Keributan yang hampir setiap pagi hari terjadi didalam rumah besar dan megah itu membuat siapapun yang melihatnya akan tertawa geli. Teriakan nyaring yang saling menyahut satu sama lain dan barang-barang yang jatuh akibat lemparan yang tak tentu arah sudah menjadi hal biasa didalam rumah itu.
Jika orang lain mengira bahwa rumah megah itu ditinggali oleh keluarga besar yang anggotanya melebihi sepuluh orang itu salah besar. Rumah megah itu hanya ditinggali oleh dua orang dan tiga orang pembantu. Tetapi, keributan yang terjadi setiap pagi hari melebihi perang antar negara.
Seorang pria yang sudah berumur 30 tahun itu menghela napas lelah, sesekali mata karamelnya melirik jam tangan mahalnya. Suara gaduh yang berasal dari lantai dua itu semakin membuatnya mendengus keras-keras. Ia bahkan sudah menyelesaikan sarapan paginya 10 menit yang lalu dan sekarang ia harus telat karna menunggu seseorang yang tidak kunjung turun dari singgahsananya.
Sudah cukup! Dengan kesal ia melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju lantai dua dimana tempat kegaduhan itu berasal tetapi langkahnya terhenti begitu melihat pintu kamar itu terbuka yang dapat dilihatnya dari lantai bawah.
"Cepat Cleo, Dad sudah telat." Suara teriakannya tidak mampu membuat pemilik kamar itu segera turun.
"Sebentar Dad. Oh, dimana kaus kakiku? Dad, apakah kau melihat kaus kakiku? Aku tidak menemukannya. . . Dan dimana kunciran rambutku? Dad, bantu aku."
Pria itu memutar bola matanya sarkastik berjalan menghampiri pemilik kamar tersebut. Bola matanya nyaris keluar begitu melihat kamar yang menyerupai kapal pecah dan bola matanya semakin membulat sempurna begitu melihat anaknya sedang berada dibawah tempat tidur.
"Apa yang kau lakukan disana Cleo?" Pekikan nyaring itu membuat Cleo yang berada dibawah tempat tidur terkejut dan membuat kepalanya terbentur tempat tidur yang terbuat dari besi dengan bunyi yang cukup keras.
"Kau mengagetkan ku Dad,"
Justin nama pria itu meringis kecil mendengar bunyi benturan keras yang berada dibawah tempat tidur. Gadis berumur 9 tahun itu mengumpat karena nyeri dikepalanya yang berdenyut-denyut.
Mengabaikan umpatan anaknya, Justin menghampiri Cleo yang masih berada dibawah tempat tidur dalam posisi telengkup. "Cepat keluar dari sana Cleo, Dad sudah telat."
"Aku juga,"
"Maka dari itu keluarlah cepat,"
"Aku ingin mengambil kaus kakiku. Astaga, mengapa jauh sekali sih," Cleo masih berusaha mengambil kaus kaki yang berada diujung tempat tidurnya.
"Kau sudah memakai kaus kaki Cleo Bieber, cepat keluar!"
"Itu berbeda Dad, masak aku harus memakai pink dan biru. Ugh, kaus kaki kemarilah. . . Tanganku sudah tidak sanggup lagi menggapaimu. . . Itu tidak cocok, Dad," tangan mungil Cleo masih berusaha menggapai-gapai. Justin menggelengkan kepalanya melihat putri tunggalnya yang semakin berusaha keras untuk mengambil kaus kaki.
"Memang warna apa kaus kaki yang ada dibawah tempat tidurmu?" Justin jadi ingin tertawa melihat pergerakan kaki Cleo yang bergerak-gerak seperti sedang berenang. Berenang tanpa air.
"Emm, merah."
Justin membulatkan matanya. Sungguh konyol anaknya ini. Warna pink dan biru memang tidak cocok. Tetapi pink dan merah atau biru dan merah itu lebih tidak cocok lagi. Astaga, jika ia diberikan satu lagi anak seperti Cleo bisa-bisa Justin sudah mati diusia muda.
***
Justin Bieber P.O.V
Setelah mengurusi kejadian kecil yang hampir setiap hari terjadi, aku lebih dulu mengantarkan Cleo ke sekolahnya. Bisa dibilang hari ini aku akan benar-benar terlambat. Tapi tidak masalah ini demi putri kecilku. Aku tidak ingin dibilang Dad yang tidak memperdulikan putrinya. Selama 9 tahun sudah aku merawatnya dengan tanganku sendiri, well, kadang Mom ikut membantuku merawat Cleo ketika aku sangat sibuk dengan pekerjaanku.