This story based on a song by Alanis Morissette - Uninvited
Play the music and enjoy this story
-------------------
Langit kelabu sedang memeluk awan suram yang tak mau menurunkan tetes hujan. Bentang mendung dalam pandangan itu bagaikan mengejek bagaimana perasaan hati saat ini. Menunggu datangnya gerimis yang juga menyiratkan bahwa tangis akan tumpah saat tetes langit itu turun.
Beku menguasai diri, walau mendung ini menghantarkan hawa hangat yang menciptakan keringat dingin. Tanganku mencengkeram erat tali ayunan yang saat ini menjadi tempat aku untuk meletakkan lelah. Keheningan menyapa sebelum gemuruh sang petir membahana memekakkan bumi.
Aku sendiri, walau aku tahu seseorang itu kini sedang duduk di salah satu ayunan yang lain, memegang sebuah buket mawar. Menunggu kepastian. Tetapi sepi ini rasanya begitu menyakitkan. Aku tak bisa berkata, aku tak bisa menjawab. Hanya memandang langit kelabu tanpa mau memandang mata kelam yang saat ini mungkin menatapku dengan sendu.
"Alexa...." suara lembutnya mengalun indah di telingaku. Tetapi aku tetap tak bergeming, bahkan menoleh kepadanya pun, aku enggan.
"Maafkan aku, Josh, sungguh aku tidak bisa." Pada akhirnya hanya penolakan yang bisa aku suarakan walau kini tenggorokanku terasa perih. Tidak, aku tidak akan menyesali keputusanku.
"Tidak apa-apa. Aku akan selalu menunggumu," ucapnya selirih angin yang berhembus menyapu ragaku.
"Jangan pernah menungguku, aku mohon..." Pada akhirnya, aku menoleh ke arahnya. Ia menyunggingkan senyum tipis walau aku telah menolaknya, untuk kesekian kali.
"Aku akan menunggumu. Seperti janjiku saat itu." Ia memang tidak mudah untuk menyerah.
Aku menutup wajahku dengan kedua tangan, membiarkan isakan menghancurkan hati dan juga pertahanan diri yang sudah aku bangun di depannya. Pada akhirnya, menangis adalah pilihan untuk menambal luka hati yang belum mengering.
"Hentikan, Josh! Aku membencimu! Sampai kapan pun aku membencimu!" teriakku lantang sambil beranjak dari ayunan itu.
Sang langit sepertinya mengerti jeritan suara hati. Tetes hujan akhirnya turun disertai gemuruh langit yang mengejek kerapuhanku. Aku berlari, menerobos tetes-tetes air yang mulai membasahi raga. Dingin. Sedingin hatiku. Dan aku berharap, dingin ini mampu membekukan hatiku.
Like anyone would be
I am flattered by your fascination with me
Like any hot-blooded woman
I have simply wanted an object to crave
But you, you're not allowed
You're uninvited
An unfortunate slight
***
1 bulan yang lalu...
"Alexa, aku mencintaimu..."
Aku membelalakkan mata saat pengakuan manis itu keluar dari bibir tipisnya. Seharusnya aku bahagia. Seharusnya ungkapan yang telah aku nanti selama beberapa tahun terakhir ini mampu membuat dahagaku akan harapan cinta darinya menjadi nyata.
Aku menatapnya nanar. Menekan dadaku sendiri yang terasa sesak akan rasa yang sudah lama aku pendam, namun tak bisa aku ungkapkan. Rasanya seperti sebuah bom yang sengaja aku peluk dan siap meledak kapan saja untuk menghancurkan diriku. "Aku tidak bisa, Josh. Mengapa harus sekarang? Mengapa kata cinta itu harus keluar saat pernikahanku dengan Martin hanya kurang menghitung hari?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[UN] INVITED
Short StoryBut you you're not allowed You're uninvited An unfortunate slight "Sebelum janji itu terucap di depan altar, ingaltah Alexa, aku akan selalu menunggumu..." -- Josh Revano "Kamu tidak diundang, Josh. Jadi lebih baik menyerahlah akan aku." -- Alexa Al...