23.12.2015 - 03.10 PM
Yeaaah part satu selesai juga.
Deg-degan nih gimana pendapat kalianHappy Reading >.<
☆☆☆
Jakarta, Desember 2015
Hujan yang cukup deras menyambut kedatanganku, mengiringi setiap langkah kakiku untuk pulang ke tanah kelahiran dengan melodi paling dramatis. Hampir dua setengah tahun aku berkelana ke negeri seberang, berkilah mencari pengalaman hidup untuk membangun karir. Nyatanya aku hanya berusaha kabur dari cerita yang tak bisa aku akhiri namun tak juga aku perjuangkan. Aku bersembunyi dari perasaanku sendiri.
Hari-hari yang aku lalui hampir dua setengah tahun ini, ku kira mampu menghapus jejak dirinya. Tapi nyatanya tidak, hal pertama yang aku ingat adalah tatapan matanya saat pertama kali kami bertemu dulu.
Dia, alasan terbesarku menerima pekerjaan di negeri sakura. Kukira keindahan bunga itu akan menggantikan keindahan dirinya tapi ternyata tidak. Dia tetap tidak terganti, dia wanita asing yang tiba-tiba mendobrak pintu hatiku dengan cara paling anggun.
"Pancoran Pak." Aku tersenyum ke salah satu supir taksi yang sedari tadi memperhatikanku. Ia mengangguk lalu membantuku memasukkan sebuah koper besar dan tas jinjing yang tak kalah besar ke dalam bagasi.
Aku masuk ke kursi penumpang yang ada di belakang, aku sempat meminta maaf karena tidak duduk di depan. Sungguh aku hanya ingin menikmati perjalanan ini tanpa banyak berbasa basi pada sang supir taksi. Tas ransel hitam ku yang merupakan salah satu saksi atas cerita aku dengannya masih setia menemaniku.
Kulirik tetesan bulir hujan yang menghantam jendela kaca taksi. Mereka seperti mengejekku karena masih berani-beraninya mengingat wanita itu. Bahkan setelah hampir dua setengah tahun lamanya aku menahan diri untuk tidak pulang karena begitu ingin melupakannya tapi tidak lupa juga. Justru perasaan yang begitu dalam akan kerinduan terus saja mengusik jiwaku.
Aku merindukannya, orang asing yang entah mengapa ku ajak bicara hanya karena sepasang mata indahnya melihat lurus kearah mataku dengan senyuman hangatnya.
Dia, aku merindukan dia.
Kurapatkan jaketku ketika kilat petir membuat bias cahaya yang cantik sekaligus berbahaya. Aku tidak takut petir. Aku hanya menutupi rasa gugupku, aku berharap bisa kembali bertemu dengannya. Sungguh.
Hampir dua setengah tahun usahaku mungkin sia-sia. Tidak sepenuhnya memang, aku berhasil membentengi diriku untuk tidak menghubunginya dan menemuinya selama itu. Tapi tetap saja ketika aku kembali ke sini, segala hal seperti bersekongkol untuk membuat aku semakin merindukannya.
"Pak, berhenti di depan warung mie jawa Pak Min itu." Aku berucap sambil menunjuk sebuah tempat kramat di ujung jalan. Sang supir taksi mengangguk mengerti sambil mengatur laju kendaraan merapat ke kiri.
Aku melirik nominal yang harus aku bayarkan di argo, mengambil beberapa lembar rupiah dengan hati-hati karena tercampur dengan yen. Ku raih ransel hitamku lalu memasangkannya pada bahu. Ketika taksi benar-benar berhenti aku mengulurkan ongkos perjalananku pada supir taksi yang mengerutkan keningnya bingung.
"Ambil aja kembaliannya Pak." Ucapku meyakinkannya.
Supir itu mungkin merasa aneh karena aku memberikan ongkos yang hampir dua kali lipatnya. Tapi aku tidak, aku sempat memperhatikan spion tengah yang dihiasi sebuah gantungan dream catcher dengan hiasan foto dua orang anak kecil yang tersenyum lebar. Uang itu rezeki mereka yang kebetulan lewat tanganku. Itu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey (not the destination)
Historia CortaHe loved her and She loved him But It wasn't simple. ~|~ This story about the journey but the journey not the destination ~|~ Pertemuan dua orang asing yang akhirnya tidak dapat dilupakan Copyright© December 2015. Echan - Dii