PDA [1]

28 1 0
                                    

Pelangi berlari-lari dari rumahnya menuju sekolah. Bajunya yang kusut dan rambutnya yang sedikit berantakan karena ia tidak sempat menata semuanya. Ia juga memiliki lingkaran hitam di matanya menandakan bahwa dirinya kurang tidur semalaman.

Ia mencebik kesal dan bersumpah akan memukul Septi karena sudah menghilangkan buku catatan sejarah yang harusnya dikumpul sekarang. Makanya, itulah penyebab ia kekurangan tidur. Ia harus mengerjakan catatan itu lagi hingga larut malam.

"Bapak. Tunggu sebentar pak."

Pak Joko penjaga sekolah mengernyit bingung menatap Pelangi yang penampilannya sangat berbeda.
"Kenapa atuh sih eneng teh berantakan pisan ?" Aksen sunda-nya yang masih kental membuat Pelangi sedikit tidak mengerti ucapan bapak Joko,

"Eh iya Pak, saya kesiangan." Jelas Pelangi. Pak Joko sepertinya bingung dengan ucapan Pelangi barusan.

"Kesiangan ? Coba Neng lihat jam deh ?"

Pelangi tersenyum kikuk dan melihat kearah jam yang ada di post. Ia hanya melongo dan mengumpat kembali, "ini pasti kerjaan Nata sialan."

Ternyata Nata mempercepat Jam dikamarnya.

* * *

"Enggak lucu." Pelangi cemberut dan melipat kedua tangannya, ia menatap sinis kearah sahabatnya Nata. Bahkan Septi yang tidak tahu ceritanya ikut cekikikan bersama Nata. See ? Bahkan Septi sama sekali tidak tahu malu.

"Maafin gue yah Pelangi." Ujar Septi yang akhirnya meminta maaf.

Pelangi menoleh dan kembali membuang muka. "Oke, Septi gue maafin."

"Gue enggak nih ?"

Pelangi menyeringai kearah Nata. "Enggak usah lo ngomong lagi sama gue."

Nata terkekeh, ia memegang kedua pipi Pelangi. Terus menatap dalam mata Pelangi yang bulat. "Gue teraktir es krim deh."

Pelangi menggeleng. "Enggak mau."

"Dih yaudah. Septi, yuk kita beli es krim. Kayanya masih ada yang ngambek nih."

Pelangi tetap diam dan melipat kedua tangannya. Ia berpura-pura tidak melihat Nata. Sebenarnya, ia sudah tidak marah dengan Nata, tapi ia melakukan ini agar Nata jera dan tidak akan berbuat usil lagi.

"Pelangi udahan dong marahannya, entar cepet tua looh."

"Bodo."

Septi tertawa melihat keduanya. Nata dan Pelangi sangat lucu jika bertegkar. Kalau bukan Nata, pasti Pelangi.

Septi terlihat berbinar saat melihat pria pujaannya duduk sendirian dengan earphone menempel di telinganya. Tapi ia mengernyit bingung. Kenapa pandangan Awan selalu kearah Pelangi ?

* * *

Pelangi berjalan sendiri dengan setumpuk buku yang baru saja ia bawa dari perpustakaan.

"Kalau bukan karena ulangan, huh, enggak bakal gue pinjem buku sebanyak ini." Keluhnya tanpa sadar.

Brak! Semua buku-buku yang Pelangi bawa terjatuh. Pelagi tersentak dan mendongak. Wajahnya berubah menjadi sebal karena yang dilihat adalah pria yang harusnya dibenci oleh Pelangi.

Awan.

"kalau jalan pake mata, bisa kan ?" Sinisnya.

Pelangi benar-benar membenci Awan. Sangat. Kenapa ia harus menangisi cowok kasar macem Awan. Kenapa ia pernah merasakan perasaan lebih kepada Awan.

Ia benci Awan yang sekarang.

"Bisa." jawab Pelangi yang tak kalah ketusnya.

Ia membereskan bukunya sambil mengomel dalam hati dan mengutuk Awan. Setelah usai ia berdiri dan pergi meninggalkan Awan.

Pelangi dan Awan[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang