Dingin. Tajam. Mencekam!Mungkin kata itu yang patut diutarakan bagi gadis dingin seperti Chelsea. Sorot matanya yang tajam mengalahkan pisau belati serta tingkahnya yang cuek membuat dirinya dikenal dengan sebutan 'Mrs. Cold' oleh beberapa temannya di sekolah. Ditambah lagi dengan ucapannya yang terkesan dingin dan irit.
Dia cantik. Wajah orientalnya bersih tanpa balutan make up sedikitpun, tak ada juga bekas jerawat ataupun komedo. Rambut dark brown yang selalu terurai dengan indahnya meskipun tak sering ditatanya. Ia biasa menggunakan tangannya untuk menyisir rambut. Tubuhnya menjulang tinggi, bisa di bilang ideal untuk seumurannya.
Entah setan apa yang mampu menjadikan sosok Chelsea menjadi seperti sekarang. Dulu, dia bukanlah makhluk es seperti ini.
Dia hanya gadis polos dan ramah yang setiap saat bersapa ria dengan siswa yang dijumpainya. Entah itu setingkatnya maupun adik kelas. Gadis jenius di segala bidang itu kini menjelma menjadi sosok asing bagi semua orang. Entah karena apa, semua tak tahu pasti.
"Chelsea!" suara lantang seseorang menggema diseluruh penjuru koridor. Gadis yang merasa dipanggil itupun menoleh dengan flat face-nya.
Seseorang tadi telah berada tepat di depan Chelsea diiringi nafasnya yang tak teratur. Chelsea berdecak dan menyedekap kedua tangannya di depan perut. "Ada apa?" sahutnya.
"Chels, dipanggil Pak Udin. Ditunggu di kantor katanya, " ujar seseorang tadi yang seingat Chelsea bernama Yessa.
Alis Chelsea terangkat satu, untuk apa dirinya dipanggil ke kantor? Maksud hati penasaran.
"Ngapain?"
"Mana gue tahu! Udah deh buruan sana sebelum lo di kasih sarapan nggak mutu pagi ini," Chelsea telah memasang wajah sebal setelah tubuhnya didorong oleh gadis berkacamata di depannya.
•••
Chelsea keluar dari ruang guru dan menutup pintunya asal. Gadis itu menggerutu tak jelas dalam langkahnya menuju perpustakaan yang berada di lantai dua.
Pasalnya Pak Udin selaku Juru Kesiswaan menunjuknya lagi sebagai perwakilan sekolah dalam Olimpiade Sains Nasional yang diadakan setiap tahunnya.
Chelsea memang dingin, tetapi itu semua sama sekali tak mengurangi prestasinya dalam hal akademik.
Sesampainya di ruang yang didominasi buku-buku tersebut, Chelsea mulai mencari seseorang yang juga ditunjuk Pak Udin untuk menjadi partnernya kali ini.
Satu persatu bilik telah Chelsea lewati, sampai langkahnya terhenti setelah ia rasa orang yang dicarinya telah tertangkap oleh indra penglihatannya."Lo disini?" suara Chelsea berhasil membuat seseorang itu --tepatnya pemuda itu menoleh kearahnya.
Sikap yang baik jika bertemu dengan orang adalah dengan memberikan sapaan maupun senyuman tanda ramah. Tapi apa yang dilakukan pemuda itu sama sekali tak menunjukkan sikap tadi.
Dia hanya bergeming dan melanjutkan kembali aktivitasnya mencari buku ensiklopedia sebelum menatap datar Chelsea.
Gila. dia juga bisa flat face. Batin Chelsea mencemooh.
Tanpa memperdulikannya. Chelsea berniat keluar dan meninggalkan cowok yang menurutnya gila itu. Baru saja beberapa langkah berjalan, pergelangan tangan Chelsea terasa hangat. "Mau kemana lo?"
Dingin. Berat.
Suara milik cowok itu menginterupsi langkah Chelsea. Memaksanya untuk berbalik dan menyentak tangan kekar yang berani menyentuh kulitnya tanpa permisi, lantas menyedekapnya di depan perut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Other Side
FanfictionKatakanlah dia kaku, atau bahkan beku. Binar mata yang dulu terang benderang, kini redup seiring waktu berjalan. Senyum yang dulu pernah merekah, kini tak pernah lagi singgah. Hanya karena masa lalu, dia jadi begitu. Seolah takdir tak pernah berh...