***
Makasih buat para readers yang udah baca sampe yang udah vote di part pertama, masih sedikit sih, tapi udah bikin seneng ada yang mau baca cerita abal abalan author hehehe
Sorry kalo kemarin typo bertebaran di mana mana atau cerita yang kurang asik, sekali lagi vote and comentnya readersRegards
Sijum
***
Grace pov
Aku menatap pria di depanku dengan tatapan nanar. Stupid jack!
"Kau tinggal tanda tangan di sini." kata Niel sambil meletakan map merah di depanku.
Tanpa basa basi aku mengambil bolpoint yang disodorkan dan menandatangani surat perjanjian kami.
Niel menghembuskan napas kasar. "Dan ini peraturan yang harus kau patuhi, selamat dipelajari dan perihal uang aku sudah mengirimnya ke rekeningmu." ujar Niel sambil menyodorkan beberapa lembar kertas dengan tulisan sedang bertinta hitam.
Aku hanya mengangguk paham dan mengambil kertas itu.
"Untuk pernikahan, ibuku ingin minggu depan. Kau tak usah ambil pusing soal itu, kau hanya harus datang ketika Firgia atau ibuku mengajakmu untuk fitting gaun pernikahan bersamanya. Dan untuk perjanjian ini, aku harap kau tutup mulut di depan banyak orang hanya kau dan aku yang mengetahuinya, aku harap kau bisa menempatkan dirimu seprofesional mungkin. Selamat siang, nona Grace." ucapnya sebelum meninggalkan kafe.
Aku menghela napas gusar, membaca peraturan - konyol - yang ditulis laki laki itu. Oh, Tuhan, benar benar aku akan bermain sandiwara di sini. Bahkan pernikahan ini harus berjalan layaknya pernikahan normal, oh sit!
***
"Grace kau di dalam? Ini aku Firgia." teriak Firgia di depan pintu kamarku.
Akh! Apa yang dilakukan gadis itu pagi pagi ke tempatnya?
Aku menggeliat, merenggangkan otot otot tubuhku. "Iya, aku di dalam. Masuklah."
Tanpa menunggu lama, Firgia memasuki kamarku dengan senyum cerahnya. "Kau itu - aku benar benar tidak percaya Grace." katanya sambil memeluk erat tubuhku.
Aku menggeliat berusaha melepaskan tubuhku dari pelukannya. "Apa maksudmu?"
Firgia mengecup pipi kananku beberapa kali, benar benar risih dengan perlakuannya yang kadang kelewat kekanakannya itu.
"Aku tak percaya kau menerima lamaran adikku, Grace!" teriaknya sembari memeluk tubuhku lebih erat.
Aku membuang napas, jengah, aku sudah menebak apa yang akan terjadi. "Ayolah, kak, ini berlebihan."
"Apanya yang berlebihan, cepat mandi kita fitting baju pernikahanmu segera!" titahnya, melepaskan pelukannya ditubuhku.
Aku menguap lebar, menenggelamkan kembali tubuhku kedalam selimut, tanpa mengindahkan perintah kakak Niel ini.
Firgia berdecak sebal, menarik selimutku dengan paksa. "Ayolah, Grace Malya, jangan buat calon suamimu menunggu!"
What! Calon suami? Niel? Daniel? Holly damn!
"Iya, iya, tapi ini masih pagi, nona." kataku dengan setengah sadar.
"Pagi? Wah, kau kerasukan jin ya? Pukul 11 siang kau anggap pagi? Benar benar?" cibir Firgia padaku.
Wait, 11 siang?
Tanpa babibu, kusambar jam di nalas. Oh, God!!! Bagaimana mungkin aku...
Firgia hanya menggelengkan kepalanya. "Sudahlah, cepat mandi! Lalu temui kami di ruang tengah, oke."
Setelah menepuk pundakku, ia pun pergi meninggalkanku.
Oh, sial! Bagaimana mungkin aku kesiangan?
Segera ku sambar handuk di gantungan dan memasuki kamar mandi.
Tak butuh waktu lama, aku keluar dari kamar dan berjalan menuju ruangan tengah.
Di sana Firgia telah menungguku sambil berbincang dengan Anne - anak panti - yang telah Firgia kenal dengan akrab. Di samping Anne ada ibu panti dan juga pria yang tengah duduk di single sofa dengan melipat kedua tangannya di depan dada, pria yang tampan juga dingin, siapa lagi kalau bukan pria yang kemarin membuat perjanjian konyol denganku - Daniel Noor.
Seperti menyadari kehadiranku, Firgia menepuk kursi di sampingnya, menyuruhku untuk bergabung dengan mereka.
"Pagi." sapaku pada mereka dengan kikuk.
"Tidur kakak pulas, ya." cerocos Anne, anak berusia delapan tahun dengan wajah polosnya.
Aku hanya tersenyu menanggapinya.
"Jadi begini bu, aku boleh kan meminjam Grace untuk satu hari ini?" Kata Firgia to the point meminta ijin pada bu Am - pengasuh panti ini.
Memang aku barang? Gumamku dalam hati.
Kedua alis bu Am saling bertaut. "Dalam acara apa ya?"
"Hanya makan siang, sebelum petang kami kembalikan Grace kok, bu." jelas Firgia meyakinkan bu Am.
Bu Am meliriku sebentar. Kemudian beralih menatap Firgia. "Baiklah, seperti biasa, aku titip Grace ya, jangan pulang terlalu petang!"
"Terimakasih, bu." timpal Firgia terhadap ijin yang diberi bu Am, sementara pria ini, dia bahkan tak membuka suaranya sedikitpun.
"Kau bersiaplah, Grace!" titah Bu Am dengan nada lembutnya.
Aku mengangguk dan kembali ke kamar untuk berganti baju. Akh, aku akan diajak kemana oleh Firgia, dan tadi apa yang mereka bicarakan sebelum aku datang.
Ku buka lemariku, memilih baju yang cocok untuk aku pakai, pilihanku jatuh pada rok berwarna hitam selutut dan kemeja putih pendek. Akupun bergegas mengganti baju dan memoleskan bedak tipis dan lipsgloss pink ke wajahku. Memakai sepatu teplek berwarna senada dengan rokku dan tas slempang berwarna sama.
Sebelum keluar kamar ku pantulkan bayanganku di cermin, sederhana tapi terlihat elegan, ku sambar blazer hitam tanpa lengan dan memakainya. Keluar kamar dan bergegas ke ruang tengah.
Tawa Firgia dan Anne terdengan memenuhi ruangan, apa yang mereka bicarakan?
Ketika aku kembali sudah tidak ada lagi Bu Am dan pria itu hanya ada Firgia dan Anne.
"Kemana bu Am?" tanyaku sambil duduk dan mengambil kue boneka di atas meja.
"Sedang bicara sama kak Niel." jawab Anne dengan nada polosnya.
Aku hanya menganggukan kepalaku.
"Kakak kenapa tak pernah bercerita kalau kakak akan menikah?" pertanyaan Anne barusan berhasil membuatku tersedak, tanganku berusaha mengambil gelas dan menuangkan air dari teko kemudian meminumnya.
"Apa maksudmu, Anne?" kataku membalikan pertanyaannya.
"Hmm, kata kak Firgia..." perkataan Anne terpotong dengan kedatangan bu Am dengan pria itu.
"Ayo, kak, Grace kita berangkat." titahnya sambil mengeluarkan kunci dari saku celana jeans hitamnya dan berjalan meninggalkan kami.
"Hati hati! Titip Grace ya, Fir" ucap bu Am ketika kami bersalaman.
Aku dan Firgia hanya menganggukan kepala dan berlalu meninggalkan bu Am dan Anne.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Wound
RandomPerih! Kukira dengan kau menjamak tubuhku sudah cukup membuatmu bahagia atas apa yang telah kuberikan padamu. Bahkan tubuhku, satu satunya harta yang kumiliki telah kuserahkan sepenuhnya padamu, Tapi apa yang kau berikan padaku untuk membalas semua...