Prolog

435 17 4
                                    

"Semua bakal baik baik aja. Lo percaya sama gue, Ren." Perempuan itu berkata sambil mengulaskan senyum di wajahnya. Terkesan miris, namun berusaha ditutupi.

"Gue mau cerita nih, besok gue pindah sekolah," ia meneruskan.

"Di sekolah lama gak seru, banyak kenangan tentang lo. Males kebayang lo terus." Ia tertawa, terdengar dipaksakan memang.

"Ntar bakal gue ceritain sekolah gue gimana, harusnya lo yang jadi ojek pribadi gue."

"Udah ah, mendung. Nanti gue bakal sering kesini buat cerita sama lo. Padahal gue tau, lo pasti merhatiin gue terus kan?"

"Jangan kangen ya, gue pulang." Ia mengadah.

"Tapi Ren, kayanya gue deh yang bakal kangen berat sama lo. Lo kan curang, merhatiin gue terus tapi gak mau diperhatiin." Pelupuk matanya mulai terisi.

"Udah ah, gue gak ada yang nganter balik nih. Ntar kesorean."

"Kasih tau gue lewat mimpi atau apalah kalo lo kangen ya. Gue beneran balik nih. Baik baik ya Ren, Gue sayang lo kok."

"Banget malah", tambahnya lirih.

Lalu ia menyentuh nisan dimana terdapat tulisan "Garen Putra Panduwijaya" di atasnya. Sorot matanya tampak kosong, namun kabur. Terhalang oleh air mata.

Langit mendung seakan mewakili perasaan Zeta yang kini beranjak dari sisi pusara yang ia kunjungi. Sesekali tampak Ia menghapus air mata yang mengalir melewati sudut sudut mata remaja itu.

"Gue pamit ya, gue bakal sering kesini kok. Jengukin lo biar gak kesepian."

Ia bangkit, setelah memanjatkan doa dan meninggalkan pusara itu dengan langkah gontai.

Senyum beserta air yang keluar dari matanya berpadu menjadi satu saat Ia melangkahkan kakinya keluar dari komplek pemakaman sahabatnya, sahabatnya 7 tahun terakhir.

Pretty HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang