Sequel! Distance "kisah dimana awal dari benang merah terpaut di jari mereka"
.
.
.Dunia di sekitar terasa gelap. Awan saling berlomba-lomba menutupi cahaya. Warnanya kelabu dan sama sekali tidak indah.
Langit pun menangis. Menampakan kesedihannya lewat hujan gerimis yang tidak terlalu deras. Turun rintik-rintik. Serta aroma khas tanah yang menguar dimana-mana.
Pemakaman terlihat sangat suram. Dua orang lelaki dan satu gadis tengah berada disana dengan sebuah payung yang menemani dan segenap hati melindungi mereka dari basah. Pakaian serba hitam ikut melekat di tubuh mereka.
Batu nisan yang menuliskan kanji seorang gadis yang sangat mereka sayangi terpampang jelas. Kesan yang sedikit memilukan diterima. Atau kalau perlu, sebaiknya tidak dilihat seumur hidup. Nisan itu dihiasi dengan beberapa buket bunga lili putih yang terbaring manis disana.
Pemuda berambut hitam menepuk pundak sahabatnya pelan. "Ayo, kita harus segera kembali, Naru..."
Naru masih terduduk. Air mata masih menghujani wajahnya. Ia masih enggan untuk menghentikannya, bahkan untuk saat ini. Kakinya terlalu berat untuk melangkah pergi. Naru, masih ingin berada disini. Dirinya masih betah. Ia ingin menemani Akari di pemakaman ini. Justru ia tidak tega membiarkan tempat gadis itu membeku kedinginan.
Sejujurnya, Naru tidak menyangka jika orang yang ia sayangi telah pergi dari sisihnya.
Selamanya.
Gadis Eropa itu menatapnya miris. "Shimizuki-san..."
"Hikss—kkh," Naru mengusap air matanya dengan punggung tangan. Kemudian ia berdiri, berhadapan dengan Shouta dengan wajah yang di tundukan.
Lalu dengan tiba-tiba, tangannya meraih kerah pakaian Shouta dengan kasar. Wajah mereka berhadapan. Dirinya sedang disulut emosi. "Ini semua salahmu! Andai saja kau tau bagaimana perasaan Akari selama ini! Dia... dia tidak akan tersakiti. Gadis itu sudah menunggumu untuk kembali..." Naru merosot. Air matanya kembali turun. Entah sudah yang keberapa kalinya. Dan Shouta hanya terdiam mematung. Ia bungkam.
"S-shimizuki-san!" Kyouko panik. Matanya melirik ke arah tunangannya. Menatap wajahnya yang datar tanpa ekspresi. "Shouta-kun!"
"Jika saja kau membuang sedikit sifat sok coolmu itu! Semuanya tidak akan berakhir tragis seperti ini!" Jeda sesaat. Naru menyedot ingus. "Lihat? Kau bahkan tidak menangis, manusia macam apa kau!"
Kyouko menghampiri Naru. Mencoba menenangkannya dengan mengelus punggung kekarnya.
Fakta bahwa ia bungkam itu salah. Shouta bukan hanya terdiam. Pikirannya sibuk melayang kemana-mana. Tatapannya kosong. Dan energinya pun hilang. Namun Naru benar. Sama dengannya, sampai detik ini juga ia masih belum mempercayai jika sahabatnya itu telah tiada. Seandainya ia lebih peka, maka semuanya akan berakhir lebih baik. Pemuda itu menyesal. Kalau saja ada mesin waktu, Shouta ingin kembali ke masa lalu. Masa dimana mereka bertiga masih bisa tertawa bersama.
Ia berlagak bodoh. Padahal kenyataannya sosok Hayashi Shouta sangat mencintai seorang Fujihara Akari. Namun ia menepis. Bukannya takut untuk mencintai, tetapi takut untuk tidak dicintai. Dirinya pecundang. Sepergok sampah.
Mereka saling mencintai. Tetapi karena ulahnya sendiri, benang merah yang terpaut di jari kelingking mereka sepenuhnya terputus.
Orang itu, telah memutus takdir tuhan.
.
.
.
YOU ARE READING
Destiny
RomanceSequel! Distance "kisah dimana awal dari benang merah terpaut di jari mereka"