yang membuat dinding labirin. Bukaan tersebut tidak begitu luas, namun cukup lebar untuk sebuah meja panjang menyerupai meja makan seorang bangsawan. Kaki mejanya dihiasi dengan ukiran bunga dan sulur yang terlihat mahal, permukaannya dilapisi taplak putih dengan gambar sulur anggur dan burung-burung transparan yang berkilauan.
Pada permukaan mejanya dipenuhi dengan cangkir dan teko. Piring-piring kue diisi dengan roti dan muffin, cupcake dan berbagai macam jenis cake yang menggiurkan. Tempat gula dan mentega bertebaran, kursi-kursi tinggi dengan bantalan empuk telah siap untuk ditempati.
Pesta teh terlihat akan dimulai, tetapi Alice tidak melihat satu pun tamu kecuali satu.
Ia adalah seorang gadis, duduk di sisi kiri meja, tepat di samping kursi paling ujung punya pemilik pesta. Rambutnya sewarna krim pucat bagaikan pasir di kejauhan, panjang dan dikuncir dua. Matanya sewarna senja, tajam dan penuh perhitungan. Wajah cantiknya seolah membeku dalam cemberut permanen ketika ia menyangga kepalanya dengan tangan. Ia memiliki sesuatu menyerupai telinga tikus di atas kepalanya, sewarna rambutnya sendiri, sementara ekor panjang bergerak-gerak malas dari posisinya di belakang sandaran kursi.
Satu nama asing meluncur dari lidah Alice.
Mad Hatter mengonfirmasinya dengan suaranya sendiri.
"Halo, Dormouse. Apakah kau menunggu lama?" Mad Hatter bertanya sembari menuntun Alice ke salah satu kursi di dekat ujung meja, menarik kursi untuk Alice duduk selaku seorang gentleman seperti dirinya. Dormouse melempar tatapan sewot dari tempatnya.
"Kau lama, Hatter-idiot," ia menumpahkan kalimatnya dengan tajam.
Hatter tidak berjengit, tetapi senyumnya turun sedikit. "Ayolah, Dormouse. Aku tahu ini pertama kalinya untukmu, tetapi kau harus tetap mencoba menjadi seorang Dormouse," suara Hatter terdengar seolah ia tengah menasehati anak kecil. Dormouse melirik Alice, sekilas.
"Hatter," suara gadis berkucir dua itu berubah menjadi peringatan.
Alice tidak mengerti pembicaraan mereka. Namun sejenak, ia tahu Dormouse kehilangan kontrol dirinya. Tidak butuh seorang jenius untuk tahu pembicaraan mereka mencurigakan.
Mad Hatter hanya menaikkan kedua bahunya, senyumnya kembali seketika. Pemuda itu menaikkan cangkir tehnya, berkata dengan cengiran lebar, "Mari kita mulai pestanya!"
Dan seketika, semua benda di atas meja berubah hidup. Alice berjengit ketika teko-teko menumbuhkan kaki mekanik bersama dengan cangkir, berlarian ke sana dan kemari menuangkan teh yang masih mengepulkan asap. Piring-piring menumbuhkan tangan-tangan mekanik, meraih kue dan muffin sebelum menaruhnya di atas permukaan mengkilap piring.
Bukaan yang awalnya sepi berubah menjadi ramai dengan derap kaki robotik. Suaranya menggema, membahana di tengah malam hening Wonderland. Dormouse tampak tidak terpengaruh, mata sewarna darah menatap meja dengan tatapan yang mengeras. Sementara Mad Hatter tampak menikmati pemandangan di mejanya, seolah bangga semua alat makannya dapat bergerak sesuai keinginannya. Sedangkan Alice? Wajahnya pucat luar biasa.
Hatter meletakkan cangkir tehnya, senyumnya masih menempel dan tidak akan menghilang dalam waktu dekat, "Tenang saja, Alice, mereka tidak akan melukaimu kok. Hanya sedikit cipratan teh," katanya, suara sang pemilik pesta dipenuhi dengan ketertarikan dan rasa senang.
Seolah dikomando, sebuah teko dengan kaki-kaki kecilnya berhenti di depan cangkir Alice, memiringkan tubuhnya untuk menuangkan teh dengan tergesa. Membuat beberapa tetes minuman itu terpercik ke lengan Alice. Cepat-cepat gadis itu menarik tangannya, terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Project Alice
FantasiSatu cerita, dua sandiwara, tiga menara; yang mana yang nyata?