Sudah 1 jam lebih aku terpaku menatap langit dari balkon kamar ini, kamar yang beberapa jam lalu telah resmi menjadi milikku atau bisa dibilang milik kami. Yah, milikku dan pria itu, pria yang kini tengah tertidur lelap diranjang sana. Pria yang 7 jam lalu telah resmi menjadi suamiku! Pria yang mulai saat ini harus kujadikan imam dalam hidupku. Aku begitu frustasi menghadapi berbagai kenyataan yang harus kuterima dihidupku. Otakku masih bekerja keras mencerna semua hal yang telah terjadi.
Beberapa bulan yang lalu, kedua orang tuaku telah tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat. Aku begitu hancur, jiwaku seakan dihempas dari ragaku ketika mendapati dua orang yang paling berharga dalam hidupku harus terkubur diliang itu. Aku harus menanggung himpitan sesak ditinggal sebatang kara didunia ini. Tumpuan dan pegangan hidupku harus terenggut paksa dari genggamanku. Aku seakan makhluk yang beraga tapi tak berjiwa. Kosong!
Seakan kontras melengkapi rasa sesak itu, seminggu yang lalu Om Ferdy, pengacara keluargaku membawa satu lagi kenyataan yang kembali mengacaukan skenario hidupku. Ayah telah meninggalkan sebuah wasiat yang mau tak mau harus aku terima. Dalam wasiat itu tercatat bahwa aku harus menikah dengan pria itu! Pria yang selama 20 tahun hidupku tak pernah kukenal, bahkan kulihat. Aku harus rela menyerahkan diriku padanya, jika aku menolak wasiat itu maka semua aset dan kekayaan ayah akan jatuh ke yayasan sosial yang telah lama dikelola bunda. Dan jika aku menyetujui pernikahan ini, maka secara sah semua aset dan kekayaan ayah akan jatuh ketanganku saat usiaku menginjak 21 tahun.
Aku akui, aku termasuk jenis anak kaya manja yang segala sesuatu hal tak bisa aku kerjakan sendiri. Sejak kecil aku selalu dibiasakan hidup penuh kemewahan dengan beragam pelayan yang siap membantu apapun itu keperluanku. Dan membayangkan harus kehilangan semua kemewahan itu, membayangkan aku harus hidup luntang lantung dijalan membuat sistem tubuhku secara otomatis bekerjasama menyetujui surat wasiat itu.
☺☺☺
Dari luar jendela terlihat matahari masih enggan menampakan sinarnya, kukerjapkan mataku perlahan mencoba meneliti jam disamping nakas ranjangku.
'Aah, baru jam 5 pagi, pantas diluar masih begitu gelap.' Pikirku dalam hati.
Aku benar - benar belum merasa nyaman tidur dikamar ini, tidurku sama sekali tak nyenyak. Kuputuskan untuk segera beranjak dari ranjang ini, aku butuh udara pagi diluar untuk menetralisir semua kegundahan dihatiku. Namun baru aku hendak memutar balik tubuhku, aku seakan tersadar, ada sebuah tangan kekar yang telah melingkari tubuhku dari belakang. Astaga apalagi ini, kenapa laki - laki ini berbuat begini padaku. Bukankah semalam ia sama sekali tak mempedulikan kehadiranku dikamar ini. Bahkan laki - laki ini dengan seenaknya meninggalkan tidur seorang wanita yang tlah sah menjadi istrinya.
Dengan perlahan aku mencoba melepaskan diri dari tangan itu, butuh waktu beberapa menit bagiku untuk bisa menyingkirkan tangan kekar itu dari tubuhku. Aku segera melesat menuju kamar mandi, mencuci muka lalu mengganti pakaian tidurku. Aku putuskan untuk lari pagi sejenak mencari udara segar. Kulirik sekilas ranjang tidurku, kulihat pria itu masih tenang terlelap dalam tidurnya.
☺☺☺
"Darimana saja kau?" Seorang pria terlihat tengah berdiri bersedekap didepan pintu dengan sorot mata tajam, ketika aku melangkahkan kaki masuk kerumah ini.
"aku dari lari pagi, maaf aku tak bilang. Tadi pagi kau masih begitu lelap tertidur."
Aku tundukan kepalaku ketika menjawab pertanyaan pria ini. Aku sama sekali tak mengenalnya, dan berhadapan begini dekat dengannya membuat keberanianku ciut.
"Kau sudah resmi menjadi istriku, jadi kau harus selalu meminta izin kepadaku jika ingin melangkahkan kaki keluar dari rumah ini."
Pria ini menaikan nada suaranya beberapa oktaf. Aku yang selalu dididik penuh kasih sayang tanpa adanya kekerasan, menjadi benar - benar kehilangan nyali menghadapi kekasarannya. Aku hanya bisa menunduk tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than A Marriage
RomanceAku tak pernah mengerti akan jalan cerita yang telah Tuhan rangkaikan untuk hidupku. Diawal semua terasa begitu indah, namun satu persatu keindahan itu seakan mulai direnggut kembali oleh-Nya. Aku harus berdiri tegak tanpa bisa melakukan apapun, me...