#1: Jalanan

27 0 0
                                    

Jembatan.

Jembatan ini rasanya rapuh, sekali salah injak betonnya akan jatuh. Sedangkan aku sedang melepuh, wanita itu berhasil membuatmu luluh.
Apapun itu, aku sedang bergemuruh.

Setiap orang yang berlalu lalang di jembatan ini tidak pernah punya pikiran tentang bagaimana sebuah jembatan bisa mencetak sejarah bagi kematian seseorang.

Aku ingin melompat, vertikal ke bawah. Haha, pleonasme murah.

Di balik lampu merah mobil di bawah itu, tidak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkan si pengemudi.

Ada yang menyandarkan kepalanya sambil berpikir tentang amarah tadi siang.

Ada yang memegang stirnya kuat sambil tersenyum karena habis mengantar sang kekasih.

Ada pula yang bersandar di stir, berharap cepat pulang dan memeluk cintanya.

Wah, lampu jalanan rasanya sangat terang. Bintang pula kalah benderang.

Kamu bilang akulah bintangmu.

Tapi untuk apa menjadi bintang bila lampu jalanan lebih membuat mata mu berbinar?

Untuk apa menjadi milikmu jika hanya sekedar kotak mengeluh?

****

Zebra Cross

Aku menghitung garisnya di setiap kita melewati Zebra Cross sambil berpegang tangan.

Tidak terhitung.

Sayangnya, aku pula menghitung waktu saat kita harus berseberangan dan akhirnya berbeda jalur.

Jika garis kemarin aku bilang tidak terhitung, maka waktu yang aku hitung sekarang,

Tidak terasa.

****

Gorong-gorong Kota

Sehina itu rasanya setelah berpisah denganmu, bulan.

Seperti tidak ingin menjadi bintang di sekitarmu lagi.

Aku, aku memutuskan untuk jatuh, mengucilkan diri dan gorong-gorong kota adalah tempat gelap yang sempurna. Bahkan api pun tidak terlihat terang.

Aku warga gorong-gorong kota hari ini. Lebih mudah mengamatimu dari bawah sini.

Jujur, aku memang merindukanmu di atas sana, tapi sebaiknya aku di sini, di tempat gelap, karena di tempat ini, aku bisa mengagumi cahayamu dengan jelas dan dengan bersembunyi.

****
Aspal yang Kita Kotori

Ingatkah dengan aspal yang kita kotori?
Dengan jejak kaki atau dengan roda.

Aku masih ingat.
Garis kuningnya masih terang, sampai menyinggung mata. Saking terangnya, aku menangis.

Jejak kaki kita tidak pernah hilang dan kau masih pura-pura lupa tentang perjalanan senja itu?

Semoga hujan menghapus jejak itu, lalu menghapus ingatanku, sekaligus menghapus jiwamu, sayang.

Semoga hujan menghapus jejak itu, lalu menghapus ingatanku, sekaligus menghapus jiwamu, sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HonestlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang